Lompat ke isi

Kali (dewi)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kāli)
Kali
Dewa Hindu
Dewi Penghacur Keburukan
Ejaan Dewanagariकाली
Ejaan IASTKālī
GolonganDewi
SenjataTrisula; Sabit; Pedang; Cakram
WahanaSerigala
PasanganSiwa
MantraOm Kreem Kalikayai Namah

Dalam mitologi Hindu, Kali atau Kālī adalah perwujudan sakti dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Ia dikenal dengan penampilannya yang khas: kulit hitam legam, wajah yang menakutkan dengan lidah terjulur, serta kalung tengkorak di leher atau kakinya. Simbolisme ini mengandung makna mendalam. Kali merepresentasikan amarah yang kuat, namun juga aspek suci pemusnahan dosa dan kejahatan. Ia adalah ibu pelindung alam semesta, yang melindungi dari malapetaka dan menjaga keseimbangan kosmis. Meskipun penampilannya terkesan menyeramkan, Kali juga dipandang sebagai simbol kekuatan dan keberanian.

Dewi Kali, dengan kalung tengkorak yang melingkar di lehernya, adalah personifikasi kematian itu sendiri. Wajahnya yang mengerikan, dengan mata melotot dan lidah terjulur, adalah simbol bahwa maut tidak mengenal ampun. Namun, di balik rupa yang menakutkan itu, terdapat kekuatan yang maha dahsyat. Bersama Dewa Siwa, Kali menjalankan roda waktu, menghancurkan apa yang usang dan membuka jalan bagi kehidupan baru. Ia adalah penumpas kejahatan, pelindung dari segala malapetaka dan gangguan roh jahat. Umat Hindu menghormati Kali sebagai dewi yang kuat dan berani, dan meyakini bahwa amarahnya akan menimpa siapa pun yang tidak menghormatinya. Dalam ajaran Weda, Kali juga merupakan simbol kekuatan feminin yang laten (tersembunyi), yang bersemayam dalam diri setiap wanita.

Dewi Kali, dengan segala keagungannya, adalah perwujudan tak terpisahkan dari Adi Shakti Parashakti, ibu kosmik, ibu alam semesta yang merupakan sumber segala penciptaan. Ia adalah manifestasi tertinggi dari kekuatan ilahi, melampaui segala bentuk dan rupa. Dalam beberapa tradisi Hindu, Kali dipandang sebagai puncak dari evolusi Dewi Parwati, setelah melalui berbagai wujud seperti Lalita Tripura Sundari, Shailaputri, Kushmanda, dan Kaalratri. Namun, dalam tradisi lain seperti Hindu India Selatan atau Tamil, Dewi Mariamman dianggap sebagai manifestasi tertinggi dari Adi Shakti, dengan manifestasi lainnya seperti Rajarajeshwari, Meenakshi, dan Sandhyamman yang juga memiliki peran penting. Keberagaman ini mencerminkan betapa luas dan dalamnya pemahaman tentang Adi Shakti dan manifestasinya dalam berbagai tradisi Hindu.

Kisah Parwati Dan Mahakali

[sunting | sunting sumber]

Dewi Parwati, yang dikenal sebagai sosok wanita yang lembut, penuh kasih sayang, dan keibuan, ternyata juga tidak luput dari pengaruh budaya patriarki yang membuatnya meyakini superioritas kaum pria. Namun, Siwa, sang suami tercinta, menentang keyakinan tersebut. Dengan bantuan Dewa Wisnu, Siwa memberikan Parwati sebuah pengalaman spiritual yang mendalam, yaitu penglihatan tentang Mahakali, dewi perang yang sangat ditakuti. Penglihatan ini muncul ketika para dewa mengalami kekalahan pahit dalam perang melawan iblis dan terusir dari kediaman mereka di surga. Dalam keputusasaan, mereka mencari perlindungan kepada Siwa dan Parwati di gunung Kailash, berharap mendapatkan bantuan dan perlindungan.

Shumbha dan Nishumbha, pemimpin iblis yang angkuh, tidak terima dengan perlindungan Siwa dan Parwati terhadap para dewa. Ia mengirim utusan untuk menyatakan perang, namun kecantikan Parwati yang luar biasa membuat mereka kehilangan kata-kata dan kembali dengan pujian. Shumbha dan Nishumbha, pun merasa penasaran dan tertarik dengan cerita tentang Parwati.

