Lompat ke isi

Bajak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Luku)
Relief Candi Borobudur yang menggambarkan orang tengah membajak menggunakan dua ekor lembu.

Bajak (juga dikenali dengan istilah Luku dan Tenggala) merupakan sebuah alat di bidang pertanian yang digunakan untuk menggemburkan tanah sebelum melakukan penanaman dan penaburan benih, juga merupakan salah satu alat paling sederhana dan berguna dalam sejarah.[butuh rujukan]

Pada awal masa pertanian mulai berkembang, manusia hanya menggunakan sekop. Adalah mudah bagi penduduk yang tinggal di daerah yang sangat subur seperti di tepi sungai Nil, di mana banjir tahunan selalu memperbaharui tanah di daerah tersebut. Tetapi, untuk secara teratur bercocok-tanam di daerah yang kurang subur, tanah harus digemburkan terlebih dahulu agar setelahnya dapat membuat alur untuk menabur benih.

Tujuan utama dari membajak adalah untuk membawa tanah bagian dalam yang subur ke permukaan. Bajak biasanya ditarik oleh seekor sapi. Walau demikian, di beberapa daerah di negara miskin dan berkembang, bajak ditarik oleh kuda. Sedangkan, di negara-negara maju, sudah dipergunakan mesin bajak bertenaga bahan bakar fosil.

Bajak ard dari Mesir Kuno sekitar 1200 tahun sebelum masehi
Tiga tipe dasar bajak Ard[1]
Model hasil rekonstruksi bajak singkal sederhana
Traktor John Deere dengan bajak, garu, penanam benih, dan aplikator pupuk

Pembajakan dimulai dari kegiatan mencangkul. Ketika pertanian pertama kali berkembang, cangkul dan alat serupa digunakan di daerah di mana banjir tahunan mengembalikan kesuburan tanah, seperti di pinggir sungai nil. Cangkul digunakan untuk membuat alur tanam (furrow) untuk menanam benih. Cangkul merupakan inovasi yang dikembangkan secara independen antara suku dan budaya. Mencangkul masih menjadi metode pengolahan tanah di negara tropis dan lahan pertanian yang curam.[2] Namun petani modern masih menggunakan cangkul meski jarang, untuk mengolah bagian tanah yang sempit ketika menggunakan traktor tidak efisien.

Bajak Ard ditemukan di Mesir, diperkirakan pada awalnya ditarik oleh manusia, tetapi setelah domestikasi ox sekitar tahun 6000 sebelum masehi yang lalu oleh Peradaban Lembah Sungai Indus, ox digunakan sebagai penarik bajak ard. Bagian yang menyentuh tanah adalah bagian yang runcing yang bergerak dan membuat rekahan alur sepanjang tanah.[3] Ard lebih cocok digunakan pada tanah yang mengandung lempung atau pasir yang secara alami disuburkan dengan banjir tahunan seperti di lembah sungai Nil dan sekitar hilal subur.

Bajak singkal berkembang terutama di daerah yang tidak mendapatkan banjir tahunan dalam mengembalikan kesuburan tanah; biasanya di daerah yang jauh dari sungai. Pada wilayah dengan tipe seperti ini, tanah harus dibalik secara berkala agar kesuburan dari tanah bagian dalam naik ke atas sehingga bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan. Desain bajak singkal memungkinkan penetrasi yang lebih dalam sambil mengangkat tanah dari bagian dalam agar menuju ke permukaan dan tanah di bagian permukaan menjadi turun dengan cara membaliknya.

Desain bajak singkal yang terbuat dari kayu cenderung rapuh dan mudah rusak jika bekerja di tanah yang berat. Selain itu, untuk penetrasi yang lebih dalam pada tanah yang berat, bajak singkal dari kayu tidak bisa digunakan. Sebelum Dinasti Han, bajak di China dibuat terutama dari kayu kecuali bagian mata bajaknya yang terbuat dari logam. Inilah era pertama mulai diketahui penggunaan logam (besi) pada bajak untuk menambah berat bajak dan meningkatkan kekuatannya terhadap tanah.[4][5] Peradaban Romawi mulai mengembangkan bajak serupa dengan ditambahkan roda, pada abad ke-3 dan ke-4 masehi.[6]

Desain bajak singkal tidak berubah selama kurang lebih seribu tahun. Perubahan mendasar baru terjadi ketika dimulainya Abad Pencerahan. Joseph Foljambe di Rotherham mendesain Bajak Rotherham.[7] Perkembangan dalam ilmu metalurgi telah membawa perkembangan bajak menjadi lebih terencana dengan logam paduan besi yang lebih tebal namun lebih lunak untuk mata bajak agar tidak mudah patah.[8] Mata bajak yang melengkung lebih mudah diperbaiki dibandingkan mata bajak yang patah. Seringkali mata bajak yang patah harus diganti dengan yang baru.

Perkembangan berikutnya tidak terlepas dari penemuan mesin uap yang serba guna dan dapat digunakan di berbagai tempat. Kendaraan penarik lalu digunakan untuk menarik mesin bajak sehingga penggunaan hewan sebagai tenaga penarik mulai berkurang. Seiring waktu dengan peningkatan kekuatan traksi mesin traksi (traktor), jumlah baris yang mampu ditarik oleh traktor semakin bertambah, desain bajak semakin berat untuk menambah kedalaman pembajakan (subsoiler), dan implemen bajak digabungkan dengan garu, penanam benih, dan pemberi pupuk sehingga pekerjaan di lahan usaha tani menjadi lebih efisien.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Haudricourt & J-Brunhes Delamarre, L'homme et la charrue à travers le monde
  2. ^ Ziller, Reinhart (1974). "Der Pflug. Geschichtliche Entwicklung und praktische Anwendung" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2013-12-03. 
  3. ^ Lynn White, Jr., Medieval Technology and Social Change (Oxford: University Press, 1962), p. 42.
  4. ^ Robert Greenberger, The Technology of Ancient China (New York: Rosen Publishing Group, Inc., 2006), pp. 11–12.
  5. ^ Wang Zhongshu, trans. by K.C. Chang and Collaborators, Han Civilization (New Haven and London: Yale University Press, 1982).
  6. ^ Margaritis, Evi; Jones, Martin K.: "Greek and Roman Agriculture", in: Oleson, John Peter (ed.): The Oxford Handbook of Engineering and Technology in the Classical World, Oxford University Press, 2008, ISBN 978-0-19-518731-1, pp. 158–174 (166, 170)
  7. ^ "A Brief History of The Plough". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-04. Diakses tanggal 2013-12-04. 
  8. ^ "John Deere (1804–1886)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-28. Diakses tanggal 2013-12-04. 

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]