Lompat ke isi

Anemia sel sabit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Penyakit sel sabit)
Anemia sel sabit
Gambar A menunjukkan sel darah merah normal yang mengalir bebas melalui pembuluh darah. Sisipan menunjukkan penampang sel darah merah normal dengan hemoglobin normal. Gambar B menunjukkan sel darah merah abnormal berbentuk sabit yang menempel di titik percabangan dalam pembuluh darah. Gambar sisipan menunjukkan penampang sel sabit dengan untaian hemoglobin sabit (HbS) polimerisasi panjang yang meregang dan mengubah bentuk sel hingga tampak seperti bulan sabit.
Informasi umum
Nama lainPenyakit sel sabit; drepanositosis (tertanggal)
SpesialisasiHematologi, genetika kedokteran
PenyebabGenetik, Mutasi homozigot pada gen hemoglobin S.[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaSerangan nyeri, anemia, pembengkakan di tangan dan kaki, infeksi bakteri, strok[2]
KomplikasiSakit kronis, strok, nekrosis tulang aseptik, batu empedu, ulkus kaki, priapisme, hipertensi paru, masalah penglihatan, masalah ginjal.[3]
Awal munculUsia 5–6 bulan[2]
Diagnosisuji darah[4]
PerawatanVaksinasi, antibiotik, asupan cairan tinggi, suplementasi asam folat, obat pereda nyeri, transfusi darah[5][6]
PrognosisHarapan hidup 40–60 tahun (negara maju)[3]
Distribusi dan frekuensi
Prevalensi4,4 juta (2015)[8]
Kematian114,800 (2015)[7]

Anemia sel sabit atau penyakit sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang jadi menyempit dengan sendirinya, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa nyeri, infeksi serius, dan kerusakan organ pada tubuh.

Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi gen yang diturunkan dari kedua orang tua, dan harus dua-duanya memiliki kelainan genetik ini. Kondisi pewarisan sifat genetik yang demikian disebut resesif autosomal.

Jika anak hanya mewarisi satu mutasi gen, yaitu hanya dari salah satu orang tua, maka penyakit anemia sel sabit tidak akan terjadi. Namun, ia akan menjadi pembawa (carrier) mutasi gen anemia sel sabit dan dapat mewariskan kelainan genetik ini kepada keturunannya.

Kemungkinan seorang anak terkena anemia sel sabit dari kedua orang tua yang merupakan carrier penyakit ini adalah 25%.

Berdasarkan mutasi gen yang terjadi, terdapat berbagai jenis penyakit anemia sel sabit. Setiap jenis memiliki tingkat keparahan gejala yang berbeda. Jenis anemia sel sabit yang paling umum terjadi adalah hemoglobin SS. Anemia sel sabit ini dapat menimbulkan gejala yang berat.

Selain hemoblobin SS, ada juga jenis anemia sel sabit hemoglobin SB0 talasemia. Anemia jenis ini bahkan dapat menyebabkan gejala yang lebih berat daripada hemoglobin SS. Namun, kasusnya jarang ditemui.

Jenis lainnya adalah hemoglobin SC, SB talasemia, SD, SE, dan SO. Anemia jenis ini umumnya hanya menunjukkan gejala ringan.[9]

Gejala anemia sel sabit dapat muncul sejak usia 4 bulan, tetapi umumnya baru terlihat pada usia 6 bulan. Gejala pada setiap penderita berbeda-beda dan dapat berubah seiring waktu. Berikut ini adalah beberapa gejala yang umumnya terjadi:

Anemia

Sel sabit rusak 6–12 kali lebih cepat dibandingkan dengan sel darah merah yang normal. Hal ini dapat mengakibatkan pasokan oksigen ke seluruh tubuh berkurang. Gejala yang dapat muncul akibat kondisi tersebut antara lain pusing, pucat, jantung berdebar, terasa mau pingsan, sesak napas, mudah marah, serta cepat lelah.

Pada bayi, anemia dapat menghambat pertumbuhannya. Gangguan pertumbuhan tersebut juga berisiko memperlambat datangnya masa pubertas saat nanti ia beranjak remaja.

Krisis sel sabit

[sunting | sunting sumber]

Krisis sel sabit adalah gejala berupa rasa nyeri yang dapat muncul di banyak bagian tubuh, seperti di dada, perut, atau sendi. Krisis sel sabit merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita anemia sel sabit, dan muncul akibat sel sabit menempel pada pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah.

Gejala krisis sel sabit bisa dipicu oleh kondisi tertentu, seperti dehidrasi, berolahraga terlalu berat, merasa tertekan, sedang hamil, atau berada di tempat dengan hawa dingin.

