Perang Galia
Perang Galia | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
![]() Situasi Galia pada waktu Caesar menyerbu Britania dan Germania, 55 SM. Warna merah menandai teritori Caesar. | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Republik Romawi | |||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
| |||||||||
Kekuatan | |||||||||
30.000-60.000 legiuner | Tiga juta menurut Plutarch | ||||||||
Korban | |||||||||
Tidak diketahui, diperkirakan ribuan | 1,2 juta tewas, 1 juta terluka menurut Caesar |
Perang Galia dari tahun 58 SM hingga 50 SM adalah serangkaian konflik bersenjata antara Jenderal Romawi Julius Caesar melawan berbagai suku yang tinggal di Galia (kini bagian Prancis, Belgium, dan Swiss), dan berakhir dengan kemenangan Romawi dan penaklukkan Galia oleh Caesar.
Konflik ini berawal dari Caesar memasuki Galia untuk membela sekutu Romawi Aedui yang diserbu oleh suku Helvetii yang hendak bermigrasi pada 58 SM. Sukses mengalahkan suku Helvetii dan memaksanya kembali ke kampung halammanya, sebagian besar suku Galia mengucapkan selamat kepada Caesar dan mengundangnya ke sebuah perkumpulan suku di mana ia diminta bantuan lagi oleh sekutunya menghadapi musuh lainnya.
Seiring perkembangan situasi, Caesar tidak hanya berperang melawan suku-suku Galia, tetapi juga melakukan penyerbuan sebanyak dua kali ke Pulau Britania yang dihuni oleh suku Britanni dan menyeberangi Sungai Rhein untuk menghadapi suku Germani.
Ketidakpuasan di antara suku Galia terhadap kampanye militer Caesar memunculkan beberapa pemberontakan. Pada 52 SM, pemberontakan meluas ke sebagian Galia dan memuncak dalam Pertempuran Alesia, di mana pasukan Caesar berhasil menghancurkan pasukan Vercingetorix—pemimpin berbagai suku Galia yang bersatu melawan Caesar—sekaligus bala bantuannya. Suku-suku lain yang terus melawan dikalahkan pada tahun-tahun selanjutnya.
Konflik ini diceritakan oleh Caesar sendiri dalam Commentarii de Bello Gallico, yang merupakan sumber utama peristiwa sejarah ini. Dengan adanya kebangkitan nasionalisme di Eropa pada abad ke-19, konflik ini mulai ditafsirkan di Prancis sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah nasional. Vercingetorix dijadikan sebagai salah satu pahlawan nasional Prancis.[1][2]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]![](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/44/Map_Gallia_Tribes_Towns-la.svg/220px-Map_Gallia_Tribes_Towns-la.svg.png)
Pada pertengahan abad ke-1 SM, Galia terbagi menjadi tiga kelompok suku-bahasa. Bagian barat daya dihuni oleh suku Aquitani, bagian timur laut dihuni oleh suku Belgae, dan bagian tengah dan terbesarnya dihuni oleh apa yang orang-orang Romawi sebut sebagai suku Galia tetapi menamai dirinya sebagai Celtae. Setiap kelompok ini terbagi menjadi berbagai subkelompok dengan tingkat kemandirian berbeda-beda yang saling bermusuhan.[3]
Terdapat sejarah panjang hubungan antara suku-suku Galia dan Romawi Kuno, yang seringkali diliputi dengan peperangan. Pada 390 SM, sekelompok suku Galia menjarah Kota Roma. Dalam ratusan tahun selanjutnya, Republik Romawi melakukan penaklukkan suku-suku Galia di Lembah Po dan selatan Galia, mendirikan Provinsi Gallia Cisalpina dan Gallia Transalpina. Ada juga suku Galia yang bersekutu dengan Romawi, seperti sekutu tertuanya suku Aedui.[4]
![](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/60/Cesar_Dictator_Perpetuo_denier_Gallica_23528_avers.jpg/220px-Cesar_Dictator_Perpetuo_denier_Gallica_23528_avers.jpg)
Pada 59 SM, Julius Caesar mendapatkan wewenang dari Senat Romawi—setelah adanya campur tangan dari Triumvirat Pertama—untuk mengurus dua provinsi Romawi, yaitu Galia Cisalpina (Italia Utara), dan Illyricum (Balkan) selama lima tahun.[5]
Ia melihat kesempatan dari situasi di Galia untuk memperluas wilayah Romawi lebih jauh ke utara. Selain itu, kampanye militer yang sukses akan memberinya ketenaran dan kekuasaan politik yang lebih besar di Roma, terutama mengingat persaingannya dengan tokoh-tokoh politik lain seperti Gnaeus Pompeius dan Marcus Licinius Crassus.
