Emosi
Emosi adalah perasaan sengit yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.[1] Emosi juga merupakan reaksi terhadap seseorang atau kejadian.[2] Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.[1]
Kata "emosi" berasal dari kata bahasa Prancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'.[3] Kebanyakan ahli meyakini bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati.[3] Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah.[3] Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam.[3]
Aspek emosi
[sunting | sunting sumber]Terdapat aspek-aspek fundamental dalam emosi yang harus dipertimbangkan, diantaranya:[4]
Biologi emosi
[sunting | sunting sumber]Semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan terletak di batang otak[4] Orang-orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak aktif.[4] Sistem limbik orang tidaklah sama.[4] Sistem limbik yang lebih aktif terdapat pada orang-orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.[4]
Intensitas
[sunting | sunting sumber]Setiap orang memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang sama.[4] Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi penyebab perbedaan emosi tersebut. Pada saat lain, perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan pekerjaan.[4]
Frekuensi dan durasi
[sunting | sunting sumber]Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi-emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya mereka berusaha menampilkannya.[4]
Rasionalitas dan emosi
[sunting | sunting sumber]Emosi penting terhadap pemikiran rasional karena emosi memberikan informasi penting mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar.[4] Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.[4]
Fungsi emosi
[sunting | sunting sumber]Dalam ”The Expression of the Emotions in Man and Animals”, Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah.[4] Emosi sangat berguna karena ‘memotivasi’ orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar dapat bertahan hidup –tindakan-tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri terhadap pemangsa, dan memprediksi perilaku. Emosi sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. manusia lain.[4]
Klasifikasi emosi
[sunting | sunting sumber]Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif.[5] Emosi-emosi positif -seperti rasa gembira dan rasa syukur- mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan, sedangkan emosi-emosi negatif -seperti rasa marah atau rasa bersalah- mengekspresikan sebaliknya.[5] Emosi tidak dapat netral, karena menjadi netral berarti menjadi nonemosional.[6]
Sumber-sumber emosi dan suasana hati
[sunting | sunting sumber]Kepribadian
[sunting | sunting sumber]Kepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu, contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan kemarahan dengan lebih mudah dbandingkan orang lain, sedangkan orang lain mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun.[4] Intinya, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens atau memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu-individu mengalami emosi mereka) tinggi.[7]
Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari
[sunting | sunting sumber]Orang-orang cenderung berada dalam suasana hati terburuk di awal minggu dan berada dalam suasana hati terbaik di akhir minggu.[8]
Cuaca
[sunting | sunting sumber]Cuaca menjadi sebuah peristiwa yang luar biasa sedikit pengaruh terhadap suasana hati.[4] Seorang ahli menyimpulkan, "Berlawanan dengan pandangan kultur yang ada, data ini menunjukkan bahwa orang-orang tidak melaporkan suasana hati yang lebih baik pada hari yang cerah atau sebaliknya.[4]
Stres
[sunting | sunting sumber]Sebuah penelitian menghasilkan pernyataan, "Adanya peristiwa yang terus-menerus terjadi yang menimbulkan stres tingkat rendah menyebabkan para pekerja mengalami tingkat ketegangan yang semakin lama seiring berjalannya waktu semakin meningkat.[9]
Aktivitas sosial
[sunting | sunting sumber]Orang-orang dengan suasana hati positif biasanya mencari interaksi sosial dan sebaliknya, interaksi sosial menyebabkan orang-orang mempunyai suasana hati yang baik.[10] Jenis aktivitas sosial juga berpengaruh.[4] Penelitian mengungkap bahwa aktivitas sosial yang bersifat fisik, informal, atau Epicurean lebih diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasana hati yang positif dibandingkan dengan kejadian-kejadian formal atau yang bersifat duduk terus-menerus.[4]
Tidur
[sunting | sunting sumber]Kualitas tidur memengaruhi suasana hati.[4] Para sarjana dan pekerja dewasa yang tidak memperoleh tidur yang cukup melaporkan adanya perasaan kelelahan yang lebih besar, kemarahan, dan ketidakramahan.[11] Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih sedikit, atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang buruk karena hal tersebut memperburuk pengambilan keputusan dan membuatnya sulit untuk mengontrol emosi.[12]
Olahraga
[sunting | sunting sumber]Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa olahraga mampu meningkatkan suasana hati menjadi positif[4]. Selain itu, olahraga juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan motivasi lebih pada para atlet muda. Namun, olahraga yang berlebihan atau tingginya tekanan yang diberikan untuk memperoleh kemenangan dapat menimbulkan kelelahan atletik atau rasa stres dan lelah[13].
Usia
[sunting | sunting sumber]Suatu penelitian atas orang-orang yang berusia 18 hingga 94 tahun mengungkapkan, bahwa emosi negatif tampaknya semakin jarang terjadi seiring bertambahnya usia seseorang.[4]
Gender
[sunting | sunting sumber]Dalam perbandingan antargender, wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih besar dibandingkan pria.[14] Mereka mengalami emosi secara lebih intens dan mereka menunjukkan ekspresi emosi positif maupun negatif yang lebih sering, kecuali kemarahan.[14] Tidak seperti pria, wanita juga menyatakan lebih nyaman dalam mengekpresikan emosi dan mampu membaca petunjuk nonverbal dan paralinguistik secara lebih baik.[14]
Batasan eksternal pada emosi
[sunting | sunting sumber]Setiap organisasi mendefinisikan batasan-batasan yang mengidentifikasi emosi-emosi yang dapat diterima dan sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.[4] Batasan-batasan tersebut dapat berasal dari pengaruh organisasional ataupun pengaruh-pengaruh budaya.