Pada bayi berusia kurang dari 1 tahun, sel sabit dapat berkumpul dan menyumbat pembuluh darah pada limpa. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran limpa dan penurunan fungsi limpa, atau disebut juga dengan krisis limpa. Kondisi ini dapat ditandai dengan perut bagian kiri yang membesar dan terasa nyeri.

Rasa nyeri bisa bersifat ringan hingga berat, dan bisa berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Kondisi ini juga dapat menimbulkan nyeri kronis karena kerusakan tulang dan sendi atau luka akibat kekurangan aliran darah.

Pembengkakan tangan dan kaki

[sunting | sunting sumber]

Penyumbatan aliran darah dapat menyebabkan lengan dan tungkai menjadi bengkak dan nyeri.

Anemia sel sabit dapat merusak organ limpa yang memiliki peran besar dalam melawan infeksi. Oleh karena itu, penderita anemia sel sabit cenderung lebih rentan terkena infeksi, mulai dari yang ringan, seperti pilek biasa, hingga yang lebih serius, seperti pneumonia.

Gangguan penglihatan

[sunting | sunting sumber]

Penderita anemia sel sabit dapat mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur, akibat terhambatnya aliran darah di dalam mata. Pada beberapa kasus, terhambatnya aliran darah di mata bahkan dapat menyebabkan kebutaan permanen.

Penanganan dan diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Penanganan

[sunting | sunting sumber]

Penanganan bisa dilakukan jika memiliki gejala berikut ini:

  • Kulit dan bagian putih mata berubah warna menjadi kekuningan
  • Kulit dan kuku terlihat pucat
  • Demam tinggi
  • Perut bengkak dan terasa sangat sakit
  • Nyeri hebat pada perut, dada, tulang, atau sendi yang berulang dan tidak jelas penyebabnya
  • Menunjukkan gejala strok, seperti kelumpuhan atau mati rasa setengah badan secara tiba-tiba

Diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Diagnosis anemia sel sabit diawali dengan sesi tanya jawab seputar gejala, riwayat kesehatan pasien, dan riwayat penyakit pada keluarga pasien. Jika gejala, keluhan, atau riwayat kesehatan mengarah ke penyakit anemia sel sabit, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikannya.

Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

  • Tes hitung darah, untuk mendeteksi kadar hemoglobin yang rendah pada penderita anemia sel sabit, biasanya sekitar 6–8 gram/desiliter
  • Hapusan darah tepi, untuk melihat bentuk sel darah merah yang cacat
  • Tes kelarutan sel sabit, untuk melihat adanya hemoglobin S
  • Elektroforesis hemoglobin, untuk menentukan jenis anemia sel sabit yang dialami

Pengobatan

[sunting | sunting sumber]

Penyakit anemia sel sabit umumnya memerlukan pengobatan seumur hidup. Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk meredakan gejala serta mencegah munculnya komplikasi. Beberapa penanganan tersebut adalah:

1. Penanganan krisis sel sabit

[sunting | sunting sumber]

Penanganan utama untuk mengatasi krisis sel sabit adalah dengan menghindari faktor pemicunya, seperti:

Jika krisis sel sabit terus berlanjut, dokter akan meresepkan hidroksiurea. Obat ini mampu menstimulasi tubuh untuk memproduksi satu jenis hemoglobin bernama haemoglobin fetus (HbF) yang dapat mencegah pembentukan sel sabit.

Akan tetapi, obat ini dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi karena sifatnya yang menurunkan kadar sel darah putih. Obat ini juga diduga dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Selain itu, obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh wanita hamil.

2. Penanganan nyeri

[sunting | sunting sumber]

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredakan rasa nyeri adalah:

  • Mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas di apotek, seperti paracetamol
  • Mengompres bagian yang sakit dengan handuk hangat
  • Minum banyak air untuk memperlancar aliran darah yang tersumbat
  • Mengalihkan pikiran dari rasa sakit, misalnya dengan bermain permainan video, menonton film, atau membaca buku

Apabila rasa sakit belum juga hilang atau malah makin mengganggu, segera temui dokter. Dokter dapat meresepkan obat pereda nyeri yang lebih kuat.

3. Penanganan anemia

[sunting | sunting sumber]

Untuk mengatasi gejala anemia, dokter akan memberi suplemen asam folat yang dapat menstimulasi produksi sel darah merah. Jika anemia tergolong berat, mungkin diperlukan transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah.

