Lompat ke isi

Keselamatan penerbangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Keamanan penerbangan)
Seorang petugas Air Malta melakukan inspeksi praterbang pada Airbus A320.

Keselamatan penerbangan adalah studi dan praktik pengelolaan risiko dalam penerbangan. Hal ini mencakup pencegahan kecelakaan dan insiden penerbangan melalui riset, edukasi personil perjalanan udara, penumpang, dan masyarakat umum, dan juga desain pesawat udara dan prasarana penerbangan. Industri penerbangan terikat pada regulasi dan pengawasan yang signifikan.

Keamanan penerbangan difokuskan pada perlindungan pelancong udara, pesawat dan prasarana dari kerusakan atau gangguan yang disengaja; daripada kecelakaan yang tidak disengaja.

Statistik

[sunting | sunting sumber]
Fatalitas tahunan[a] sejak tahun 1942, rata-rata per 5 tahun dalam warna merah fatalitas memuncak pada tahun 1972. 1972.[1]
Fatalitas per 1 trilyun kilometer-penumpang berbayar sejak tahun 1970 (fatalitas rata-rata per 5 tahun berjalan)

Pada tahun 1926 dan 1927, terjadi 24 kecelakaan fatal pesawat komersial, selanjutnya 16 kali di tahun 1928, dan 51 kali di tahun 1929 (menewaskan 61 orang), dan tetap merupakan catatan tahun terburuk dengan tingkat kecelakaan sekitar 1 untuk setiap 1.000.000 mil (1.600.000 km) penerbangan.[butuh rujukan] Berdasar jumlah penerbangan saat ini, ini menyamai 7.000 insiden fatal per tahun.

Untuk periode 10 tahun dari 2002 sampai 2011, terjadi 0,6 kecelakaan fatal per satu juta penerbangan di seluruh dunia, 0,4 kali per satu juta jam terbang, 22,0 fatalitas per satu juta penerbangan atau 12,7 per satu juta jam terbang.[2]

Dari total penumpang angkutan udara 310 juta di tahun 1970, berkembang menjadi 3.696 juta penumpang di tahun 2016, dipimpin AS dengan 823 juta, diikuti Cina dengan 488 juta.[3] Tahun 2016, terjadi 19 kecelakaan fatal pesawat udara sipil berkapasitas lebih dari 14 penumpang, dengan 325 fatalitas, tahun teraman kedua sejak 2015 dengan 16 kecelakaan, dan 2013 dengan 265 fatalitas.[4] Untuk pesawat yang lebih berat dari 5,7 ton, terdapat 34,9 juta keberangkatan dan 75 kecelakaan seluruh dunia , 7 di antaranya kecelakaan fatal dengan 182 fatalitas, terendah sejak tahun 2013 : 5,21 fatalitas per satu juta keberangkatan.[5]

Tahun 2017, terjadi 10 kecelakaan fatal pesawat udara, dengan 44 fatalitas isi pesawat dan 35 orang di darat: tahun teraman untuk penerbangan komersial, baik dari jumlah kecelakaan fatal maupun fatalitas.[6] Pada tahun 2019, kecelakaan fatal per satu juta penerbangan menyusut 12 kali lipat sejak tahun 1970, 6,35 menjadi 0,51, dan fatalitas per satu triliun kilometer-penumpang berbayark (RPK) menyusut 81 kali lipat dari 3.218 menjadi 40.[7]

Keselamatan landas pacu mewakili 36% kecelakaan, keselamatan di darat 18% dan kehilangan kendali di udara 16%.[5]

Penyebab utama adalah kesalahan manusia (human error).[butuh rujukan] Keselamatan telah berkembang karena proses desain pesawat rekayasa (engineering) dan perawatan, evolusi alat bantu navigasi, serta protokol dan prosedur keselamatan yang lebih baik.

Komparasi transportasi

[sunting | sunting sumber]

Ada 3 cara utama risiko fatalitas perjalanan dapat diukur: Kematian per satu miliar cara perjalanan kematian per satu milyar jam perjalanan, atau kematian per satu miliar kilometer perjalanan. Tabel berikut ini menunjukkan statistik untuk Inggris Raya 1990–2000. Ingat bahwa keselamatan penerbangan tidak mencakup perjalanan menuju bandara.[8][9]

Jenis Kematian per milyar
Perjalanan Jam km
Bus 4,3 11,1 0,4
Kereta api 20 30 0,6
Van 20 60 1.2
Mobil pribadi 40 130 3,1
Pejalan kaki 40 220 54,2
Air 90 50 2,6
Udara 117 30,8 0,05
Sepeda 170 550 44,6
Sepeda motor 1640 4840 108,9
Paralayang 8850[10][11]
Terjun payung 7500[12] 75000[13]
Pesawat ulang-alik[14] 17000000 70000 6,6

Dua statistik yang pertama dihitung untuk jenis perjalanan dengan masing-masing bentuk angkutan, sehingga mereka tidak dapat langsung digunakan untuk membandingkan risiko yang berhubungan dengan bentuk angkutan yang berbeda pada perjalanan “dari A ke B". Sebagai contoh, menurut statistik suatu jenis penerbangan dari Los Angeles ke New York memiliki faktor risiko yang lebih besar daripada jenis perjalanan menggunakan mobil dari rumah ke kantor. Tetapi perjalanan dengan mobil dari Los Angeles ke New York tidak akan sama. Perjalanan itu akan sebesar beberapa belas kali lipat perjalanan dengan mobil umumnya, dan risiko yang terkait juga akan membesar. Karena perjalanannya akan memakan waktu yang lebih lama, keseluruhan risiko yang terkait akibat melakukan perjalanan ini akan lebih besar daripada melakukan perjalanan melalui udara, bahkan bila setiap jam perjalanan dengan mobil akan lebih kecil risikonya dibandingkan satu jam perjalanan melalui udara.

Itulah sebabnya, penting untuk menggunakan setiap statistik sesuai dengan konteksnya. Bila membahas risiko terkait dengan perjalanan jarak jauh tertentu dari satu kota ke kota lainnya, statistik yang paling sesuai adalah statistik ketiga, hal itu menjadi alasan menyebutkan perjalanan udara merupakan cara paling aman dalam melakukan perjalanan jarak jauh. Namun demikian, bila ketersediaan perjalanan melalui udara menjadi opsi yang membuat perjalanan tidak nyaman, maka argumen ini menjadi kecil artinya.

Asuransi industri penerbangan melakukan perhitungannya berdasar pada statistik kematian per perjalanan (deaths per journey) sedangkan industri penerbangan sendiri, dalam siaran persnya, umumnya menggunakan statistik kematian per kilometer (deaths per kilometre).[15]

Sejak tahun 1997, jumlah kecelakaan fatal penerbangan tidak lebih dari 1 kali per 2.000.000.000 mil-orang yang diterbangi[butuh rujukan](misalnya, 100 orang terbang dengan pesawat untuk jarak 1.000 mil (1.600 km) dihitung sebagai 100.000 mil-orang (person-miles), menjadi sebanding dengan metode transportasi dengan jumlah penumpang yang berbeda, seperti satu orang mengemudikan mobil sejauh 100.000 mil (160.000 km), yang juga berarti 100.000 mil-orang), demikian juga moda transportasi paling aman bila diukur dengan jarak tempuh.

Kematian per satu miliar jam saat melakukan terjun payung yang asumsikan 6 menit terjun (tidak termasuk waktu naiknya pesawat menuju ketinggian). Kematian per satu miliar perjalanan ketika melakukan terjun payung diasumsikan rata-rata penerbangan 15 menit, menjadi 4 penerbangan per jam.[16]

Mingguan The Economist mencatat bahwa perjalanan udara lebih aman dalam jarak yang ditempuh, tetapi kereta api juga sama amannya; dan mobil 4 kali lebih bahaya dalam hal kematian per waktu perjalanan (deaths per time travelled), dan mobil serta kereta api, masing-masing tiga kali dan enam kali lebih aman daripada pesawat udara dalam jumlah perjalanan yang dilakukan.[17]

Karena angka-angka di atas dimaksudkan untuk memberi perspektif keseharian dunia transportasi, perjalanan udara hanya mencakup penerbangan penumpang sipil yang standar, yang tersedia secara komersial bagi masyarakat umum. Penerbangan militer dan penerbangan khusus tidak termasuk di dalamnya.

Amerika Serikat

[sunting | sunting sumber]

Antara tahun 1990 dan 2015, terjadi 1.874 kecelakaan penerbangan komuter dan taxi udara di AS, 454 (24%) adalah fatal, dengan 1.296 kematian, termasuk 674 kecelakaan (36%) dan 279 fatalitas (22%) di Alaska saja.[18]

Jumlah kematian per mil-penumpang pada penerbangan komersial di Amerika Serikat antara tahun 2000 dan 2010 adalah sekitar 0,2 kematian per 10 milyar mil-penumpang (passenger-miles).[19][20] Untuk mengemudi, nilainya adalah 150 per 10 milyar mil-kendaraan (vehicle-miles) di tahun 2000: 750 kali lebih tinggi per milnya daripada terbang dengan pesawat udara komersial.

