Lompat ke isi

Bambu ampel

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bambu aur)

Bambu ampel
Bambu ampel, Bambusa vulgaris
dari Cihideung Hilir, Ciampea, Bogor
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Bambusa
Spesies:
B. vulgaris
Nama binomial
Bambusa vulgaris
Sinonim

sinonim selengkapnya pada The Plant List.[5]

Bambu ampel atau bambu aur[6] (Bambusa vulgaris) adalah sejenis bambu [butuh rujukan]yang ditanam oleh orang-orang, baik di Indonesia maupun di bagian lain dunia, di wilayah tropis dan subtropis. Meskipun kurang tahan terhadap serangan kumbang bubuk[7], bambu ampel menyediakan banyak kegunaan yang lain selain bahan bangunan, termasuk pula sebagai bahan baku kertas dan sayuran dari rebungnya.

Varietas yang berwarna kuning bergaris hijau (Bambusa vulgaris var. striata) dikenal sebagai bambu kuning atau bambu gading dan dimanfaatkan sebagai tanaman hias, tanda batas pekarangan, serta bahan obat tradisional. Beberapa sebutan dalam bahasa lain meliputi awi ampel, awi haur, awi haur geulis, awi haur koneng (Sd.); pring ampel, pring ampel kuning, pring gadhing, jajang ampel, jajang gadhing (Jw.); pĕrréng ampél, pĕrréng ghadhing (Md.); tiying ampel, tiying hampyal, tiying puling (Bl.); tĕréng dèndèng (Sas.), dan lain-lain.[8] Dalam bahasa Inggris ia disebut common bamboo atau clumping bamboo.[9]

Pengenalan

[sunting | sunting sumber]
Rebung dan buluh muda

Bambu ampel dikenal dengan tumbuhnya yang merumpun dan tidak terlalu rapat; rimpangnya bercabang simpodial. Rebung berwarna kuning atau hijau, tertutup oleh bulu-bulu miang cokelat hingga hitam. Buluhnya tegak, mencapai tinggi 10—20 m, lurus atau agak berbuku-buku, ujungnya melengkung; mulai bercabang lk. 1,5 m di atas tanah, kadang-kadang juga lebih ke bawah, 2—5 cabang pada satu buku, salah satunya lebih besar daripada cabang-cabang yang lain. Panjang ruas 20—45 cm dan garis tengahnya 4—10 cm, tebal dinding buluh lk. 7—15 mm; hijau mengilap, kuning atau kuning dengan garis-garis hijau, dengan bulu-bulu miang yang rebah melekat dan berwarna gelap, serta dengan lapisan lilin keputihan ketika muda; buku-bukunya miring, sedikit menonjol, buku yang bawah dengan akar udara.[10][11]

Percabangan

Pelepah buluh mudah rontok; bentuk segitiga lebar, lk. 15—45 × 20 cm, yang atas lebih panjang, hijau akhirnya kuning jerami; sisi luarnya tertutup oleh miang berwarna hitam, tepinya berambut. Daun pelepah buluh tegak, menyegitiga lebar, 4—5 × 5—6 cm, sedikit menyempit pada dasarnya, meluncip kaku ujungnya, berambut di kedua sisinya dan di sepanjang tepi bawahnya. Kuping pelepah relatif besar, membundar lonjong dan menyerong ke luar, panjang 0,5—2 cm, dengan bulu-bulu kejur cokelat pucat 3—8 mm pada tepinya; ligula (lidah-lidah) agak menggerigi, tinggi 3 mm, lokos.[10][11]

Daun pada ranting berbentuk lanset, 6—30 × 1—4 cm, lokos; kuping pelepah kecil dan membulat, tinggi 0,5—1,5 mm, dengan sedikit bulu kejur sepanjang 1–3 mm; ligula hampir rata, tinggi lk. 0,5—1,5 mm, lokos.[11]

Pelepah dan pangkal dedaunan

Perbungaan berupa malai biasanya pada ranting atau buluh yang tak berdaun, atau pada buluh berdaun kecil, dengan kelompok-kelompok kecil spikelet pada masing masing bukunya, terpisah sejarak 2—6 cm. Spikelet bentuk bulat telur sempit, 12—19(-35) × 4—5 mm, memipih di sisinya, terdiri dari 5—10 floret yang sempurna dan satu floret ujung.[11]

Agihan dan ekologi

[sunting | sunting sumber]
Pelepah buluh

Bambu ampel tersebar luas di wilayah tropis di dunia: Asia, Afrika, Amerika, dan Pasifik serta Australia. Di Asia, bambu ini juga menyebar hingga ke sejumlah wilayah subtropis di Tiongkok maupun daerah-daerah lain di Asia Timur.[12] Asal usul bambu ampel kemungkinan dari wilayah Asia tropis; di Asia Tenggara jenis ini diketahui sebagai jenis yang terbanyak ditanam orang di desa-desa, di tepi sungai, dan juga di perkotaan sebagai tanaman hias.[11]