4. Pencegahan infeksi

[sunting | sunting sumber]

Untuk mencegah infeksi, dokter akan menganjurkan pasien, terutama anak-anak, untuk melengkapi vaksinasi. Selain itu, pada pasien anak-anak, dokter juga dapat meresepkan antibiotik penisilin untuk jangka waktu yang lama, biasanya hingga usia 5 tahun.

Namun jika anemia sel sabit yang diderita anak menimbulkan gejala berat, anak mungkin perlu menggunakan penisilin untuk seumur hidup. Terapi penisilin seumur hidup juga dianjurkan pada pasien dewasa yang sudah diangkat limpanya atau pernah menderita pneumonia.

5. Pencegahan strok

[sunting | sunting sumber]

Pasien anemia sel sabit lebih berisiko untuk mengalami strok. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan transcranial doppler scan tiap tahun. Melalui pemeriksaan ini, tingkat kelancaran aliran darah di dalam otak bisa dilihat, sehingga ketika terjadi tanda-tanda strok, deteksi dan penanganan dini bisa dilakukan.

6. Transplantasi sumsum tulang

[sunting | sunting sumber]

Satu-satunya metode pengobatan yang bisa sepenuhnya menyembuhkan anemia sel sabit adalah transplantasi sumsum tulang. Melalui metode ini, sumsum tulang penderita akan diganti dengan sumsum tulang donor yang dapat menghasilkan sel-sel darah merah yang sehat.

Akan tetapi, sel hasil transplantasi sumsum tulang berisiko menyerang sel lain dalam tubuh. Oleh karenanya, prosedur ini hanya dianjurkan pada penderita yang masih berusia di bawah 16 tahun, dengan komplikasi yang berat dan tidak memberikan respons terhadap pengobatan lainnya.

Komplikasi

[sunting | sunting sumber]

Adanya penyumbatan pembuluh darah pada suatu organ tubuh bisa menurunkan fungsi atau bahkan merusak organ tersebut. Kondisi ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti berikut:

  • Kebutaan, akibat penyumbatan pembuluh darah pada mata yang seiring waktu akan merusak retina.
  • Sindrom dada akut dan hipertensi paru, akibat penyumbatan pembuluh darah paru-paru.
  • Strok, akibat terhambatnya aliran darah di dalam otak.
  • Batu empedu, akibat penumpukan zat bilirubin dari sel darah merah yang rusak.
  • Osteomielitis, akibatnya kurangnya pasokan darah ke tulang dalam waktu yang lama
  • Luka pada kulit, akibat sumbatan di pembuluh darah kulit.
  • Priapismus atau ereksi berkepanjangan, akibat penyumbatan aliran darah di dalam penis, yang berisiko menyebabkan kerusakan penis serta kemandulan.
  • Komplikasi kehamilan, seperti tekanan darah tinggi, pembekuan darah, keguguran, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "What Causes Sickle Cell Disease?". National Heart, Lung, and Blood Institute. 12 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  2. ^ a b "What Are the Signs and Symptoms of Sickle Cell Disease?". National Heart, Lung, and Blood Institute. 12 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  3. ^ a b "What Is Sickle Cell Disease?". National Heart, Lung, and Blood Institute. 12 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  4. ^ "How Is Sickle Cell Disease Diagnosed?". National Heart, Lung, and Blood Institute. 12 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  5. ^ "Sickle-cell disease and other haemoglobin disorders Fact sheet N°308". January 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  6. ^ "How Is Sickle Cell Disease Treated?". National Heart, Lung, and Blood Institute. 12 June 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2016. Diakses tanggal 8 March 2016. 
  7. ^ Wang H, Naghavi M, Allen C, Barber RM, Bhutta ZA, Carter A, et al. (GBD 2015 Mortality and Causes of Death Collaborators) (October 2016). "Global, regional, and national life expectancy, all-cause mortality, and cause-specific mortality for 249 causes of death, 1980–2015: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015". Lancet. 388 (10053): 1459–1544. doi:10.1016/S0140-6736(16)31012-1. PMC 5388903alt=Dapat diakses gratis. PMID 27733281. 
  8. ^ Allen C, Arora M, Barber RM, Bhutta ZA, Brown A, Carter A, et al. (GBD 2015 Disease and Injury Incidence and Prevalence Collaborators) (October 2016). "Global, regional, and national incidence, prevalence, and years lived with disability for 310 diseases and injuries, 1990–2015: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015". Lancet. 388 (10053): 1545–1602. doi:10.1016/S0140-6736(16)31678-6. PMC 5055577alt=Dapat diakses gratis. PMID 27733282. 
  9. ^ "Anemia Sel Sabit". Alodokter. 2016-05-12. Diakses tanggal 2023-03-10. 

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]