Ukuran asli (2.380 × 1.027 piksel, ukuran berkas: 208 KB, tipe MIME: image/jpeg)
Berkas ini berasal dari Wikimedia Commons dan mungkin digunakan oleh proyek-proyek lain.
Deskripsi dari halaman deskripsinya ditunjukkan di bawah ini.
Ringkasan
DeskripsiDebus, The Ancient Martial Art and Culture of Banten.jpg
English: One of its cultural traits that is definitely most spectacular and breathtaking is the ancient art of Debus. Debus is the traditional martial art unique to Banten that is imbued with supernatural powers.
Debus is a fusion of skills that require super-human inner strength, martial art but also music and dnce. It is a competition of prowess in invulnerability of performers (known as jawara) that is both scary and mesmerizing to watch. Through the art of Debus, the jawara can pierce sharp nails through his tongue, cheeks or other parts of the body.
This extraordinary art is said to have been developed in the 16th century during the reign of the first sultan of Banten, Sultan Maulana Hasanudin (1532-1570). During the reign of Sultan Ageng Tirtayasa in the 17th century, Debus was used as a method to galvanize the spirit of resistance against Dutch colonial powers. The term Debus is said to be derived from the Arab word ‘dablus’ which is a sharp iron lance that has a round handle at its base. This is believed to be the object used in the art of Debus.
Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:
Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;
...
Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.