Tidak terdapat kematian penerbangan pesawat besar berjadwal selama sembilan tahun di Amerika Serikat, di antara kecelakaan pesawat Colgan Air Penerbangan 3407 pada bulan Februari 2009 dan kerusakan mesin yang katastrofik pada pesawat Southwest Airlines Penerbangan 1380 di bulan April 2018.[21]

Aspek lainnya dari keselamatan adalah proteksi dari kerugian yang disengaja atau kerusakan properti, juga dikenal sebagai keamanan (security).

Peristiwa serangan teroris tahun 2001 tidak dianggap sebagai kecelakaan. Namun demikian, bila hal itu dihitung sebagai kecelakaan, akan ditambahkan sebagai satu kematian per satu miliar mil-orang (per billion person-miles). Dua bulan kemudian, pesawat American Airlines Penerbangan 587 jatuh di kota New York, menewaskan 265 orang, termasuk 5 orang di darat, menyebabkan tahun 2001 menunjukkan tingkat fatalitas yang sangat tinggi. Walaupun begitu, tingkatan fatalitas pada tahun itu termasuk serangan teroris (diperkirakan sekitar 4 kematian per satu miliar mil-orang), adalah aman dibandingkan dengan jenis transportasi lainnya bila diukur dari jarak yang ditempuh.

Sebelum Perang Dunia II

[sunting | sunting sumber]

Peralatan listrik atau elektronik pesawat udara paling awal adalah sistem avionik yaitu pilot otomatis, ciptaan Lawrence Sperry, yang diperagakan pada bulan Juni 1914.[22]

Rangkaian pemancar Sistem Jalur Udara Antarbenua dibangun oleh Departemen Perdangan AS di tahun 1923 sebagai penuntun penerbangan pos udara flights.[22]

Gyrocopters dikembangkan oleh Juan de la Cierva untuk menghindari kecelakaan akibat stall dan spin, dan juga menemukan kendali cyclic dan collective yang digunakan pada helikopters.[22] Penerbangan perdana gyrocopter dilakukan pada tanggal 17 Januari 1923.

Pada era 1920-an, undang-undang awal diberlakukan di AS untuk mengatur penerbangan sipil, khususnya Undang undang Niaga Udara tahun 1926 yang mengharuskan: pilot dan pesawat udara diperiksa dan berlisensi, investigasi kecelakaan harus dilakukan dengan benar, serta penetapan peraturan keselamatan, dan alat bantu navigasi, di bawah kendali Bagian Aeronautika dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat.

Jaringan mercusuar udara (aerial lighthouses) ditetapkan di Inggris dan Eropa di era 1920-an dan 1930-an.[23] Pemanfaatan lighthouses berkurang dengan munculnya alat bantu navigasi radio seperti NDB (Non-directional beacon), VOR (VHF omnidirectional ranging) dan DME (distance measuring equipment). Aerial lighthouse terakhir yang beroperasi di Inggris berada puncak kubah di atas bangsal utama RAF College di RAF Cranwell.

Salah satu alat bantu permulaan untuk navigasi udara udara yang diperkenalkan di AS pada akhir era 1920-an adalah

lampu petunjuk pendaratanndara untuk membantu pilot dalam cuaca buruk atau di malam hari. Dari sini ini, pada era 1930-an Indikator Presisi Lintasan Pendekatan Landas Pacu (PAPI) dikembangkan, untuk menunjukkan bagi sudut penurunan ketinggian ke landas pacu bagi pilot . Ini kemudian diadopsi secara internasional melalui standar International Civil Aviation Organization (ICAO).

Jimmy Doolittle mengembangkan Instrument rating dan melakukan penerbangan "buta"nya yang pertama di bulan September 1929. Di Maret 1931 kerusakan pada sayap kayu pesawat ranscontinental & Western Air Fokker F-10 yang membawa Knute Rockne, pelatih tim sepak bola di University of Notre Dame, memperkuat penggunaan kerangka pesawat (airframe) semuanya dari metal dan mengawali sistem investigasi kecelakaan yang lebih formal. . Pada tanggal 4 September 1933, uji terbang pesawat Douglas DC-1 dilakukan dengan salah satu dari kedua mesinnya dimatikan saat melaju tinggal landas naik ke ketinggian 8.000 kaki (2.400 m), dan menyelesaikan penerbangannya, membuktikan keselamatan pesawat yang memiliki dua mesin pesawat. Dengan ketahanan yang lebih besar terhadap petir dan cuaca alat bantu navigasi radio pertama kali digunakan di era 1930-an, seperti oleh Stasiun aeradio Australia) memandu penerbangan transport, dengan suar lampu dan pemancar radio Lorenz yang sudah dimodifikasi (peralatan pendaratan-buta buatan Jerman yang mendahului - sistem pendaratan instrumen - ILS).[22] ILS pertama kali digunakan oleh suatu penerbangan berjadwal untuk melakukan pendaratan dalam badai salju di Pittsburgh, Pennsylvania, tahun 1938, dan suatu bentuk ILS lalu diadopsi oleh ICAO untuk penggunaan secara internasional tahun 1949.


Pasca Perang Dunia II

Ladas pacu yang keras dibangun di seluruh dunia untuk Perang Dunia II untuk menghindari gangguan gelombang dan benda mengambang yang mengganggu pesawat pesawat amfibi (seaplane).[22]

Dikembangkan oleh AS dan diperkenalkan dalam Perang Dunia II, LORAN menggantikan kompas dan navigasi bintang yang kurang andal di perairan, dan bertahan sampai digantikan oleh Sistem Pemosisi Global (GPS).[22]

Antena udara

Antena udara radar sinyal Doppler Beberapa radar udara dapat dimanfaatkan sebagai radar meterorologi.

Setelah dikembangkannya radar dalam Perang Dunia II, radar dimanfaatkan sebagai alat bantu pendaratan bagi penerbangan sipil dalam bentuk sistem pendekatan landas pacu yang dipandu dari darat (GCA) dan kemudian sebagai radar radar pengawas bandara sebagai sarana bantu bagi pengatur lalu lintas udara di era 1950-an.

Sejumlah sistem radar cuaca dapat mendeteksi area-area dengan turbulensi parah.

Sistem radar cuaca modern Intuvue buatan Honeywell memvisualisasikan pola cuaca sampai dengan jarak 300 mil (480 km).

Peralatan pengukur jarak (DME) di tahun 1948 dan stasiun pemancar berfrekuensi tinggi (VOR) menjadi sarana navigasi rute pada era 1960-an, menggantikan radio frekuensi rendah dan suar non-direksional stasiun darat VOR sering ditempatkan bersama pemancar DME dan pilot dapat menetapkan lokasi dan jarak pesawat ke stasiun tersebut.[butuh rujukan]

Dengan munculnya sistem GPS yang diperluas (WAAS), navigasi satelit menjadi cukup akurat untuk menunjukkan ketinggian dan juga posisi, dan makin banyak digunakan untuk pendekatan instrumen (instrument approaches) dan juga sebagai navigasi sepanjang penebangan. Namun demikian, karena konstelasi GPS adalah titik tunggal kegagalan, Sistem Navigasi Inersial (INS) dalam pesawat atau alat bantu navigasi di darat tetap diperlukan sebagai pendukung.

Di tahun 2017, Rockwell Collinsmelaporkan bahwa lebih mahal melakukan sertifikasi daripada mengembangkan suatu sistem, dari 70 perekayasaan dan 25% dari sertifikasi pada tahun-tahun sebelumnya.[24] Rockwell menyerukan harmonisasi global antara otoritas sertifikasi untuk menghindari pengulangan uji rekayasa dan sertifikasi dibanding mengakui persetujuan dan validasi dari otoritas lainnya.[25]

Memberlakukan larangan terbang seluruh kelas pesawat karena kekhawatiran atas keselamatan peralatan adalah sesuatu yang tidak biasa, tetapi ini terjadi terhadap pesawat de Havilland Comet pada tahun1954 setelah kecelakaan berulang akibat kelelahan logam dan kerusakan badan pesawat , pesawat McDonnell Douglas DC-10 di tahun 1979 setelah kecelakaan pesawat American Airlines Penerbangan 191 akibat copotnya mesin pesawat, pesawat Boeing 787 Dreamliner di tahun 2013 setelah mengalami masalah baterai, dan pesawat Boeing 737 MAX di tahun 2019 setelah dua kecelakaan yang sejak semula dikaitkan dengan sistem kendali penerbangan.