Selain itu, ancaman dari suku Jermanik di perbatasan Galia dan kekhawatiran bahwa kekacauan di wilayah tersebut dapat merusak keamanan Romawi juga menjadi alasan bagi Caesar untuk melakukan intervensi.
58 SM
[sunting | sunting sumber]Konflik awal dengan suku Helvetii
[sunting | sunting sumber]![](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/65/Caesar%27s_Gallic_war%3B_%28Allen_and_Greenough%27s_ed.%29_%281898%29_%2814778872954%29.jpg/250px-Caesar%27s_Gallic_war%3B_%28Allen_and_Greenough%27s_ed.%29_%281898%29_%2814778872954%29.jpg)
Pada 28 Maret 58 SM, rombongan suku Helvetii bersama beberapa sekutunya berencana untuk berkumpul di sekitar Jenewa untuk memulai migrasi ke arah pantai barat Galia. Migrasi ini sebelumnya telah dipersiapkan pada tahun 60 dan 59 SM. Mereka berharap bisa melewati Provinsi Gallia Transalpina yang jalannya mudah ditempuh. Mereka berpikir bahwa mereka bisa membujuk suku Allobroges, suku tetangga yang tinggal di bagian perbatasan provinsi, agar mereka diperbolehkan lewat. Mendengar kabar ini, Caesar bergegas dari Roma ke provinsinya untuk mengumpulkan pasukannya, kemudian berangkat ke Jenewa.[6][7]
Caesar tiba di Jenewa kira-kira beberapa hari sebelum tanggal 28 Ketika kabar kehadirannya terdengar, mereka meminta izin kepada Caesar untuk menyeberanginya. Ia mengulur waktu sampai 13 April dengan berpura-pura mempertimbangkan permintaan tersebut. Waktu selama itu ia gunakan untuk membangun tembok pertahanan dari Danau Jenewa ke ujung Pegunungan Jura. Ia tidak berniat mengizinkan mereka, beralasan bahwa salah satu kelompok suku Helvetii adalah yang membunuh konsul Lucius Cassius Longinus (menjabat 107 SM) dan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (menjabat 112 SM) beserta pasukannya dalam Perang Cimbri. Pada hari yang ditentukan, Caesar terang-terangan menolak mereka. Kecewa akan keputusan Caesar, beberapa dari mereka mencoba menerobos benteng tetapi kewalahan oleh serangan misil pasukan Romawi sebelum akhirnya meninggalkan upaya tersebut.[8][9]
Suku Helvetii kemudian menempuh jalan lain melalui wilayah suku Sequani dan suku Aedui. Suku Helvetii sebelumnya telah mendapat izin dari suku Sequani untuk melalui wilayahnya berkat bujukan pemimpin suku Aedui, Dumnorix, yang ramah terhadap keduanya. Caesar kembali menerima kabar bahwa suku Helvetii berniat menetap di wilayah Santones (kini bagian Charente-Maritime, Prancis), dekat dengan Tolosates (kini bagian Toulouse, Prancis) yang merupakan daerah kaya akan panen biji-bijian di provinsinya tetapi tidak terlindungi. Ia tidak dapat menerima ancaman yang dirasakan dari berada dekat dengan suku yang "suka berperang" dan "tidak bersahabat" dengan Romawi.[10][11]