Sementara itu, Siwa, memberitahu Parwati dan para dewa bahwa hanya seorang wanita yang dapat membunuh kedua iblis itu karena anugerah surgawi yang mereka miliki dan mungkin hanya Parwatilah yang dapat menjalankan tugas ini. Para dewa merasa tidak yakin dengan Parwati, mereka mengatakan bahwa tidak pantas bagi iblis untuk memiliki keuntungan yang begitu besar, karena tidak ada wanita yang cukup kuat untuk melawan mereka. Parwati tetap tenang dan tidak menanggapi, tetapi Siwa, yang merasa tertantang, bertekad untuk membuktikan bahwa pendapat para dewa salah.

Di tempat para Iblis, Shumbha merasa tergiur untuk menikahi Parwati, ia pun mengirim kembali utusannya untuk menuju ke Gunung Kailash dan melamar Parwati. Utusan iblis itu pun datang kembali dengan tawaran Shumbha, jika Parwati menikah dengannya, ia akan berhenti menyerang para dewa. Para dewa marah dan mengancam utusan itu, tetapi Parwati menghentikan mereka. Ia menolak tawaran Shumbha dan memperingatkan utusan itu untuk tidak menghina wanita. Kemudian, ia menyuruh utusan itu pergi.

Dengan hati yang terluka, Parwati berbicara dengan lantang kepada suaminya, Dewa Siwa dan para Dewa yang hadir tentang perlakuan buruk yang ia terima.

"Mengapa wanita selalu bergantung pada pria untuk menyelesaikan masalah mereka? Wanita harus belajar untuk memperjuangkan hak-hak mereka sendiri."

Kemudian, Siwa menyampaikan pesan dalam bahasa simbolis yang sangat penting artinya bagi Parwati.

"Saat keraguan dan ketakutan sirna dari kalbunya, seorang wanita akan menjelma menjadi 'Shankar',Sang Pencipta, dengan kekuatan yang berdenyut dalam nadinya, dan siap untuk memulai babak baru takdirnya."

Tiba-tiba, Siwa pergi bersamadhi (meditasi) dan Parwati ditinggalkan sendiri untuk mencerna makna dari kata-katanya. Karena kagum akan kelembutan dan keramahan Parwati, para dewa berjanji untuk senantiasa melindunginya.

Tak terduga, Shumbha mengirim orang kepercayaannya, Dhoomralochan, untuk membawa Parwati ke istananya dengan paksa. Ketika Dhoomralochan menyerbu dengan pasukan yang berjumlah 60.000 orang dan meremehkan kemampuan wanita, Parwati tidak lagi dapat menahan emosinya dan berteriak dengan suara yang sangat nyaring ke angkasa. Gelombang kejut kosmis yang dihasilkan oleh teriakannya seketika itu juga mengubah Dhoomralochan dan seluruh tentaranya menjadi abu.

Momen ini menandai transformasi Parwati menjadi Dewi Mahakali. Para dewi lain, seperti Laksmi dan Saraswati, menyadari perubahan yang terjadi pada Parwati. Shumbha, yang murka, mengirim pasukan iblis untuk menyerang para dewa dan membawa Parwati kepadanya. Dalam pertempuran sengit ini, para dewa dipimpin oleh Dewi Narasimhi, yang penampilannya yang menakutkan membuat mereka salah mengira sebagai perwujudan Parwati. Saat para iblis mulai mengalahkan para dewa, dua komandan iblis, Chanda dan Mundhi, mencoba menculik Dewi Lakshmi. Melihat kengerian ini, Parwati teringat kata-kata Siwa sebelumnya yang telah ia cerna.

"Jika seorang wanita melepaskan keraguan dan ketakutannya, ia akan menjadi Shankar (Tuhan, kekuatan tertinggi) dan akhir ini akan menjadi awal yang baru."

Parwati segera berlari untuk melindungi Dewi Lakshmi, dan saat ia menghadapi para iblis, amarahnya memuncak, mengubahnya menjadi Dewi Kali, sang pejuang.