Bahaya keselamatan penerbangan

[sunting | sunting sumber]

Suku cadang yang tidak disetujui (Unapproved parts)

[sunting | sunting sumber]

Suku cadang yang diproduksi tanpa persetujuan dari otoritas penerbangan disebut sebagai suku cadang yang “tidak disetujui” ("unapproved"). Suku cadang yang tidak disetujui meliputi barang palsu bermutu rendah, atau yang digunakan melebihi batas waktu, barang yang sebelumnya disetujui tetapi dipergunakan kembali (returned to service) secara tidak benar, barang berlabel yang palsu, kelebihan produksi yang dijual tanpa izin dari yang berwenang, dan barang yang tidak dapat ditelusuri.[26] Suku cadang rusak yang tidak disetujui telah menyebabkan ratusan insiden dan kecelakaan pesawat, beberapa di antaranya fatal, termasuk sekitar 24 kecelakaan pesawat antara tahun 2010 dan 2016.[27][28]

Serpihan benda asing

[sunting | sunting sumber]

Serpihan benda asing di antaranya benda-benda yang tertinggal di dalam struktur pesawat saat pembuatan/perbaikan, serpihan di landas pacu dan benda padat yang ditemui dalam penerbangan (misalnya: hujan es dan debu). Benda-benda tersebut dapat merusak mesin dan bagian lain pesawat udara. Pada tahun 2000, Air France Penerbangan 4590 mengalami kecelakaan setelah menabrak bagian pesawat yang jatuh dari DC-10 Continental Airlines yang sedang tinggal landas.

Informasi yang menyesatkan dan kurangnya informasi

[sunting | sunting sumber]

Pilot yang salah terinformasi oleh dokumen cetak (antara lain: buku petunjuk, peta) bereaksi terhadap instrumen atau indikator yang rusak (di kokpit atau di darat),[29][30] atau mengikuti instruksi yang tidak akurat dari pengendali penerbangan (flight atau ground control) dapat kehilangan kesadaran situasional, atau melakukan kesalahan, dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau nyaris celaka (near miss).[31][32][33][34] Jatuhnya pesawat Air New Zealand Penerbangan 901 diakibatkan menerima dan menginterpretasi koordinat yang tidak tepat, sehingga pilot secara tidak sengaja terbang ke daerah pegunungan.

Kajian Boeing menunjukkan bahwa pesawat penumpang tersambar petir rata-rata dua kali per tahun, pesawat dapat menahan sambaran petir biasa tanpa mengalami kerusakan.

Bahaya dari petir positif (positive lightning) yang lebih kuat belum dipahami hingga hancurnya sebuah pesawat terbang layang tahun 1999. Sejak itulah mulai dibahas kemungkinan petir positif sebagai penyebab jatuhnya pesawat Pan Am Penerbangan 214 di tahun 1963. Pada masa itu, pesawat udara tidak didesain untuk menahan sambaran petir seperti itu karena keberadaannya belum diketahui. Standar yang diberlakukan di AS tahun 1985 saat terjadi kecelakaan pesawat terbang layang, yaitu Advisory Circular AC 20-53A,[35] digantikan dengan Advisory Circular AC 20-53B di tahun 2006.[36] Namun, tidak jelas apakah proteksi yang memadai terhadap petir positif sudah tercantum di dalamnya.[37][38] Efek dari sambaran petir biasa terhadap pesawat berselubung logam dipahami dengan baik dan kerusakan serius akibat sambaran petir pada pesawat udara jarang terjadi. Pesawat Boeing 787 Dreamline yang bagian luarnya adalah polimer yang diperkuat serat karbon tidak mengalami kerusakan saat pengujian sambaran petir.[39]

Es dan salju

[sunting | sunting sumber]
Salju yang menumpuk di saluran masuk pada mesin Rolls-Royce RB211 pada pesawat Boeing 747-400. Salju dan es menghadirkan ancaman unik, dan pesawat udara yang beroperasi pada kondisi cuaca seperti ini sering membutuhkan peralatan pembersih es (de-icing equipment)

Es dan salju dapat menjadi penyebab utama kecelakaan pesawat udara. Di tahun 2005, pesawat Southwest Airlines Penerbangan 1248 tergelincir keluar di ujung landas pacu setelah mendarat pada kondisi bersalju tebal, menewaskan seorang anak kecil di darat.

Bahkan jumlah kecil icing atau embun kasar dapat sangat mengganggu kemampuan sayap untuk menghasilkan gaya angkat, itulah sebabnya regulasi melarang adanya es, salju, atau bahkan bekuan embun di sayap atau bagian ekor sebelum tinggal landas.[40] Pesawat Air Florida Penerbangan 90 jatuh saat tinggal landas di tahun 1982, akibat adanya es/salju di sayapnya.

Akumulasi es dalam penerbangan dapat menjadi malapetaka, dibuktikan oleh kehilangan kendali yang diikuti oleh jatuhnya pesawat American Eagle Penerbangan 4184 di tahun 1994, dan pesawat Comair Penerbangan 3272 di tahun 1997. Kedua pesawat udara tersebut jenis turboprop, dengan sayap lurus, yang cenderung lebih rentan terhadap akumulasi es dibanding sayap pesawat jet yang bersudut ke belakang (swept-wing).[41]

Perusahaan penerbangan dan pengelola Bandara memastikan bahwa pesawat dibersihkan dari es sebelum tinggal landas setiap saat cuaca melibatkan kondisi pemicu terjadinya es. Pesawat udara modern didesain untuk mencegah terbentuknya es di sayap, mesin pesawat, dan bagian ekor pesawat) dengan cara mengalirkan udara yang dipanaskan dari mesin jet melalui bagian depan sayap, dan saluran masuk mesin[butuh rujukan], atau pada pesawat berkecepatan rendah dengan menggunakan "lapisan" karet yang berekspansi memecahkan akumulasi es yang ada.

Rencana penerbangan maskapai mengharuskan bagin operasi penerbangan untuk memantau perkembangan cuaca sepanjang rute penerbangan, untuk membantu pilotdalam menghindari hal terburuk terjadinya kondisi es dalam penerbangan. Pesawat udara dapat juga dilengkapi dengan detektor es agar dapat memperingatkan pilot untuk meninggalkan area terjadinya dengan akumulasi es, sebelum situasi menjadi kritikal.[butuh rujukan] Pipa Pitot (Pitot tube) pada pesawat udara modern dan helikopter telah diperlengkapi dengan fungsi "pemanas Pitot" untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti pada pesawat Air France Penerbangan 447 yang disebabkan oleh membekunya pitot tube yang kemudian memberi penunjukan yang salah.

Wind shear atau microburst

[sunting | sunting sumber]
Efek wind shear terhadap lintasan pesawat udara. Perhatikan, bahwa bila hanya mengoreksi hembusan angin bagian depan saja dapat membawa akibat mengerikan.

Wind shear adalah perubahan kecepatan dan/atau arah angin pada jarak yang relatif pendek di atmosfir. Microburst adalah kolom terlokalisasi dari udara yang turun dalam kondisi badai petir. Kedua hal ini merupakan ancaman potensial kondisi cuaca yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan penerbangan.[42]

Reruntuhan bagian ekor pesawat Delta Air Lines Penerbangan 191 setelah microburst menghempaskan pesawatnya ke permukaan bumi.

Hembusan angin yang kencang dari badai petir menyebabkan perubahan cepat dari kecepatan angin secara tiga dimensi tepat di atas permukaan bumi. Awalnya, hembusan ini menyebabkan naiknya kecepatan angin dari arah depan (headwind) yang meningkatkan kecepatan pesawat, yang lazimnya menyebabkan pilot mengurangi kekuatan mesin jika mereka tidak menyadari adanya wind shear. Saat pesawat melewati daerah terjadinya tekanan ke bawah (downdraft), angin dari depan berkurang kecepatannya dan menurunkan kecepatan pesawat dan meningkatkan tingkat kehilangan ketinggiannya. Kemudian, ketika pesawat melewati sisi lain downdraft, angin dari depannya berubah menjadi angin dari belakang (tailwind ), dan mengurangi gaya angkat (lift) yang dihasilkan oleh sayap, berakibat pesawat terbang dengan tenaga yang rendah dan turun dengan kecepatan rendah. Hal ini dapat menyebabkan kecelakaan jika posisi pesawat terlalu rendah untuk melakukan pemulihan sebelum menyentuh daratan. Antara tahun 1964 dan 1985, wind shear secara langsung menyebabkan atau berkontribusi pada 26 kecelakaan besar pesawat transpor sipil di AS, menyebabkan 620 korban jiwa dan 200 korban cidera.[43]

Kegagalan mesin

[sunting | sunting sumber]

Suatu mesin pesawat dapat gagal berfungsi karena kekurangan bahan bakar di mesin (contohnya pesawat British Airways Penerbangan 38), kehabisan bahan bakar (contohnya pesawat Air Canada Penerbangan 143), kerusakan akibat benda asing, (contohnya pesawat US Airways Penerbangan 1549), kegagalan mekanikal akibat mkelelahan logam (contohnya musibah udara Kegworth, pesawat El Al Penerbangan 1862, dan China Airlines Penerbangan 358), kegagalan mekanikal akibat perawatan yang tidak tepat (contohnya pesawat American Airlines Penerbangan 191), kegagalan mekanikal pada mesin yang berasal dari kerusakan saat produksi (contohnya pesawat Qantas Penerbangan 32, United Airlines Penerbangan 232, dan Delta Air Lines Penerbangan 1288), dan kesalahan pilot contohnya Pinnacle Airlines Penerbangan 3701).