Oleh karena itu, ia bergegas ke Aquileia, Pronvisi Illyricum untuk mengerahkan pasukan utamanya. Dari tiga legiun yang ditempatkan di sana, ia juga mengumpulkan dua legiun baru sehingga ia memiliki lima legiun ditambah satu lagi yang ditempatkan di Sungai Rhone.[12] Selanjutnya ia bergegas menuju Gallia Transalpina melalui Pegunungan Alpen. Di tengah pegunungan, ia harus mengatasi berbagai sergapan dari beberapa suku Galia lain yang mencoba mengusir pasukannya. Pada waktu yang bersamaan, suku Helvetii telah menyeberang Pas de l'Ecluse—sebuah lembah sempit di ujung Jura—menuju wilayah Sequani dan Aedui, suku yang bersekutu dengan Romawi. Caesar menerima aduan dari perwakilan Aedui bahwa suku Helvetii melakukan perusakan dan penjarahan di wilayah mereka dan memohon kepadanya untuk bantuannya.[13][14]
Caesar beserta enam legiunnya, dengan total sekitar 25.000-30.000 tentara, menyusul mereka dan melihat bahwa mereka telah mencoba menyeberangi Sungai Arar (Saône) selama 20 hari dan seperempat dari mereka belum menyeberang. Ia memutuskan untuk melancarkan serangan mendadak pada waktu sebelum fajar. Serangan ini berakhir dengan pembantaian banyak orang-orang suku yang tidak menyadari akan adanya pasukan Romawi, menyebar ke mana-mana dan meninggalkan barang berharga mereka. Pasukan Romawi kemudian menyeberangi sungai dalam sehari.[15][16]
Sebuah perwakilan suku Helvetii yang dipimpin oleh pemimpin suku Divico mencoba berunding dengan Caesar, tetapi syarat Caesar untuk menyerahkan beberapa sebagai tawanan membuat mereka marah dan pergi. Pada hari selanjutnya, suku Helvetii bergerak kembali, diikuti oleh pasukan Caesar. Caesar mengirim sekitar 4.000 kavaleri untuk bergerak lebih maju ke depan. Karena bergerak terlalu serampangan, mereka disergap oleh pasukan berkuda Helvetii. Keberhasilan awal ini mendorong beberapa di bagian belakang melambat dan berusaha mengganggu pasukan Romawi. Karena itu, Caesar mengarahkan kavalerinya untuk menjaga jarak selagi tetap mengikuti mereka.[17][18]
Ia tidak bisa mengejar lebih jauh karena persediaannya sudah menipis dan ia berada jauh dari provinsinya. Suku Aedui sebelumnya sudah berjanji akan mengirimkan persediaan kepadanya, tetapi tidak kunjung datang. Tidak ingin bencana menimpa pasukannya, Caesar memanggil Divitiacus dan Liscus. Divitiacus adalah kakaknya Dumnorix dan seorang druid, sementara Liscus adalah kepala magistrat suku (Vergobret).
Pertempuran melawan Ariovistus
[sunting | sunting sumber]Setelah kemenangan melawan Helvetii, Caesar berhadapan dengan Ariovistus, pemimpin suku Jermanik yang telah menginvasi Galia. Caesar menganggap Ariovistus sebagai ancaman bagi kepentingan Romawi dan berhasil mengalahkannya di Pertempuran Vosges.[19]
57 SM
[sunting | sunting sumber]Perseteruan terhadap persekutuan suku-suku Belgae
[sunting | sunting sumber]Pada tahun berikutnya, Caesar memusatkan perhatiannya pada suku-suku Belgia di Galia utara, yang dianggap sebagai ancaman potensial bagi Romawi. Suku-suku Belgia bersatu melawan Romawi, tetapi Caesar berhasil mematahkan perlawanan mereka dalam serangkaian pertempuran, termasuk Pertempuran Sabis, di mana pasukan Romawi menghadapi perlawanan sengit dari suku Nervii.