Sebagai contoh, di Cina orang menyatakan bahwa mereka mengalami lebih sedikit emosi positif dan negatif dibandingkan orang-orang dalam budaya lainnya, dan apa pun emosi yang mereka alami adalah kurang intensitasnya dibandingkan pada kultur lain.[4]
Regulasi emosi
[sunting | sunting sumber]Emosi kadang dapat sangat intens sehingga terasa seperti mengambil alih tubuh dan pikiran, membuat individu tidak berdaya.[15] Meskipun demikian, emosi meruapakan suatu hal yang dapat dikontrol. Regulasi emosi adalah proses dan strategi yang digunakan untuk mengatur emosi yang individu miliki, kapan individu memiliki emosi tersebut, dan bagaimana individu merasakan atau mengkespresikan.[16] Regulasi emosi memiliki kemiripan dengan coping. Perbedaanya terletak pada fokus afek yang ingin dikontrol; coping bertujuan untuk mengurangi afek negatif, sedangkan regulasi emosi dapat diaplikasikan baik pada emosi positif maupun negatif.[15]
Kerja emosional
[sunting | sunting sumber]Kerja emosional adalah situasi saat seorang karyawan mengekspresikan emosi-emosi yang diinginkan secara organisasional selama transaksi antarpersonal di tempat kerja.[4] Konsep kerja emosional muncul dari penelitian-penelitian atas pekerjaan terkait pelayanan, contohnya sebuah maskapai penerbangan mengharapkan pramugari mereka untuk gembira.[4] Tetapi kerja emosional dapat relevan untuk semua jenis pekerjaan.[4] Sebagai contoh, seorang manajer mengharapkan bawahannya untuk bersikap sopan dalam interaksi dengan rekan-rekan kerja.[17] Tantangan sebenarnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu emosi sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain.[17] Perbedaan ini disebut disonansi emosional.[17] Jika dibiarkan, perasaan terkungkung dari frustasi, kemarahan, dan kebencian akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional dan kejatuhan mental.[17]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Frieda, N.H. (Inggris)“Moods, Emotion Episodes and Emotions”, New York: Guilford Press, 1993, hal. 381-403.
- ^ Frijda, (Inggris)Moods, Emotion Episodes and Emotions," hal. 381.
- ^ a b c d Ekman, P. (Inggris)“The Nature of Emotion”, Oxford, UK: Oxford University Press, 1994.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.311-315
- ^ a b Watson, D. (Inggris)”Development and Validation of Brief Measures of Positive and Negative Effect", Jurnal Kepribadian dan Priskologi Sosial, 1988, hal. 1063-1070
- ^ Ben-Ze'ev, A. The Subtlety of Emotions, Cambridge: MIT Press, 2000, hal. 94
- ^ Larsen, R. J. (Inggris)"Affect Intensity as an Individual Difference Characteristic: A Review," Journal of Research in Personality 21, 1987, hal. 1-39
- ^ Watson, D. Mood and Temperament, New York: Guilford Publications, 2000, hal. 1-10
- ^ Fuller, J. A. "A Lengthy Look at the Daily Grind," Journal of Applied Psychology 88, no. 6, Desember 2003, hal. 1019-1033
- ^ Isen, A. M. (Inggris)"Positive Affect as a Source of Human Strength," The Psychology of Human Strength, Washington DC: American Psychological Association, 2003, hal. 179-195
- ^ Lavidor, M. (Inggris)"How Sleep is Related to Fatigue," British Journal of Health Psychology 8, 2003, hal. 95-105.
- ^ Miller, E. K. (Inggris)"An Integrative Theory of Prefrontal Cortex Function," Annual Review of Neuroscience, 24, 2001, hal. 167-202.
- ^ Ketchum, Dan. "The Effects of Sports on Emotional Health". Healthy Living (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Oktober 2022.
- ^ a b c Deaux, K. (Inggris)"Sex Differences," Annual Review of Psychology, vol. 26, Palo Alto: Annual Review, 1985, hal. 48-82
- ^ a b Shiota, Michelle N.; Kalat, James W. (2012). Emotion (edisi ke-2). Belmont, CA: Wadsworth, Cengage Learning. hlm. 136. ISBN 0-495-91288-3. OCLC 694060554.
- ^ Gross, James J (2014). "Emotion regulation: Conceptual and empirical foundations". Handbook of emotion regulation. Edited by James J. Gross (edisi ke-2). New York, NY: The Guildford. hlm. 6. ISBN 978-1-4625-1256-0. OCLC 865335065.
- ^ a b c d Ekman, p. (Inggris)"Smiles When Lying," Basic and Applied Studies of Spontaneous Expression, London: Oxford University Press, 1997, hal 201-216