Pada pesawat udara bermesin lebih dari satu, kegagalan salah satu mesin pesawat biasanya berujung dilakukannya pendaratan, sebagai contoh mendarat di bandara pengalihan daripada meneruskan penerbangan ke tujuan. Kegagalan pada mesin kedua (contohnya pada pesawat US Airways Penerbangan 1549, atau kerusakan pada sistim lain di pesawat yang disebabkan karena kegagalan mesin yang tidak teratasi ( contohnya pada pesawat United Airlines Penerebangan 232), bila suatu pendaratan darurat tidak dimungkinkan, dapat berakibat terjatuhnya pesawat.

Kegagalan struktural pesawat udara

[sunting | sunting sumber]

Contoh kegagalan struktural pesawat udara akibat kelelahan logam di antaranya adalah kecelakaan pesawat de de Havilland Comet(era 1950-an) dan pesawat Aloha Airlines Penerbangan 243 (1988). Prosedur perbaikan yang tidak tepat dapat juga menyebabkan kegagalan struktural, mencakup pesawat Japan Airlines Penerbangan123 (1985) dan pesawat China Airlines Penerbangan 611 (2002). Kini, dengan lebih dipahaminya masalah ini, sudah tersedia prosedur inspeksi seksama dan pengujian non-destruktif.

Material komposit terdiri dari lapisan fiber yang disatukan dalam suatu matriks resin. Dalam beberapa hal, terutama bila terkena tekanan siklik, lapisan material terpisah satu dari yang lainnya (delaminasi) dan kehilangan kekuatannya. Saat kegagalan terjadi dalam material, tidak akan terlihat di permukaan, maka harus menggunakan metode instrumen, (biasanya berbasis ultrasound) untuk mendeteksi kegagalan material tersebut. Pada tahun 1940-an, beberapa pesawat Yakovlev Yak-9 mengalami delaminasi kayu lapis yang terdapat pada konstruksinya.

Kehilangan gaya angkat

[sunting | sunting sumber]

Melakukan stall pada pesawat udara (memperbesar sudut relatif sayap sampai pada titik di mana sayap gagal menghasilkan gaya angkat yang mencukupi adalah sangat berbahaya dan dapat menyebabkan pesawat jatuh bila pilot tidak melakukan koreksi tepat pada waktunya.

Perangkat untuk memperingatkan pilot bahwa kecepatan pesawat berkurang mendekati kecepatan stall antara lain klakson peringatan stall (kini menjadi standar secara virtual pada semua pesawat bermesin), penggetar kemudi dan peringatan suara. Sebagian besar disebabkan karena pilot membiarkan kecepatan pesawat terlalu pelan untuk berat dan konfigurasi tertentu pada saat terjadinya. Kecepatan stall menjadi lebih tinggi dari bila terjadi tempelan es atau bekuan embun pada sayap dan/atau stabilisator ekor (tail stabilizer). Makin parah keberadaan es, makin tinggi kecepatan stall, bukan saja karena aliran udara makin sulit mengalir mulus di permukaan sayap, tetapi juga karena tambahan berat dari akumulasi es tersebut.

Jatuhnya pesawat akibat lengkungan sayap (airfoils) mengalami stall penuh, di antaranya:

Kebakaran

[sunting | sunting sumber]
Eksperimen keselamatan penerbangan oleh NASA (proyek CID)

Regulasi keselamatan mengatur material pesawat udara dan persyaratan bagi sistem otomatis keselamatan kebakaran. Biasanya persyaratan ini dalam bentuk pengujian yang diwajibkan. Pengujian ini mengukur tingkat kemudahan terbakarnya material dan toksisitas dari asap. Terjadinya kegagalan ujian ini biasanya dalam tahap laboratorium rekayasa dan bukan di pesawat udara.

Kebakaran dan asap beracun telah menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Kebakaran akibat listrik pada pesawat Air Canada Penerbangan 797 tahun 1983 menyebabkan tewasnya 23 orang dari 46 penumpang, yang kemudian memperkenalkan lampu lantai kabin untuk membantu orang meninggalkan pesawat yang penuh asap. Tahun 1985, kebakaran di landas pacu menyebabkan 55 orang tewas, 48 orang di antaranya akibat asap dan gas beracun yang melumpuhkan dan mematikan dalam kecelakaan pesawat British Airtours Penerbangan 28M yang kemudian menimbulkan perhatian serius terkait kemampuan bertahan hidup - sesuatu yang belum pernah dipelajari secara mendetail. Masuknya api dengan cepat ke dalam badan dan bagian dalam pesawat mengganggu kemampuan penumpang untuk keluar, dengan area kabin seperti dapur depan yang menjadi leher botol bagi penumpang yang meloloskan diri, sebagian dari mereka sekarat sangat dekat dengan pintu keluar. Banyak riset tentang evakuasi dan kabin serta tata letak tempat duduk dilakukan di Cranfield Institute untuk mencoba mengukur apa saja baiknya jalur evakuasi yang mengarah pada tata letak kursi di Jendela darurat atas sayap diubah melalui mandat dan pemeriksaan atas persyaratan yang terkait dengan desain area dapur (galley area). Penggunaan tudung asap atau sistem gerimis (misting systems) juga dijajaki walaupun keduanya kemudian ditolak.

Pesawat South African Airways Penerbangan 295 hilang di Samudra Hindia tahun 1987 setelah terjadi kebakaran dalam penerbangan di ruang kargo yang tidak dapat diredam oleh awak pesawat. Saat ini, uang kargo pada sebagian besar pesawat dilengkapi dengan sistem pemadam api otomatis halon untuk memadamkan api yang mungkin terjadi di tempat kargo/bagasi. Di bulan Mei 1996, pesawat ValuJet Penerbangan 592 jatuh di lahan basah Everglades, Florida, beberapa menit setelah tinggal landas karena api di tempat kargo bagian depan. Seluruh 110 orang di dalam pesawat tewas.

Pada mulanya, penebaran lintasan busa untuk pemadaman kebakaran dilakukan sebelum suatu pendaratan darurat, tetapi kemudian praktik ini dianggap hanya efektif secara marginal, dan kekhawatiran menurunnya kemampuan pemadaman karena harus melakukan penebaran busa terlebih dahulu, menyebabkan FAA AS menarik rekomendasinya di tahun 1987.

Salah satu penyebab yang memungkinkan pada kebakaran di pesawat udara adalah masalah perkabelan yang melibatkan gangguan yang intemiten, misalnya kabel dengan insulasi yang rusak saling bersentuhan, tetesan air, atau hubungan pendek. Diketahui bahwa kecelakaan pesawat Swissair Penerbangan 111 tahun 1998 disebabkan oleh loncatan listrik pada jaringan kabel sarana hiburan dalam penerbangan yang memicu terbakarnya lapisan peredam kebisingan/MPET. Hal ini sulit terdeteksi setelah pesawat berada di darat. Namun demikian, terdapat beberapa metode seperti relektometer domain waktu yang dapat menguji dengan tepat kabel aktif saat dalam penerbangan.[44]

Tabrakan burung

[sunting | sunting sumber]

Tabrakan burung adalah istilah penerbangan untuk tabrakan antara burung dengan pesawat udara. Beberapa kecelakaan fatal telah disebabkan oleh kegagalan mesin setelah terisapnya burung, maupun pecahnya kaca depan kokpit akibat tertabrak burung.

Mesin jet harus didesain untuk dapat menahan terisapnya burung dengan berat dan jumlah tertentu dan tidak kehilangan daya dorong pada jumlah tertentu. Berat dan jumlah burung yang dapat terisap tanpa membahayakan keselamatan terbangnya pesawat adalah relatif terhadap area saluran masuk mesin.[45] Bahaya terisapnya burung melebihi batasan “desain peruntukannya” terlihat pada pesawat US Airways Penerbangan 1549 ketika pesawat menabrak rombongan angsa Kanada.

Hasil kejadian isapan ke dalam mesin dan apakah hal itu berakibat terjadinya kecelakaan, baik pada pesawat kecil dan cepat, seperti jet tempur militer atau pesawat angkut yang besar, tergantung kepada jumlah dan beratnya burung dan di mana terjadinya benturan pada bilah turbin atau pada hidung pesawat. Kerusakan utama biasanya terjadi akibat benturan dekat pangkal bilah turbin atau pada tudung hidung pesawat.

Risiko tertinggi dari tabrakan burung terjadi saat tinggal landas dan mendarat di sekitar bandara, dan saat terbang rendah, sebagai contoh: pesawat militer, pesawat semprot pertanian, dan helikopter. Beberapa bandara menggunakan penanggulangan aktif, mencakup personil dengan senapan laras panjang, memutar rekaman suara binatang pemangsa melalui pengeras suara, atau menggunakan burung pemangsa. Dapat juga ditanam rumput beracun yang tidak disukai burung maupun serangga yang dapat mengundang burung pemakan serangga. Penanggulangan pasif melibatkan manajemen pemanfaatan lahan secara bijaksana[butuh klarifikasi], menghindari kondisi-kondisi yang mengundang datangnya kelompok burung ke area tersebut (misalnya tempat pembuangan akhir sampah). Taktik lainnya yang ditemukan efektif adalah membiarkan rerumputan di sekitar landasan tumbuh tinggi (sekitar 30 sentimeter) karena beberapa spesies burung tidak akan hinggap apabila mereka tidak dapat saling melihat.

