Lompat ke isi

Bentuk mengikuti fungsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bentuk Mengikuti Fungsi)

Bentuk mengikuti fungsi adalah prinsip desain yang berkaitan dengan arsitektur akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 serta desain industri secara umum. Prinsip ini menyatakan bahwa bentuk suatu bangunan atau objek harus berkaitan dengan fungsi atau tujuannya.[1]

Asal-usul istilah

[sunting | sunting sumber]

Arsitek Louis Sullivan menciptakan pepatah yang merangkum teori Viollet-le-Duc: "Sebuah struktur dirancang secara rasional mungkin tidak selalu indah, tetapi tidak ada bangunan yang bisa indah tanpa struktur yang dirancang secara rasional." Pepatah ini sering kali keliru dikaitkan dengan pematung Horatio Greenough (1805-1852), yang pemikirannya sebagian besar mendahului pendekatan fungsionalis terhadap arsitektur. Tulisan-tulisan Greenough sempat terlupakan dan baru ditemukan kembali tahun 1930-an. Pada tahun 1947, kumpulan esainya diterbitkan dalam buku Form and Functino: Remarks on Art karya Horatio Greenhough. Rumusan paling awal dari gagasan "dalam arsitektur, hanya yang memiliki fungsi jelas yang harus terlihat" sebenarnya tidak berasal dari seorang arsitek, tetapi dari seorang biarawan Carlo Lodoli (1690-1761), yang menyatakan istilah tersebut terinspirasi oleh pemikiran positivis (kata-kata Lodoli diterbitkan oleh muridnya, Francesco Algarotti, pada tahun 1757).

Louis Sullivan adalah rekan senegara Greenough yang jauh lebih muda dan mengagumi para pemikir rasionalis seperti Thoreau, Emerson, Whitman, dan Melville, serta Greenhough sendiri. Pada tahun 1896, Sullivan menciptakan istilah ini dalam sebuah artikel yang berjudul The Tall Office Building Artistically Considered,[2] meskipun ia kemudian menghubungkan gagasan inti tersebut dengan arsitek, insinyur, dan penulis Romawi Marcus Vitruvius Pollio, yang pertama kali menegaskan dalam bukunya De Architectura bahwa sebuah buku harus memiliki tiga kualitas: firmitas (kuat), utilitas (berguna), dan venustas (indah). Sullivan sebenarnya menulis bahwa "form ever follows function," tetapi versi lebih sederhana dan kurang tegas lebih banyak diingat. Bagi Sullivan, ini adalah kebijaksanaan yang disaring, sebuah kredo estetika, satu-satunya "aturan yang tidak boleh memiliki pengecualian". Kutipan lengkapnya adalah sebagai berikut:[2]

Baik itu elang yang melayang dalam penerbangannya, bunga apel yang mekar, kuda pekerja yang berjuang, angsa yang riang, pohon ek yang bercabang, sungai yang berliku di dasarnya, awan yang melayang, dan matahari yang terus melaju di atas segalanya, bentuk selalu mengikuti fungsi, dan inilah hukumnya. Jika fungsi tidak berubah, bentuk pun tidak berubah. Batu-batu granit, bukit-bukit yang selalu menjulang, tetap bertahan selama berabad-abad; kilat hidup, membentuk wujud, dan mati dalam sekejap mata. Itulah hukum yang meresap dalam segala sesuatu yang organik maupun anorganik, dalam segala sesuatu yang fisik maupun metafisik, dalam segala sesuatu yang manusiawi maupun yang supramanusiawi, dalam segala perwujudan sejati kepala, hati, jiwa, bahwa kehidupan dapat dikenali dalam ekspresinya, bahwa bentuk senantiasa mengikuti fungsi.Ini hukumnya.

Sullivan mengembangkan bentuk gedung pencakar langit baja tinggi pada akhir abad ke-19 di Chicago, pada saat di mana teknologi, selera, dan kekuatan ekonomi bertemu dan membuatnya perlu untuk memutuskan dengan gaya yang sudah mapan. Jika bentuk bangunan tidak akan dipilih dari buku pola lama, maka sesuatu harus menentukan bentuknya, dan menurut Sullivan, itu akan ditentukan oleh tujuan bangunan tersebut. Dengan demikian, "bentuk mengikuti fungsi", berbeda dengan "bentuk mengikuti preseden". Asisten Sullivan, Frank Lloyd Wright, mengadopsi dan mengajarkan prinsip yang sama dalam bentuk yang sedikit berbeda.

