Lompat ke isi

Besi(III)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Fe(3))
Ferioksida, umumnya, meski tidak persis, disebut sebagai karat.

Dalam kimia, besi(III) mengacu pada unsur besi dalam keadaan oksidasi +3. Dalam senyawa ionik (garam), atom seperti itu dapat muncul sebagai kation (ion positif) terpisah yang dilambangkan dengan Fe3+.

Kata sifat feri atau awalan feri- sering digunakan untuk menentukan senyawa tertentu — seperti dalam "feriklorida" untuk besi(III) klorida, FeCl
3
. Kata sifat "fero" digunakan untuk garam besi(II), yang mengandung kation Fe2+. Kata feri berasal dari kata Latin ferrum yang berarti besi.

Pusat besi(III) juga dapat muncul sebagai kompleks koordinasi, seperti dalam anion ferioksalat, [Fe(C
2
O
4
)
3
]3−, di mana tiga ion oksalat bidentat mengelilingi pusat logam; atau, dalam senyawa organologam, seperti kation ferosenium [Fe(C
2
H
5
)
2
]+, di mana dua anion siklopentadienil terikat pada pusat FeIII.

Besi hampir selalu dijumpai pada keadaan oksidasi 0 (seperti pada logam besi), +2, atau +3. Besi(III) biasanya merupakan bentuk yang paling stabil di udara, seperti yang diilustrasikan oleh karat yang menyebar, bahan yang mengandung besi(III) yang tak larut.

Besi(III) dan kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Semua bentuk kehidupan yang diketahui membutuhkan zat besi.[1] Banyak protein pada makhluk hidup mengandung ion besi(III) yang terikat; mereka adalah subkelas penting dari metaloprotein. Contohnya ialah hemoglobin, feredoksin, dan sitokrom.

Hampir semua organisme hidup, dari bakteri hingga manusia, menyimpan besi sebagai kristal besi(III) oksida hidroksida mikroskopis (berdiameter 3 hingga 8 nm), di dalam selubung protein feritin, yang dapat diperoleh kembali sesuai kebutuhan.[2]

Zat besi yang tidak mencukupi dalam makanan manusia menyebabkan anemia. Hewan dan manusia dapat memperoleh zat besi yang diperlukan dari makanan yang mengandungnya dalam bentuk yang dapat diasimilasi, seperti daging. Organisme lain harus mendapatkan zat besi dari lingkungan. Namun, besi cenderung membentuk besi(III) oksida/hidroksida yang sangat tak larut dalam lingkungan aerobik (teroksigenasi), terutama pada tanah berkapur. Bakteri dan rerumputan dapat tumbuh subur di lingkungan seperti itu dengan mengeluarkan senyawa yang disebut siderofor yang membentuk kompleks larut dengan besi(III), yang dapat diserap kembali ke dalam sel. (Tanaman lain justru mendorong pertumbuhan bakteri tertentu di sekitar akarnya yang mereduksi besi(III) menjadi besi(II) yang lebih mudah larut.)[3]

Pembentukan senyawa besi(III) yang tak larut juga bertanggung jawab atas rendahnya kadar besi dalam air laut, yang seringkali menjadi faktor pembatas pertumbuhan tumbuhan mikroskopis (fitoplankton) yang menjadi dasar jaring makanan laut.[4]

Diagram Pourbaix besi berair

Ketidaklarutan senyawa besi(III) dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki eutrofikasi (pertumbuhan alga yang berlebihan) di danau yang terkontaminasi akibat kelebihan fosfat terlarut dari limpasan peternakan. Besi(III) bergabung dengan fosfat untuk membentuk besi(III) fosfat yang tak larut, sehingga mengurangi bioavailabilitas fosforus — unsur penting lainnya yang mungkin juga menjadi nutrisi pembatas.[butuh rujukan]

Kimia besi(III)

[sunting | sunting sumber]

Beberapa garam besi(III), seperti klorida FeCl
3
, sulfat Fe
2
(SO
4
)
3
, dan nitrat Fe(NO
3
)
3
dapat larut dalam air. Namun, senyawa lain seperti like oksida Fe
2
O
3
(hematit) dan Besi(III) oksida-hidroksida FeO(OH) sangatlah tak larut, setidaknya pada pH netral, karena struktur polimernya. Oleh karena itu, garam besi(III) yang larut tersebut cenderung terhidrolisis ketika dilarutkan dalam air murni, menghasilkan besi(III) hidroksida Fe(OH)
3
yang segera berubah menjadi polimer oksida-hidroksida melalui proses yang disebut olasi dan mengendap keluar dari larutan. Reaksi tersebut membebaskan ion hidrogen H+ ke dalam larutan, menurunkan pH, hingga tercapai kesetimbangan.[5]