Faktor manusia

[sunting | sunting sumber]
Eksperimen keselamatan penerbangan oleh NASA (proyek CID). Pesawatnya adalah jenis Boeing 720 untuk menguji jenis bahan bakar jet yang dikenal sebagai "kerosin antimisting",yang membentuk gel yang sulit terbakar ketika terguncang keras, seperti dalam suatu kecelakaan pesawat.

Faktor manusia, termasuk kesalahan pilot, adalah seperangkat faktor potensial, dan dewasa ini merupakan faktor yang sering ditemukan dalam kecelakaan penerbangan.[butuh rujukan]Banyak perkembangan dalam menerapkan analisis faktor manusia untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dilakukan sekitar masa Perang Dunia II oleh para tahanan perang seperti Paul Fitts dan Alphonse Chapanis. Namun, telah ada kemajuan dalam hal keselamatan di dalam sejarah penerbangan, seperti pengembangan daftar periksa pilot di tahun 1937.[46] CRM, atau Manajemen Sumber daya Awak Pesawat, adalah suatu teknik memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan dari awak kokpit secara utuh untuk menghindari ketergantungan pada hanya satu awak pesawat, dan untuk meningkatkan pengambilan keputusan oleh pilot.

Kesalahan pilot dan komunikasi yang tidak benar sering menjadi faktor dalam tabrakan pesawat udara. Hal ini dapat terjadi di udara di udara (1978, pesawat Pacific Southwest Airlines Penerbangan 182(

Sistem Penghindaran Tabrakan di Udara /TCAS) atau di darat (1977, musibah Tenerife) (RAAS). Hambatan bagi komunikasi efektif memiliki faktor internal dan eksternal.[47] Kemampuan awak kokpit untuk mempertahankan kesadaran situational kesadaran situasional adalah faktor manusia yang kritikal dalam keselamatan penerbangan. Pelatihan faktor manusia tersedia untuk pilot penerbangan umum dan disebut pelatihan manajemen sumberdaya pilot tunggal.

Kegagalan pilot untuk memantau instrumen pesawat dengan baik menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat Eastern Air Lines Penerbangan 401 di tahun 1972. Penerbangan terkendali ke arah daratan (CFIT), dan kesalahan saat tinggal landas serta mendarat dapat membawa konsekuensi yang katastrofik, sebagai contoh, menyebabkan jatuhnya pesawat Prinair Penerbangan 191, juga terjadi di tahun 1972.

Kelelahan pilot

[sunting | sunting sumber]

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) mendefinisikan kelelahan (fatigue) sebagai "suatu kondisi fisiologis dari turunnya kemampuan kinerja mental dan fisik akibat kurang tidur, terjaga yang berkepanjangan, fase sirkadian, atau beban kerja."[48] Fenomena ini menimbulkan risiko besar bagi awak pesawat dan penumpang suatu pesawat udara karena secara signifikan meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan pilot.[49] Kelelahan secara khusus lazim terjadi di kalangan pilot karena "jam kerja yang tidak dapat diprediksi, periode kerja yang panjang, gangguan sirkadian, dan kurang tidur".[50] Faktor-faktor ini dapat muncul secara bersamaan menimbulkan kombinasi kekurangan tidur, efek ritme sirkadian, dan kelelahan saat bekerja.[50] Otoritas penerbangan berupaya untuk memitigasi kelelahan dengan membatasi jumlah jam yang dizinkan bagi pilot untuk terbang dalam rentang waktu berbeda. Para pakar dalam hal kelelahan penerbangan[siapa?] sering menemukan bahwa metode ini tidak mencapai tujuannya.

Terbang dalam keadaan mabuk

[sunting | sunting sumber]

Jarang sekali, pilot ditangkap atau terkena tindakan disipliner karena bekerja dalam keadaan mabuk. Di tahun 1990, tiga awak pesawat Northwest Airlines dihukum penjara karena terbang dalam keadaan mabuk. Di tahun 2001, Northwest memecat seorang pilot yang tidak lolos pemeriksaan alat penguji napas setelah selesai terbang. Di bulan Juli 2002, kedua pilot pesawat America West Airlines Penerbangan 556 ditangkap sesaat sebelum mereka dijadwalkan untuk terbang karena mereka meminum alkohol. Pilot-pilot tersebut dipecat, dan FAA mencabut lisensi pilot mereka.[51] Setidaknya satu kecelakaan fatal yang melibatkan pilot yang mabuk terjadi ketika pesawat Aero Penerbangan 311 jatuh di Koivulahti, Finlandia, menewaskan keseluruhan 25 orang dalam pesawat di tahun 1961.

Bunuh diri dan pembunuhan pilot

[sunting | sunting sumber]

Jarang terdapat contoh tentang bunuh diri oleh pilot. Walaupun sebagian besar pilot telah melalui penyaringan untuk kesehatan psikologis, sedikit sekali pilot resmi yang melakukan tindakan bunuh diri dan bahkan pembunuhan masal.

Di tahun 1982, pesawat Japan Airlines Penerbangan 350 jatuh saat mendekati Bandara Haneda, Tokyo, menewaskan 24 dari 174 orang di dalam pesawat. Investigasi resmi menemukan bahwa kapten yang menderita sakit kejiwaan mencoba untuk melakukan bunuh diri dengan menempatkan mesin sisi dalam pada posisi dorongan terbalik (reverse thrust), saat pesawat sudah dekat landas pacu. Kopilot tidak memiliki cukup waktu untuk membatalkan hal itu sebelum pesawat mengalami kehilangan gaya angkat (stall) dan jatuh.

Di tahun 1997, pesawat SilkAir Penerbangan 185 tiba-tiba menukik dari ketinggian jelajahnya. Kecepatan menukiknya begitu tinggi sehingga pesawatnya mulai hancur berantakan sebelum akhirnya jatuh dekat kota Palembang, Sumatra. Setelah investigasi selama tiga tahun, pihak berwenang Indonesia menyatakan bahwa penyebab kecelakaan tidak dapat ditentukan. Namun demikian, NTSB Amerika Serikat menyimpulkan bahwa bunuh diri yang disengaja merupakan satu-satunya alasan yang dapat dijelaskan.

Dalam kasus penerbangan EgyptAir 990, di tahun 1999, di sekitar Nantucket, Massachusetts. tampak bahwa kopilot dengan sengaja menjatuhkan pesawat ke Samudra Atlantik saat kapten sedang meninggalkan tempat duduknya.

Keterlibatan awak pesawat adalah salah satu teori spekulatif atas hilangnya pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 370 pada tanggal 8 Maret 2014.

Di tahun 2015, pada tanggal 24 Maret, Germanwings Penerbangan 9525(pesawat Airbus A320-200) jatuh sekitar 100 kilometer (62 mil) di barat laut Nice, di pegunungan Alpen Prancis, setelah menurun secara konstan, mulai satu menit setelah kontak rutin dengan pengatur lalu lintas udara dan tidak lama setelah pesawat mencapai ketinggian jelajah yang ditentukan. Seluruh 114 penumpang dan enam awak pesawat tewas. Jatuhnya pesawat disengaja oleh kopilot, Andreas Lubitz. Telah dinyatakan “tidak fit untuk bekerja”, tanpa memberitahu majikannya, Lubitz melapor untuk tugas terbang, dan saat penerbangan dia mengunci Kaptennya di luar kokpit. Menanggapi insiden ini dan kondisi keterlibatan Lubitz, otoritas penerbangan di Kanada, Selandia Baru, Jerman, dan Australia menetapkan regulasi baru yang mengharuskan dua personil yang berwenang harus berada di dalam kokpit sepanjang waktu. Tiga hari setelah insiden itu, Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) mengeluarkan rekomendasi sementara bagi maskapai penerbangan untuk memastikan bahwa setidaknya dua awak pesawat, termasuk setidaknya satu pilot berada di kokpit sepanjang waktu selama penerbangan. Beberapa maskapai penerbangan menyatakan bahwa mereka telah mengadopsi kebijakan tersebut secara sukarela.

Kelambanan yang disengaja oleh awak pesawat

[sunting | sunting sumber]

Kelambanan, kelalaian, gagal bertindak seperti seharusnya, sengaja mengabaikan prosedur keselamatan, melanggar aturan, mengambil risiko yang tidak dapat dibenarkan oleh pilot, juga menyebabkan terjadinya kecelakaan dan insiden.

Meskipun pesawat Smartwings QS-1125 pada penerbangan tanggal 22 Agustus 2019 berhasil melakukan pendaratan darurat di bandara tujuan, kaptennya dikecam karena gagal untuk mengikuti prosedur wajib, termasuk tidak mendarat di bandara pengalihan terdekat setelah mengalami kerusakan mesin.