Parwati, yang sebelumnya dikenal sebagai Gauri yang lemah lembut, kini berubah menjadi Mahakali yang menakutkan. Kulitnya yang putih berubah menjadi biru kehitaman, matanya memancarkan amarah yang membara, rambutnya terurai tak terkendali, dan ia mengenakan kalung tengkorak serta cawat dari lengan iblis yang mengerikan. Dengan pedang di tangan, ia turun ke medan perang, membantai ribuan iblis dengan kejam, termasuk Chand dan Mund, yang membuatnya mendapatkan julukan Chamunda, sang pembunuh iblis.

Dengan suara lantang, ia menyerukan kepada para dewi lain untuk melepaskan belenggu ketakutan mereka dan belajar untuk memperjuangkan hak-hak mereka sendiri. "Setiap kali seorang wanita diperlakukan kurang dari apa yang pantas ia dapatkan. Ia memiliki hak penuh untuk berubah menjadi Kali,Manifestasi kekuatan yang tak terhentikan." Dewi Laksmi, Saraswati, Narasimhi, Aranyani, dan Aindri, yang terinspirasi oleh keberaniannya, bergabung dengannya dalam pertempuran sengit, membantu menghancurkan pasukan iblis yang semakin melemah.

Namun, Shumbha yang putus asa mengirim Rakthabija, iblis yang terkenal karena kemampuannya menciptakan tiruan dirinya dari setiap tetes darah yang tumpah. Setiap kali seorang dewi menyerangnya, Rakthabija baru muncul dari darah yang jatuh ke tanah. Kali, dengan kecerdikannya yang luar biasa, menemukan cara untuk menghentikan siklus ini. Ia menjebak dan menghisap semua darah yang merembes keluar dari tubuh Rakthabija, menghabisinya sepenuhnya dengan senjatanya yang mematikan. Dengan kepala Rakthabija yang terpenggal di tangannya dan darahnya yang ditadah dengan mangkuk tengkorak, Kali mengamuk di medan perang, menebar teror dan kematian di antara pasukan iblis yang tersisa. Tak ada yang bisa menghentikan amarahnya yang membara. Kemarahan Kali yang membara tidak dapat diredam oleh siapa pun, bahkan para dewa pun gemetar ketakutan. Dalam keputusasaan, Dewa Siwa pun terbangun dari samadhinya yang mendalam, dan segera berbaring di hadapan Dewi Kali yang mengamuk. Saat Kali melangkah maju, ia tiba-tiba menyadari bahwa ia telah menginjak tubuh suaminya sendiri, sebuah tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran berat. Karena malu dan bersalah, ia menjulurkan lidahnya sebagai tanda penyesalan yang mendalam.

Patung Dewi Kali yang menunjukan adegan saat menginjak Dewa Siwa

Dengan hati yang hancur, Kali kembali ke wujud aslinya sebagai Parwati. Dewa Siwa dengan penuh kasih sayang menghiburnya dan meyakinkannya bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Namun, Parwati tetap merasa bersalah dan terbebani oleh kenyataan bahwa Dewa Siwa harus mengambil alih situasi dengan cara membiarkan tubuhnya diinjak istrinya sendiri, karena tidak ada Dewa maupun Dewi lain yang cukup kuat untuk menghadapinya. Ia menyadari bahwa ada potensi yang jauh lebih besar dalam dirinya daripada sekadar peran sebagai seorang Dewi biasa.

Parwati memutuskan untuk meninggalkan Kailash dan memulai perjalanan panjang untuk mencari jati dirinya yang sebenarnya. Dalam perjalanannya yang penuh tantangan, ia dipandu oleh Siwa, yang bertindak sebagai guru spiritualnya. Ia bertemu dengan Dewi Sati, inkarnasi dirinya di masa lalu, dan juga bertemu dengan Ambika/Durga, yang merupakan salah satu manifestasi dari dirinya sendiri.

Kisah ini kemudian memperkenalkan berbagai karakter legendaris dari Mitologi Hindu, termasuk Sati yang setia, Bhadrakali yang pemberani, Kartikeya yang gagah berani, Veerabhadra yang perkasa, serta musuh-musuh yang kuat seperti Tarkasura, Bhandasura, Daruka, dan banyak lagi.

Cerita ini berlanjut dengan Parwati yang sepenuhnya menyadari potensi ilahi yang ada dalam dirinya dan bahwa ia adalah Kekuatan Utama (Tuhan). Ia akan menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan kejahatan dan ketidakadilan, termasuk mengalahkan Shumbha dan Nishumbha, serta menegakkan dharma (kebenaran) di dunia.