Lompat ke isi

Fathimah binti al-Ahmar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Fatimah binti al-Ahmar)

Faṭimah binti al-Aḥmar adalah seorang sultanah dari Dinasti Nasrid, Kesultanan Granada. Nama lengkapnya adalah Fāṭima binti Muḥammad bin Muḥammad bin Yusuf bin Muḥammad bin Naṣr al-Anṣārīya al-Jazraīya. Ia lahir di Granada pada tahun 659 Hijriah. Fathimah adalah keturunan langsung dari pendiri dinasti Nasrid dan sultan pertama Kesultanan Granada, yaitu Muḥammad I. Ayahnya bernama Muhammad II yang merupakan putra Muhammad I dan juga Sultan Granada kedua. Fathimah merupakan pemimpin yang aktif dalam urusan pengadilan Alhambra. Ia wafat di Granada pada tanggal 7 Zulhijah 749 Hijriah.[1]

Karier Politik

[sunting | sunting sumber]

Fathimah menikah dengan paman dari keluarga ayahnya yang bernama Abū Saʽīd Faraŷ. Setelah pernikahan, ia pindah ke Malaga. Dari pernikahannya, ia memiliki seorang putra yaitu Ismāʽīl I, yang lahir pada tahun 677 Hijriah. Fathimah menjalani kehidupan yang damai selama berada di benteng Malaga, namun tetap terlibat dalam perpolitikan Kesultanan Granada. Pada tahun 708 Hijriah, pemerintahan Muḥammad III diakhiri oleh Nashr. Fathimah kemudian menyusun strategi untuk mengambil alih tahta. Ia memperoleh dukungan dari Merinid dan Kastilia dengan memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat Granada terhadap kebijakan pemerintahan Naṣr dan dukungan gabungan dari penguasa Merinid dan Kastilia. Pada bulan Syawal tahun 713 Hijriah, Fathimah merebut tahta kembali dan putranya yaitu Ismāʽīl I menjadi Sultan Granada.[1]

Setelah putranya memerintah, Fathimah pindah ke Alhambra untuk mendukung pemerintahan. Ia mulai turut serta dalam urusan politik Dinasti Nasrid yang ditentukan oleh pengadilan. Pada tahun 725 Hijriah, Sultan Ismail I dibunuh beserta dengan anak-anaknya yang tertua. Pewaris yang tersisa hanya cucunya yang masih belia bernama Muhammad IV. Fathimah kemudian mengambil alih tahta Kesultanan Granada dan menjadi sultanah. Pada masa pemerintahannya, ia menyingkirkan semua pejabat pemerintahan yang berusaha mengambil alih tahta. Pada tahun 733 Hijriah, Muḥammad IV terbunuh dan hanya memiliki seorang pewaris bernama Yūsuf I. Fathimah tetap menjadi penguasa tertinggi hingga akhirnya ia meninggal pada tanggal 7 Zulhijah tahun 749 Hijriah di Granada. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga Dinasti Nasrid, Alhambra.[1]

Faṭhimah menjadi sultanah pertama dalam sejarah dinasti Nasrid. Ia memiliki kemampuan di bidang politik, seni, medis dan filsafat. Kemampuannya ini mempengaruhi pola budaya pada masa pemerintahan Yusuf I dalam Kesultanan Granada. Pemerintahan menyediakan berbagai keperluan yang berkaitan dengan filsafat, seni dan medis.[2] Selain itu, Faṭhimah juga mengungkap berbagai konspirasi dan persaingan politik di Kesultanan Granada selama mengurus pemerintahan di pengadilan Alhambra.[3]

Kehidupan pribadi

[sunting | sunting sumber]

Faṭhimah memiliki kepedulian akan pengetahuan. Pribadi Faṭhimah ini dipengaruhi oleh ayahnya, Muḥammad II. Ia belajar menulis kaligrafi dan menyusun ayat-ayat Al-Qur'an ke dalam topik-topik tertentu. Selain itu, ia juga belajar kepada para dokter, astronom, filsuf, penulis dan penyair yang hidup di masanya. Faṭhimah juga mempelajari sejarah kehidupan para guru dan ulama.[4]

Pada saat kematian Ismail, Fatima adalah sosok yang sangat berpengaruh di istana dan dia membantu mengamankan promosi cucunya, Muhammad IV, putra Ismail. Karena Muhammad baru berusia sepuluh tahun, Fatima, dan seorang wali bernama Abu Nuaym Ridwan, menjabat sebagai guru dan semacam wali sultan muda.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c "Fatima bint al-Ahmar | Real Academia de la Historia". dbe.rah.es. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-22. Diakses tanggal 2020-07-19. 
  2. ^ "Granada tiene nombre de mujer". GranadaDigital (dalam bahasa Spanyol). 2020-03-07. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-04. Diakses tanggal 2020-07-19. 
  3. ^ Cortés, Valme (2013-05-04). "Desconocidas en la Alhambra". El País (dalam bahasa Spanyol). ISSN 1134-6582. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-03. Diakses tanggal 2020-07-19. 
  4. ^ Barbara Boloix Gallardo (2016), hlm. 269-300"La gran inclinación hacia la cultura de su padre, Muḥammad II (quien no por menos se ganó el apodo de al-faqīh, el alfaquí) debió de ejercer una gran infl uencia en las inquietudes intelectuales de esta mujer. Sabemos por Ibn al-Jaṭīb que este emir se caracterizó por tener buena letra, escribir bellos tawqíes, distinguir a los sabios –tales como médicos, astrónomos, fi lósofos, escritores y poetas y el componer versos y gran número de sales y donaires ingeniosos. (...).Fāṭima, por su parte, se consagró al cultivo de la ciencia de los barnāmaŷ o repertorios bio-bibliográfi cos de maestros y ulemas (...)."

Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Gallardo, Barbara Boloix (Juni 2016). "Mujer y Poder En El Reion Nazari de Granada: Fatima bint Al-Ahmar, La Perla Central Del Collar de La Dinastia (Siglo XIV)". Anuario de Estudios Medievales. 46 (1): 269–300.