Faktor manusia pada pihak ketiga

[sunting | sunting sumber]

Faktor manusia yang tidak aman tidak terbatas pada kesalahan pilot. Faktor pihak ketiga, termasuk di dalamnya kecelakaan kecil oleh personil darat, tabrakan kendaraan darat pada pesawat, dan problem yang terkait dengan perawatan pesawat. Sebagai contoh, kegagalan untuk menutup pintu kargo dengan benar pada pesawat Turkish Airlines Penerbangan 981 tahun 1974 menyebabkan kerusakan total pada pesawat. (Namun demikian, desain kait pintu kargo juga merupakan faktor utama dalam kecelakaan itu.) Dalam kasus Japan Airlines Penerbangan 123 tahun 1985, perbaikan yang tidak tepat atas kerusakan sebelumnya mengakibatkan terjadinya dekompresi eksplosif di kabin, yang kemudian menghancurkan stabilisator vertikal dan merusakkan keempat sistem hidrolik yang menjalankan kendali pesawat.

Penerbangan Terkendali ke arah Daratan

[sunting | sunting sumber]

Penerbangan terkendali ke arah daratan (CFIT) adalah jenis kecelakaan dari pesawat yang terbang di bawah kendali ke arah daratan atau struktur buatan manusia. Kecelakaan CFIT biasanya disebabkan oleh kesalahan pilot atau kesalahan sistem navigasi. Gagal melindungi area kritikal ILS dapat menyebabkan kecelakaan CFIT [diragukan]. Pada bulan Desember 1995, pesawat American Airlines Penerbangan 965 keluar jalur saat mendekati Cali, Colombia, dan menabrak lereng gunung walaupun ada peringatan tentang daratan dari sistem peringatan sistem peringatan kewaspadaan daratan (TAWS)di kokpit, dan upaya keras pilot untuk menaikkan ketinggian setelah ada peringatan. Kewaspadaan pilot tentang posisi dan memantau sistem navigasi adalah hal mendasar untuk mencegah terjadinya kecelakaan CFIT. Pada Februari 2008, TAWS yang ditingkatkan telah terpasang pada lebih dari 40,000 pesawat udara dan pesawat-pesawat itu telah menerbangi lebih dari 800 juta jam tanpa mengalami kecelakaan CFIT.[52]

Alat anti CFIT lainnya adalah sistem peringatan ketinggian minimum yang aman (Minimum Safe Altitude Warning /MSAW) yang memonitor ketinggian yang dipancarkan oleh pemancar pesawat dan membandingkannya dengan ketinggian minimum yang aman pada sistem yang ditentukan untuk area yang diterbangi. Jika sistem menentukan bahwa pesawat lebih rendah atau akan segera lebih rendah dari ketinggian minimum yang aman maka pengatur lalu lintas udara akan menerima peringatan akustik dan visual untuk memberitahu pilot bahwa pesawat terlalu rendah.[53]

Interfensi elektromagnetik

[sunting | sunting sumber]

Penggunaan beberapa peralatan elektronik tertentu dalam pesawat, ada yang dilarang sebagian atau seluruhnya karena dapat mengganggu operasi pesawat udara,[54]

yaitu deviasi kompas.[butuh rujukan]

Penggunaan beberapa jenis peralatan elektronik pribadi dilarang saat pesawat di bawah ketinggian 10.000 kaki, saat tinggal landas, atau mendarat. Penggunaan telepon seluler dilarang dalam sebagian besar penerbangan karena penggunaan dalam pesawat menimbulkan masalah dengan telepon seluler di darat.[54][55]

Kerusakan pesawat di darat

[sunting | sunting sumber]
Kerusakan di darat terhadap pesawat udara Beberapa rangka penguat (stringers) terputus dan pesawat tidak dapat diterbangkan.

Bermacam-macam peralatan pendukung di darat dioperasikan dalam jarak dekat dengan badan pesawat dan sayapnya untuk melayani pesawat dan terkadang menyebabkan kerusakan tak disengaja berupa goresan pada cat atau penyok kecil pada lapisan badan pesawat. Namun demikian, karena struktur pesawat udara (termasuk lapisan terluar) memiliki peran kritikal dalam operasi pesawat yang aman, semua kerusakan diperiksa dan diukur untuk memastikan bahwa setiap kerusakan tetap dalam batas toleransi keselamatan.

Salah satu contoh masalah adalah insiden depresurisasi pada pesawat Alaska Airlines Penerbangan 536 di tahun 2005. Saat pelayan darat, seorang petugas penanganan bagasi menabrak sisi pesawat dengan rangkaian gerobak bagasi yang ditarik traktor. Hal ini merusakkan lapisan metal pesawat. Kerusakan ini tidak dilaporkan dan pesawat kemudian berangkat. Naik melewati ketinggian 26.000 kakit (7.900 m) bagian yang rusak kemudian terlepas karena perbedaan tekanan antara udara luar dan bagian dalam pesawat. Terjadi dekompresi secara eksplosif yang menyebabkan dilakukannya penurunan ketinggian dengan cepat menuju ketinggian yang memudahkan orang bernapas dan pendaratan darurat Pemeriksaan setelah pendaratan pada badan pesawat mengungkap sebuah lubang selebar 12 inci (30 cm) pada sisi kanan pesawat.[56]

Abu vulkanik

[sunting | sunting sumber]

Gumpalan awan abu vulkanik dekat gunung api yang aktif dapat merusak baling-baling, mesin dan kaca jendela kokpit.[57] [58] Di tahun 1982, pesawat British Airways Penerbangan 9 terbang menembusi awan abu dan beberapa saat kehilangan tenaga dari keempat mesinnya. Pesawat mengalami kerusakan berat, semua sisi depan sayapnya tergores. Kaca depan kokpit terhempas abu dengan parah sehingga tidak dapat digunakan untuk mendaratkan pesawat.[59]

Sebelum tahun 2010 pendekatan umum yang dilakukan oleh otoritas ruang udara adalah bila konsentrasi abu naik melebihi 0, maka ruang udara tersebut dinyatakan tidak aman dan selanjutnya ditutup.[60] Pusat Informasi Abu Vulkanikmemungkinkan terhubungnya ahli meteorologi, ahli vulkanologi, dan industri penerbangan.[61]

Keselamatan landas pacu

[sunting | sunting sumber]

Jenis insiden di landas pacu antara lain:

Terorisme

[sunting | sunting sumber]

Awak pesawat normalnya dilatih untuk menangani situasi pembajakan.[butuh rujukan]Sejak kejadian Serangan 11 September 2001, langkah-langkah yang lebih ketat oleh bandara dan keamanan maskapai penerbangan diberlakukan untuk mencegah terorisme, seperti titik pemeriksaan sekuriti dan mengunci pintu kokpit selama penerbangan.

Di Amerika Serikat, program Petugas Kokpit Federal dijalankan oleh Dinas Marsal Udara Federal, dengan tujuan melatih pilot maskapai yang aktif dan berlisensi untuk menyandang senjata dan mempertahankan pesawat mereka terhadap tindakan kriminal dan terorisme. Setelah menyelesaikan pelatihan oleh pemerintah, pilot yang terpilih lalu bergabung dengan dinas rahasia penegak hukum dan kontra terorisme. Yurisdiksinya umumnya terbatas pada ruang kokpit atau kabin pesawat udara komersial atau pesawat kargo sat menjalankan tugas terbang.

Tindakan militer

[sunting | sunting sumber]

Jarang sekali pesawat penumpang diserang baik dalam keadaan damai maupun perang. Berikut ini adalah beberapa insiden tertembaknya pesawat udara sipil:

Kemampuan bertahan hidup dalam kecelakaan

[sunting | sunting sumber]

Investigasi atas tragedi sebelumnya dan rekayasa yang lebih baik telah memungkinkan banyak peningkatan keselamatan dan penerbangan yang lebih aman.[42]

Desain Bandara

[sunting | sunting sumber]
Bentangan penahan (EMAS) setelah dilalui oleh roda pendarat pesawat.

Desain dan lokasi bandara berdampak besar terhadap keselamatan penerbangan, terutama karena beberapa bandara seperti Bandara Internasional Midway-Chicago awalnya dibangun untuk pesawat berbaling-baling dan banyak bandara berlokasi di daerah padat yang sulit memenuhi ketentuan terbaru standar keselamatan. Sebagai contoh, FAA menerbitkan peraturan pada tahun 1999 menyerukan adanya area aman landas pacu, biasanya membentang 150 meter (500 kaki) pada setiap sisi dan 300 meter (1.000 kaki) di ujung landas pacu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi 90% dari kasus pesawat keluar landas pacu dengan menyediakan ruang penyangga yang bebas hambatan.[62] Banyak landas pacu lama yang tidak memenuhi standar ini. Salah satu metode pengganti untuk 300 meter (1.000 kaki) di ujung landas pacu untuk bandara di area padat adalah memasang suatu sistem bentangan penahan (EMAS). Sistem ini biasanya terbuat dari beton ringan yang mudah hancur yang menyerap energi pesawat udara agar dapat berhenti dengan cepat.. Pada tahun 2008, bentangan ini telah menghentikan tiga pesawat udara di Bandara JFK.