56 SM
[sunting | sunting sumber]Kampanye melawan suku Veneti
[sunting | sunting sumber]Pada 56 SM, Caesar mengarahkan pasukannya ke wilayah barat Galia, yang dihuni oleh suku-suku Armorika. Dalam kampanye ini, Caesar berhasil mengalahkan suku Veneti yang mengandalkan armada laut mereka. Pertempuran laut yang terjadi dalam kampanye ini menjadi salah satu pertempuran laut penting dalam perang.
55 SM
[sunting | sunting sumber]Caesar melancarkan kampanye ke Galia tengah dan menyeberangi Selat Inggris dalam dua ekspedisi ke Britania (55 dan 54 SM), meskipun kampanye di Inggris tidak memberikan hasil yang signifikan. Ekspedisi ini lebih bersifat penjelajahan dan penguatan pengaruh Romawi daripada penaklukan langsung.
52 SM
[sunting | sunting sumber]Pemberontakan besar-besaran meletus pada 52 SM, dipimpin oleh Vercingetorix, seorang kepala suku Arverni yang berpengaruh. Vercingetorix berhasil mengumpulkan banyak suku Galia untuk melawan Romawi. Salah satu pertempuran paling terkenal dalam Perang Galia adalah Pengepungan Alesia, di mana Caesar berhasil mengepung kota tersebut dan memaksa Vercingetorix menyerah. Kekalahan Vercingetorix menandai akhir dari pemberontakan besar dan membawa sebagian besar Galia di bawah kendali Romawi.
Kesudahan
[sunting | sunting sumber]Pada 50 SM, seluruh Galia telah berada di bawah kendali Romawi, dan Caesar kembali ke Roma sebagai pahlawan. Keberhasilan dalam Perang Galia memberikan Caesar ketenaran, kekayaan, dan basis kekuatan militer yang kuat, yang akhirnya memicu Perang Saudara Romawi. Perang ini juga membuka jalan bagi transisi Romawi dari republik menjadi kekaisaran.
Dampak jangka panjang dari Perang Galia termasuk asimilasi budaya Galia ke dalam Kekaisaran Romawi, pengenalan bahasa Latin di Galia, dan pembentukan Galia sebagai salah satu provinsi Romawi yang paling penting. Galia menjadi pusat ekonomi dan budaya di Kekaisaran Romawi Barat hingga jatuhnya Kekaisaran Romawi.
Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ Beardsley, Eleanor (2013-08-08). "How Gaul-ing! Celebrating France's First Resistance Fighter". NPR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-02-06.
- ^ Khadilkar, Dhananjay (2019-04-11). "Where the legend of Vercingetorix was born". RFI (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-02-06.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 197.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 198-199.
- ^ Canfora 2007, hlm. 88.
- ^ The Gallic War, hlm. 11.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 205.
- ^ The Gallic War, hlm. 13.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 210.
- ^ The Gallic War, hlm. 15.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 211.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 212.
- ^ The Gallic War, hlm. 17.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 213.
- ^ The Gallic War, hlm. 19.
- ^ Goldworthy 2006, hlm. 214.
- ^ The Gallic War, hlm. 24-25.
- ^ Goldsworthy 2006, hlm. 215.
- ^ Pelletier, André (1981-12-31). Vienne antique : de la conquête romaine aux invasions alamanniques (IIe siècle avant-IIIe siècle après J.-C.) (dalam bahasa Prancis). FeniXX. ISBN 978-2-402-39345-4.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Caesar, Julius (1917). The Gallic War. Diterjemahkan oleh Edwards, Henry John. Harvard University Press – via Internet Archive.
- Canfora, Luciano (2007). Julius Caesar: The People's Dictator. Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-1936-8.
- Goldsworthy, Adrian (2006). Caesar: Life of a Colossus. Yale University Press – via Internet Archive.
- Pelletier, André (1982). Vienne antique : de la conquête romaine aux invasions alamanniques, IIe siècle avant-IIIe siècle après J.-C. / par André Pelletier (dalam bahasa Prancis). Horvath. ISBN 2-7171-0213-2 – via Gallica.