Fe3+ + 2 H
2
O ⇌ FeO(OH) + 3 H+

Akibatnya, larutan pekat garam besi(III) cukup asam. Reduksi yang mudah dari besi(III) menjadi besi(II) memungkinkan garam besi(III) berfungsi juga sebagai oksidator. Larutan besi(III) klorida digunakan untuk mengetsa lembaran plastik berlapis tembaga dalam produksi papan sirkuit cetak.[butuh rujukan]

Perilaku garam besi(III) ini berbeda dengan garam kation yang hidroksidanya lebih mudah larut, seperti natrium klorida NaCl (garam dapur), yang larut dalam air tanpa hidrolisis yang nyata dan tanpa menurunkan pH.[5]

Karat adalah campuran besi(III) oksida dan oksida-hidroksida yang biasanya terbentuk ketika logam besi terkena udara lembap. Berbeda dengan lapisan oksida yang memasivasi yang dibentuk oleh logam lain, seperti kromium dan aluminium, karat mengelupas karena lebih besar daripada logam yang membentuknya. Oleh karena itu, benda besi yang tidak terlindungi lama kelamaan akan berubah menjadi karat seluruhnya.

Besi(III) adalah pusat d5, artinya logam tersebut memiliki lima elektron "valensi" di kulit orbital 3d. Orbital d yang terisi sebagian atau tidak terisi ini dapat menerima berbagai macam ligan untuk membentuk kompleks koordinasi. Jumlah dan jenis ligan dijelaskan oleh teori medan ligan. Biasanya ion feri dikelilingi oleh enam ligan yang tersusun dalam oktahedron; tetapi terkadang tiga dan terkadang hingga tujuh ligan yang teramati.

Berbagai senyawa pengelatan menyebabkan besi oksida-hidroksida (seperti karat) larut bahkan pada pH netral, dengan membentuk kompleks larut dengan ion besi(III) yang lebih stabil daripadanya. Ligan ini termasuk EDTA, yang sering digunakan untuk melarutkan endapan besi atau ditambahkan ke dalam pupuk agar besi dalam tanah tersedia bagi tanaman. Sitrat juga melarutkan ion besi pada pH netral, meskipun kompleksnya kurang stabil dibandingkan EDTA.

Kemagnetan

[sunting | sunting sumber]

Kemagnetan senyawa feri ditentukan terutama oleh lima elektron d, dan ligan yang terhubung pada orbital tersebut.

Dalam analisis anorganik kualitatif, keberadaan ion feri dapat dideteksi dengan pembentukan kompleks tiosianatnya. Penambahan garam tiosianat ke dalam larutan menghasilkan kompleks 1:1 yang sangat merah.[6][7] Reaksi ini sering dipakai pada eksperimen sekolah klasik untuk mendemonstrasikan prinsip Le Chatelier:

[Fe(H
2
O)
6
]3+ + SCN
⇌ [Fe(SCN)(H
2
O)
5
]2+ + H
2
O

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Iron integral to the development of life on Earth – and the possibility of life on other planets". Universitas Oxford. 7 Desember 2021. Diakses tanggal 17 Maret 2023. 
  2. ^ Berg, Jeremy Mark; Lippard, Stephen J. (1994). Principles of bioinorganic chemistry. Sausalito, Calif: University Science Books. ISBN 0-935702-73-3. 
  3. ^ H. Marschner dan V. Römheld (1994): "Strategies of plants for acquisition of iron". Plant and Soil, volume 165, terbitan 2, halaman 261–274. DOI:10.1007/BF00008069
  4. ^ Boyd PW, Watson AJ, Law CS, et al. (Oktober 2000). "A mesoscale phytoplankton bloom in the polar Southern Ocean stimulated by iron fertilization". Nature. 407 (6805): 695–702. Bibcode:2000Natur.407..695B. doi:10.1038/35037500. PMID 11048709. 
  5. ^ a b Earnshaw, A.; Greenwood, N. N. (1997). Chemistry of the elements (edisi ke-2). Oxford: Butterworth-Heinemann. ISBN 0-7506-3365-4. 
  6. ^ Lewin, Seymour A.; Wagner, Roselin Seider (1953). "The nature of iron(III) thiocyanate in solution". Journal of Chemical Education. 30 (9): 445. Bibcode:1953JChEd..30..445L. doi:10.1021/ed030p445. 
  7. ^ Bent, H. E.; French, C. L. (1941). "The Structure of Ferric Thiocyanate and its Dissociation in Aqueous Solution". Journal of the American Chemical Society. 63 (2): 568–572. doi:10.1021/ja01847a059.