Evakuasi darurat pesawat udara

[sunting | sunting sumber]

Menurut laporan Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB), tahun 2000, evakuasi darurat pesawat udara terjadi sekitar satu kali setiap 11 hari di AS. Sementara beberapa situasi sangat menakutkan, seperti pesawat sedang terbakar, dalam banyak kasus tantangan terbesar bagi penumpang adalah penggunaan peluncur darurat.

Dalam satu artikel majalah Time tentang hal ini, Amanda Ripley melaporkan bahwa ketika pesawat baru Airbus A380 yang berukuran sangat besar , menjalani uji wajib evakuasi di tahun 2006, 33 dari keseluruhan 873 sukarelawan, mengalami cidera. Sementara evakuasi itu dianggap berhasil. Satu sukarelawan menderita patah kaki, dan sisanya mengalami luka melepuh. Kecelakaan seperti itu lazim terjadi. Dalam artikelnya, Ripley memberikan petunjuk cara turun melalui peluncur darurat tanpa terluka.

Kemajuan lainnya dari evakuasi pesawat udara adalah ketentuan dari Administrasi Penerbangan Federal (FAA) bagi pesawat udara untuk menunjukkan waktu evakuasi adalah 90 detik dengan setengah dari seluruh pintu/jendela darurat diblokir untuk setiap jenis pesawat dalam armadanya. Menurut kajian, 90 detik adalah waktu yang diperlukan untuk evakuasi sebelum pesawat mulai terbakar, sebelum kemungkinan terjadinya kebakaran yang besar atau ledakan, atau sebelum asap memenuhi kabin.[42][62]

Material dan desain pesawat udara

[sunting | sunting sumber]

Perubahan seperti penggunaan material baru untuk lapisan kursi dan insulasi dinding kabin telah memberikan tambahan sekitar 40-60 detik bagi orang-orang dalam pesawat untuk keluar sebelum kabin dipenuhi api dan asap yang mematikan.[42]

Kemajuan lainnya setelah bertahun-tahun adalah penggunaan sabuk kursi dengan tingkatan lebih baik, rangka kursi tahan benturan, dan sayap serta mesin yang didesain untuk memisah guna menyerap gaya benturan.[62]

Radaar dan sistem deteksi wind shear

[sunting | sunting sumber]

Sebagai kelanjutan kecelakaan akibat wind shear dan gangguan cuaca lainnya, yang paling terkenal di tahun 1985 adalah jatuhnya pesawat Delta Air Lines Penerbangan 191, Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) mewajibkan semua pesawat udara komersial memiliki sistem deteksi wind shear di pesawat mulai tahun 1993.[43]

Sejak tahun 1995, jumlah kecelakaan besar pesawat udara sipil yang disebabkan oleh wind shear telah berkurang kira-kira satu setiap sepuluh tahun, karena kewajiban adanya pendeteksian dalam pesawat, demikian juga dengan penambahan unit radar cuaca Doppler NEXRAD.[butuh rujukan]Pendirian stasiun Radar cuaca Terminal Doppler resolusi tinggi di banyak bandara AS yang lazim terkena wind shear telah lebih jauh membantu kemampuan pilot dan petugas pengatur di darat untuk menghindari kondisi wind shear.[63]

Kecelakaan dan insiden

[sunting | sunting sumber]

Organisasi investigasi nasional

[sunting | sunting sumber]

Penyelidik Keselamatan Penerbangan

[sunting | sunting sumber]

Penyelidik Keselamatan Penerbangan terlatih dan berwenang untuk melakukan investigasi kecelakaan dan insiden penerbangan, melakukan riset, menganalisis, dan melaporkan kesimpulannya. Mereka mungkin memiliki spesialisasi dalam operasi penerbangan, pelatihan, struktur pesawat udara, pengaturan lalu lintas udara, rekaman penerbangan atau faktor manusia. Mereka dipekerjakan oleh organisasi pemerintah yang bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan, pembuat pesawat atau serikat pekerja, meskipun hanya organisasi pemerintah yang memiliki kekuasaan menurut perundangan untuk melakukan investigasi.

Inisiatif peningkatan keselamatan

[sunting | sunting sumber]

Inisiatif peningkatan keselamatan adalah kemitraan keselamatan penerbangan antara otoritas penerbangan, pembuat pesawat, maskapai penerbangan, serikat pekerja profesional, organisasi riset, dan organisasi penerbangan internasional untuk lebih meningkatkan keselamatan.[64] Beberapa inisiatif utama keselamatan di seluruh dunia, antara lain:

  • Commercial Aviation Safety Team (CAST) di AS. Tim Keselamatan Penerbangan Komersial (CAST) didirikan tahun 1998 dengan tujuan untuk mengurangi fatalitas penerbangan komersial di Amerika Serikat sebesar 80% pada tahun 2007.
  • European Strategic Safety Initiative (ESSI). Inisiatif Keselamatan Stategis Eropa (ESSI) adalah kemitraan keselamatan antara EASA, otoritas lainnya dan industri penerbangan. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk lebih meningkatkan keselamatan bagi rakyat di Eropa dan seluruh dunia melalui analisis keselamatan, implementasi rencana pembiayaan efektif, dan berkoordinasi dengan inisiatif keselamatan lainnya di seluruh dunia.

Setelah hilangnya pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 370, di bulan Juni 2014, Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) menyatakan sedang berupaya untuk menerapkan langkah-langkah baru untuk melacak pesawat secara langsung. Panel kerja khusus sedang mempertimbangkan bebagai opsi, termasuk produksi perlengkapan yang didesain khusus untuk memastikan pelacakan secara langsung.[65]

Karena kesalahan pilot berkontribusi antara sepertiga dan 60% kecelakaan penerbangan, kemajuan dalam hal otomatisasi dan teknologi dapat menggantikan beberapa atau keseluruhan tugas dari pilot pesawat udara.

Otomatisasi sejak era 1980-an telah mengeliminasi kebutuhan adanya juru mesin udara. Dalam situasi rumit dengan sistem yang tergradasi parah, pemecahan masalah dan kemampuan melakukan penilaian oleh manusia sulit tertandingi oleh otomatisasi, sebagai contoh kerusakan mesin yang katastrofik yang dialami oleh pesawat United Airlines 232 dan Qantas Penerbangan 32.[66] Namun demikian, dengan pemodelan faktor aeronautika dengan perangkat lunak yang lebih akurat, pesawat uji telah berhasil ditebangkan pada kondisi ini.[67]

Walaupun tingkat kecelakaan sangat rendah, untuk memastikan bahwa hal itu tidak meningkat seiring perkembangan transportasi udara, para pakar merekomendasikan dibangunnya budaya yang kuat dan sehat dalam mengumpulkan informasi dari pekerja tanpa menyalahkan

Otoritas penerbangan sipil

[sunting | sunting sumber]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]
  • Portal penerbangan