Bambu ampel menyukai wilayah dataran rendah yang panas dan lembap dan dapat tumbuh hingga ketinggian 1.200 m dpl., namun pertumbuhannya mengerdil di atas 1.000 m dpl. Di tempat-tempat dengan musim kering yang kuat, bambu ini dapat tumbuh pula meskipun sering kali meranggas. Di Asia Tenggara, bambu ampel sering didapati tumbuh liar di pinggiran sungai, tepi jalan, area yang terbengkalai, dan tempat-tempat terbuka. Di Malaya, bambu ini tumbuh baik di tanah-tanah miskin bekas tambang timah.[11]

var. striata

Walaupun buluhnya tak begitu lurus, bambu ampel adalah yang terbanyak dipakai di antara aneka jenis bambu untuk memenuhi berbagai keperluan:[11] tiang layar, tiang bendera, kemudi, semah-semah perahu;[4] pikulan, penopang, dan pagar; dan juga untuk kasau dan tiang rumah, meskipun bambu ini kurang tahan akan serangan kumbang bubuk dan hanya dipakai untuk bahan bangunan jikalau bahan lain yang lebih baik tak tersedia.[8] Di Papua, buluhnya dipakai untuk membuat sisir tradisional dan koteka.[11]

Bambu ini juga banyak dipakai dalam industri furnitur, dan dari buluhnya dihasilkan bubur kayu (pulp) yang baik untuk membuat kertas.[11]

Rebungnya dimakan orang sebagai sayuran.[8] Air rebusan rebung bambu kuning dipakai untuk mengobati hepatitis.[11]

Anak jenis

[sunting | sunting sumber]
var. wamin

Diketahui ada tiga macam varietas Bambusa vulgaris:[10][11]

  • B. vulgaris var. vulgaris, dengan buluh berwarna hijau mengkilap dan umum dikenal sebagai bambu ampel
  • B. vulgaris var. striata, dengan buluh berwarna kuning, atau kuning bergaris hijau, dikenal sebagai bambu kuning atau bambu gading
  • B. vulgaris var. wamin, dengan buluh beruas pendek dan menggembung, dikenal sebagai bambu wamin

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Bambusa vulgaris". NatureServe Explorer. NatureServe. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-13. Diakses tanggal 2011-06-11. 
  2. ^  Bambusa vulgaris was first described and published in Collectio Plantarum 2: 26, pl. 47. 1808. "Name - !Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C.Wendl." Tropicos. Saint Louis, Missouri: Missouri Botanical Garden. Diakses tanggal June 17, 2011. 
  3. ^ Wendland, J.C. 1808. Collectio plantarum tam exoticarum, quam indigenarum, cum delineatione, descriptione culturaque earum, vol. 2: 26, vol. 3: pl. 47. Hannover :Zu haben bei dem Verfasser und in Commission bei den Gebrüdern Hahn, [1808-(1819)].
  4. ^ a b Rumpf, G.E. 1743. Herbarium Amboinense: plurimas conplectens arbores, frutices, ... Pars IV: 16, Tab. 4. Amstelaedami :apud Franciscum Changuion, Hermannum Uttwerf. MDCCXLIII.
  5. ^ The Plant List: Bambusa vulgaris Schrad. ex Wendl.
  6. ^ KBBI daring: aur
  7. ^ Febrianto, Fauzi; Gumilang, Adiyantara; Maulana, Sena; Busyra, Imam; Purwaningsih, Agustina (2014). "Natural Durability of Five Bamboo Species Against Termites and Powder Post Beetle". Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis (dalam bahasa Inggris). 12 (2): 146–156. doi:10.51850/jitkt.v12i2.70.g67. ISSN 2656-0178. 
  8. ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 337-8. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda -1922- I: 279-80.)
  9. ^ Plantamor: Bambu ampel
  10. ^ a b c Widjaja, E.A. 2001. Identikit jenis-jenis bambu di Jawa: 35-6. L.f. 9. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.
  11. ^ a b c d e f g h i j k Widjaja, E.A. 1995. "Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland". Diarsipkan 2016-08-28 di Wayback Machine. in Soejatmi Dransfield & E.A. Widjaja (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 7 Bamboos: 74=8. Bogor:PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation. [Internet] Record from Proseabase. Accessed 19-Apr-2016
  12. ^ GrassBase: Bambusa vulgaris

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]