Perdebatan tentang fungsionalitas ornamen

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1910, arsitek Austria, Adolf Loos, memberikan kuliah berjudul "Ornament and Crime" sebagai reaksi terhadap ornamen yang rumit yang digunakan oleh para arsitek dari aliran Vienna Secession. Para modernis mengadopsi argumen moralistik Loos serta pepatah Sullivan. Loos pernah bekerja sebagai tukang kayu di Amerika Serikat. Ia merayakan sistem perpipaan yang efisien dan artefak industri seperti silo jagung dan menara air baja sebagai contoh desain fungsional.[3]

Penerapan dalam berbagai bidang

[sunting | sunting sumber]

Arsitektur

[sunting | sunting sumber]

Frasa "form (ever) follows function" menjadi seruan perang para arsitek Modernis setelah tahun 1930-an. Kredo tersebut dianggap menyiratkan bahwa elemen dekoratif, yang oleh para arsitek disebut "ornamen", tidak diperlukan dalam bangunan modern. Frasa tersebut dapat diterapkan dengan baik dalam desain dengan mengajukan pertanyaan, "Apakah ini berfungsi?"[4] Desain dalam arsitektur yang mengusung mantra ini mengikuti fungsi dan tujuan bangunan tersebut. Misalnya, rumah keluarga akan dirancang sekitar interaksi sosial dan kehidupan keluarga. Desainnya akan penuh tujuan, tanpa hiasan yang tidak berguna. Keindahan sebuah bangunan berasal dari fungsi yang dilayaninya, bukan dari desain visualnya. Salah satu tujuan para Modernis setelah Perang Dunia II adalah untuk meningkatkan kondisi hidup masyarakat luas. Banyak orang di seluruh dunia hidup dalam kondisi yang kurang ideal, diperburuk oleh perang. Para Modernis berusaha membawa orang-orang ini ke ruang yang lebih layak huni dan manusiawi, yang meskipun tidak indah secara konvensional, sangat fungsional. Akibatnya, arsitektur yang mengusung "form follows function" menjadi simbol harapan dan kemajuan.[5]

Meskipun menciptakan istilah tersebut, Louis Sullivan sendiri tidak berpikir atau merancang dengan cara seperti itu pada puncak karirnya. Bahkan, meskipun bangunan-bangunannya bisa sederhana dan segar dalam bentuk utamanya, ia sering kali menonjolkan permukaan polosnya dengan ledakan dekorasi Art Nouveau dan Celtic Revival yang mewah, biasanya dibuat dari besi atau terakota, dan berkisar dari bentuk organik seperti tanaman merambat dan ivy, hingga bentuk yang lebih geometris, dan jalinan yang terinspirasi oleh warisan desain Irlandianya. Mungkin contoh yang paling terkenal adalah karya besi hijau yang menggeliat yang menutupi kanopi pintu masuk Carson, Pirie, Scott and Company Building di South State Street, Chicago. Ornamen-ornamen ini, yang sering dieksekusi oleh draftsperson muda berbakat yang bekerja dengan Sullivan, akhirnya menjadi ciri khas Sullivan bagi para pelajar arsitektur, ornamen ini adalah tanda tangan yang langsung dikenali darinya.

Desain mobil

[sunting | sunting sumber]

Jika desain sebuah mobil sesuai dengan fungsinya—misalnya, bentuk Fiat Multipla, yang sebagiannya disebabkan oleh keinginan untuk menampung enam orang dalam dua baris—maka bentuknya dikatakan mengikuti fungsinya.[6]

Desain produk

[sunting | sunting sumber]

Salah satu episode dalam sejarah konflik yang melekat antara desain fungsional dan tuntutan pasar terjadi pada tahun 1935, setelah diperkenalkannya Chrysler Airflow yang ramping, ketika industri mobil Amerika sementara menghentikan upaya untuk memperkenalkan bentuk aerodinamis optimal dalam produksi massal. Beberapa pembuat mobil berpikir bahwa efisiensi aerodinamis akan menghasilkan satu bentuk bodi mobil yang optimal, yaitu bentuk "air mata", yang tidak akan menguntungkan untuk penjualan unit. General Motors mengadopsi dua posisi berbeda tentang perampingan, satu untuk komunitas teknik internalnya, dan satu lagi untuk pelanggannya. Seperti perubahan model tahunan, gaya aerodinamis yang disebut-sebut sering kali tidak memiliki arti dalam hal kinerja teknis. Selanjutnya, koefisien hambatan telah menjadi alat pemasaran dan cara untuk meningkatkan daya jual mobil dengan mengurangi konsumsi bahan bakarnya sedikit, dan meningkatkan kecepatan puncaknya dengan signifikan.

Para desainer industri Amerika pada tahun 1930-an dan 1940-an seperti Raymond Loewy, Norman Bel Geddes, dan Henry Dreyfuss bergumul dengan kontradiksi yang melekat dari prinsip "form follows function" ketika mereka merancang ulang blender, lokomotif, dan mesin duplikat untuk konsumsi pasar massal. Loewy merumuskan prinsip "MAYA" (Most Advanced Yet Acceptable) untuk menyatakan bahwa desain produk dibatasi oleh kendala fungsional dari matematika, material, dan logika, namun penerimaannya dibatasi oleh harapan sosial. Saran Loewy adalah bahwa untuk teknologi yang sangat baru, produk tersebut harus dibuat semudah mungkin untuk dikenali, namun untuk teknologi yang sudah dikenal, produk tersebut harus dibuat mengejutkan.

Victor Papanek (1923–1998) adalah seorang desainer dan filsuf desain berpengaruh abad ke-20 yang mengajar dan menulis sebagai pendukung "bentuk mengikuti fungsi".

Dengan menerapkan "bentuk mengikuti fungsi" secara jujur, desainer industri berpotensi membuat klien mereka gulung tikar. Beberapa objek sederhana yang hanya memiliki satu fungsi seperti obeng, pensil, dan teko mungkin dapat disederhanakan menjadi satu bentuk optimal, sehingga tidak dapat dibedakan dari produk lain. Beberapa objek yang dibuat terlalu tahan lama akan mencegah penjualan pengganti (lihat Keusangan terencana). Dari sudut pandang fungsionalitas, beberapa produk sama sekali tidak diperlukan.

Pendekatan alternatif yang disebut "form leads function" atau "function following form" dimulai dengan desain yang samar, abstrak, atau kurang spesifik. Desain ini, terkadang dibuat menggunakan alat seperti model text-to-image, dapat berfungsi sebagai pemicu untuk menghasilkan ide-ide baru untuk desain produk.[7]

Rekayasa perangkat lunak

[sunting | sunting sumber]

Telah dikemukakan bahwa struktur dan atribut kualitas internal dari artefak perangkat lunak yang berfungsi dan tidak sepele akan mencerminkan, pertama-tama, kebutuhan rekayasa dalam pembangunannya, dengan pengaruh proses yang marginal, jika ada. Ini tidak berarti bahwa proses tidak relevan, tetapi bahwa proses-proses yang kompatibel dengan kebutuhan artefak akan menghasilkan hasil yang serupa.[8]

Prinsip ini juga dapat diterapkan pada arsitektur aplikasi perusahaan dalam bisnis modern, di mana "fungsi" mencakup proses bisnis yang harus didukung oleh arsitektur perusahaan, atau "bentuk". Jika arsitektur menentukan bagaimana bisnis beroperasi, maka bisnis tersebut kemungkinan akan menderita dari ketidakfleksibelan dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan. Arsitektur berbasis layanan memungkinkan seorang arsitek perusahaan untuk menyusun ulang "bentuk" arsitektur untuk memenuhi kebutuhan fungsional bisnis dengan mengadopsi protokol komunikasi berbasis standar yang memungkinkan interoperabilitas. Ini bertentangan dengan hukum Conway, yang menyatakan dari sudut pandang sosial bahwa "bentuk mengikuti organisasi".

Selain itu, desain berbasis domain (domain-driven design) mengemukakan bahwa struktur (arsitektur perangkat lunak, pola desain, implementasi) harus muncul dari kendala domain yang dimodelkan (kebutuhan fungsional).

Meskipun "bentuk" dan "fungsi" mungkin lebih atau kurang merupakan konsep yang eksplisit dan tak berubah bagi banyak doktrin rekayasa, pemrograman metaprogramming dan paradigma pemrograman fungsional sangat cocok untuk mengeksplorasi, mengaburkan, dan membalik esensi dari kedua konsep tersebut.

Gerakan pengembangan perangkat lunak yang tangkas mendukung teknik seperti test-driven development, di mana insinyur mulai dengan unit fungsionalitas minimal yang berorientasi pengguna, membuat tes otomatis untuk hal tersebut, kemudian mengimplementasikan fungsionalitas dan mengulangi proses ini. Hasil dan argumen untuk disiplin ini adalah bahwa struktur atau "bentuk" muncul dari fungsi yang sesungguhnya, dan karena dilakukan secara organik, hal ini membuat proyek lebih mudah beradaptasi dalam jangka panjang, serta memiliki kualitas yang lebih tinggi karena dasar fungsional dari tes otomatis.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hesson, Robert (2024-08-27). "Violletleduc - Architectural Theory". Northern Architecture (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-15. 
  2. ^ a b Sullivan, Louis H. "The tall office building artistically considered". Getty Research Institute. Diakses tanggal 2024-12-15. 
  3. ^ Loos, A. (1908). Ornament and Crime (PDF). Vienna. 
  4. ^ Geddes, Robert (2013). Fit: An Architect's Manifesto (dalam bahasa Inggris). Princeton University Press. ISBN 978-0-691-15575-3. 
  5. ^ Guillén, Mauro F. (2006). The Taylorized Beauty of the Mechanical: Scientific Management and the Rise of Modernist Architecture. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-13847-3. 
  6. ^ "Multipla Designer Shows that Form Follows Function". www.autonews.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-16. 
  7. ^ "How Generative AI Can Augment Human Creativity". Harvard Business Review (dalam bahasa Inggris). 2023-07-01. ISSN 0017-8012. Diakses tanggal 2024-12-16. 
  8. ^ Spinellis, Diomidis (2008-05-10). "A tale of four kernels". Proceedings of the 30th international conference on Software engineering. ICSE '08. New York, NY, USA: Association for Computing Machinery: 381–390. doi:10.1145/1368088.1368140. ISBN 978-1-60558-079-1.