References

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "fatal airliner (14+ passengers) hull-loss accidents", Aviation Safety Network, Flight Safety Foundation, diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-26, diakses tanggal 2012-12-21 
  2. ^ "7.10", Global Fatal Accident Review 2002 to 2011 (PDF), UK Civil Aviation Authority, June 2013, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-08-02, diakses tanggal 2017-08-02 
  3. ^ International Civil Aviation Organization, "Air transport, passengers carried", Civil Aviation Statistics of the World, World Bank, diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-02, diakses tanggal 2017-08-02 
  4. ^ "Preliminary ASN data show 2016 to be one of the safest years in aviation history". Aviation Safety Network. Flight Safety Foundation. 29 December 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 January 2017. Diakses tanggal 2 January 2017. 
  5. ^ a b Safety Report (PDF), ICAO, 2017, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-08-02, diakses tanggal 2017-08-02 
  6. ^ "ASN data show 2017 was safest year in aviation history". Aviation Safety Network. Flight Safety Foundation. 30 December 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 January 2018. Diakses tanggal 2 January 2018. 
  7. ^ Javier Irastorza Mediavilla (Jan 2, 2020). "Aviation safety evolution (2019 update)". Diarsipkan dari versi asli tanggal January 2, 2020. Diakses tanggal January 2, 2020. 
  8. ^ The risks of travel Diarsipkan September 7, 2001, di Wayback Machine.. The site cites the source as an October 2000 article by Roger Ford in the magazine Modern Railways and based on a DETR survey.
  9. ^ Beck, L. F.; Dellinger, A. M.; O'neil, M. E. (2007). "Motor vehicle crash injury rates by mode of travel, United States: using exposure-based methods to quantify differences". American Journal of Epidemiology. 166 (2): 212–218. doi:10.1093/aje/kwm064alt=Dapat diakses gratis. PMID 17449891. 
  10. ^ "Rapport 2012 sur les chiffres de l'accidentologie du parapente" (PDF) (dalam bahasa Prancis). FFVL. 15 Nov 2012. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 August 2016. Diakses tanggal 16 July 2018. 
  11. ^ "DHV Mitglieder-Umfrage 2018" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-04-19. Diakses tanggal 2020-04-13. 
  12. ^ "Incidents And Accidents" (dalam bahasa Inggris). USPA. 11 Oct 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 August 2018. Diakses tanggal 10 August 2018. 
  13. ^ "How long does a skydive last" (dalam bahasa Inggris). 19 Apr 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 August 2018. Diakses tanggal 10 August 2018. 
  14. ^ "Space Shuttle Era Facts" (PDF). NASA. 2011. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-02-08. Diakses tanggal 2018-02-09. 
  15. ^ "Flight into danger – 07 August 1999 – New Scientist Space". Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 August 2014. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  16. ^ "How long is your average flight?". 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-10. Diakses tanggal 2018-08-10. 
  17. ^ "Difference Engine: Up, up and away". The Economist. Jan 7, 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 19, 2021. Diakses tanggal May 19, 2021. Can air travel keep on getting safer and safer? 
  18. ^ "Aviation Safety Research Program". United States National Institute for Occupational Safety and Health. October 22, 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 16, 2007. Diakses tanggal September 8, 2017. 
  19. ^ "Fatalities". Bureau of Transportation Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-04. Diakses tanggal 2018-10-04. 
  20. ^ "U.S. Passenger miles". Bureau of Transportation Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-15. Diakses tanggal 2019-03-12. 
  21. ^ "Southwest Jet Engine Blows Out in Flight, Killing Passenger". Bloomberg News. 17 April 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-17. Diakses tanggal 2018-04-18. 
  22. ^ a b c d e f "A Short History Of Making Flying Safer". Aviation Week & Space Technology. Aug 1, 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 27, 2017. Diakses tanggal August 2, 2017. 
  23. ^ "The Aerial Lighthouse". Flight. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-07. Diakses tanggal 2011-11-29. 
  24. ^ John Croft (Apr 7, 2017). "What Is The Certification Tipping Point?". Aviation Week & Space Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 10, 2017. Diakses tanggal April 10, 2017. 
  25. ^ Kent Statler, Rockwell Collins (Nov 1, 2017). "Opinion: World Needs Seamless Aviation Certification Standards". Aviation Week & Space Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 2, 2017. Diakses tanggal November 2, 2017. 
  26. ^ "Unapproved Aircraft Parts Investigation." Joint Depot Maintenance Activities Group of the U.S. Air Force. 3/16. Retrieved on December 1, 2022.
  27. ^ Stephen Stock, Jeremy Carroll and Kevin Nious (3 November 2016). "Unapproved Airplane Parts Creating Safety Risk in Aviation". NBC Bay Area. Diakses tanggal 1 December 2022. 
  28. ^ Stephen Stock, Jeremy Carroll and Kevin Nious (3 November 2016). "Unapproved Airplane Parts Creating Safety Risk in Aviation". NBC Bay Area. Diakses tanggal 1 December 2022. 
  29. ^ Blumenkrantz, Zohar (June 15, 2009). "Two planes nearly crash at Ben Gurion Airport due to glitch". Haaretz. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 24, 2012. Diakses tanggal May 28, 2010. 
  30. ^ Jerusalem Post Diarsipkan 2011-07-13 di Wayback Machine.: Weeds blamed for spate of near-misses at Ben-Gurion Airport
  31. ^ "Momento24.com". momento24.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2016. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  32. ^ Gulezian, Lisa Amin. "NTSB, FAA investigate near-miss mid-air collision at San Francisco International Airport". ABC7 San Francisco. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 September 2017. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  33. ^ Wald, Matthew L. (20 July 2007). "La Guardia Near-Crash Is One of a Rising Number". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 April 2018. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  34. ^ Bundesstelle für Flugunfalluntersuchung Investigation Report on crash near Ueberlingen[pranala nonaktif permanen]
  35. ^ "Schleicher ASK 21 two seat glider, 17 April 1999 - GOV.UK". Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 May 2020. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  36. ^ "FAA Advisory Circulars". Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 June 2011. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  37. ^ A Proposed Addition to the Lightning Environment Standards Applicable to Aircraft Diarsipkan 2011-07-13 di Wayback Machine.. J. Anderson Plumer. Lightning Technologies, Inc. published 2005-09-27.
  38. ^ Hiding requirements = suspicion they're inadequate Diarsipkan 2010-05-25 di Wayback Machine., Nolan Law Group, January 18, 2010
  39. ^ Jason Paur (June 17, 2010). "Boeing 787 Withstands Lightning Strike". Wired. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 2, 2013. Diakses tanggal March 5, 2017. 
  40. ^ "FAA Chapter 27". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-28. Diakses tanggal 2011-10-11. 
  41. ^ "Comair EMB-120, Unheeded Warning, ATR-72 Icing, airline icing accidents, FAA, AMR 4184, Loss of control accidents, Turboprop airliners". www.airlinesafety.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 February 2009. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  42. ^ a b c d Yan, Holly (2 August 2018). "'I fell from the sky and survived.' Passengers aboard Aeromexico flight recount fiery crash". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 August 2018. Diakses tanggal August 2, 2018. 
  43. ^ a b National Aeronautics and Space Administration, Langley Research Center (June 1992). "Making the Skies Safer From Windshear". Diarsipkan dari versi asli tanggal March 29, 2010. Diakses tanggal 2012-11-16. 
  44. ^ Smith, Paul; Cynthia Furse; Jacob Gunther (Dec 2005). "Analysis of Spread Spectrum Time Domain Reflectometry for Wire Fault Location". IEEE Sensors Journal. 5 (6): 1469–1478. Bibcode:2005ISenJ...5.1469S. doi:10.1109/JSEN.2005.858964. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-01. 
  45. ^ "Part33-Airworthiness standards-Aircraft Engines" section 33.76 Bird ingestion
  46. ^ "How the Pilot's Checklist Came About". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-14. Diakses tanggal 2007-07-18. 
  47. ^ Baron, Robert (2014). "Barriers to Effective Communication: Implications for the Cockpit". airline safety.com. The Aviation Consulting Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 11, 2015. Diakses tanggal October 7, 2015. 
  48. ^ "Operation of Aircraft" (PDF). International Standards and Recommended Practices. February 25, 2013. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal February 22, 2016. Diakses tanggal December 8, 2015. 
  49. ^ Caldwell, John; Mallis, Melissa (January 2009). "Fatigue Countermeasures in Aviation". Aviation, Space, and Environmental Medicine. 80 (1): 29–59. doi:10.3357/asem.2435.2009. PMID 19180856. 
  50. ^ a b Caldwell, John A.; Mallis, Melissa M.; Caldwell, J. Lynn (January 2009). "Fatigue Countermeasures in Aviation". Aviation, Space, and Environmental Medicine. 80 (1): 29–59. doi:10.3357/asem.2435.2009. PMID 19180856. 
  51. ^ "U.S. drops prosecution of allegedly tipsy pilots (second story)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  52. ^ "CFIT blamed for last year's crash of EGPWS-equipped King Air 200". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-06. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  53. ^ "Minimum Safe Altitude Warning (MSAW) - SKYbrary Aviation Safety". www.skybrary.aero. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 March 2018. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  54. ^ a b Ladkin, Peter B.; with colleagues (October 20, 1997). "Electromagnetic Interference with Aircraft Systems: why worry?". University of Bielefeld – Faculty of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 28, 2015. Diakses tanggal December 24, 2015. 
  55. ^ Hsu, Jeremy (December 21, 2009). "The Real Reason Cell Phone Use Is Banned on Airlines". livescience.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 20, 2015. Diakses tanggal December 24, 2015. 
  56. ^ "National Transportation Safety Board – Aviation Accidents: SEA06LA033". National Transportation Safety Board. 2006-08-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-07-14. 
  57. ^ Program, Volcano Hazards. "USGS: Volcano Hazards Program". volcanoes.usgs.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 May 2008. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  58. ^ "Volcanic Ash - SKYbrary Aviation Safety". www.skybrary.aero. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 December 2017. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  59. ^ Flightglobal archive Flight International 10 July 1982 p59
  60. ^ Marks, Paul (20 April 2010). "Can we fly safely through volcanic ash?". New Scientist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-05. Diakses tanggal 2018-04-04. 
  61. ^ "Volcanic Ash–Danger to Aircraft in the North Pacific, USGS Fact Sheet 030-97". pubs.usgs.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 June 2008. Diakses tanggal 21 March 2018. 
  62. ^ a b c Abend, Les (2 August 2018). "Pilot: How a plane can crash and everyone survives". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 August 2018. Diakses tanggal August 3, 2018. 
  63. ^ "Terminal Doppler Weather Radar Information". National Weather Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 February 2009. Diakses tanggal 4 August 2009. 
  64. ^ Annex 19. Safety Management (PDF) (dalam bahasa Inggris). Montreal: ICAO. 2013. hlm. 44. ISBN 978-92-9249-232-8. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-04-17. Diakses tanggal 2018-01-11. 
  65. ^ "IATA wants new airline tracking equipment". Malaysia Sun. 9 June 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 August 2017. Diakses tanggal 2 August 2017. 
  66. ^ Eric Auxier (May 10, 2016). "Robot is My Co-Pilot: What could go wrong?—click! Go Wrong?". Airways international. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 17, 2017. Diakses tanggal August 17, 2017. 
  67. ^ "Active Home Page". Past Research Projects. NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 30, 2006. Diakses tanggal June 1, 2006. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan