Lompat ke isi

Konferensi Yalta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Perjanjian Yalta)

Konferensi Yalta
Yalta Conference
Crimean Conference
Argonaut Conference
"Tiga Besar" saat Konferensi Yalta, Winston Churchill, Franklin D. Roosevelt and Joseph Stalin. Di belakang mereka berdiri, dari kiri. Marsekal lapangan Sir Alan Brooke, Laksamana Besar Ernest King, Laksamana William D. Leahy, Jenderal George Marshall, Mayor Jenderal Laurence S. Kuter, Jenderal Aleksei Antanov, Laksamana Madya Stepan Kucherov, dan Laksamana Besar Nikolay Kuznetsov.
Tuan rumah Uni Soviet
Tanggal4–11 Februari 1945
TempatLivadia Palace
KotaYalta, Krimea, Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia, USSR
PesertaUni Soviet Joseph Stalin
Britania Raya Winston Churchill
Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt
SebelumnyaKonferensi Tehran
SelanjutnyaKonferensi Potsdam
Winston Churchill, Franklin D. Roosevelt dan Josef Stalin di Yalta, 1945.

Konferensi Yalta adalah pertemuan penting antara tiga pemimpin utama Sekutu Perang Dunia II, yaitu Franklin D. Roosevelt dari Amerika Serikat, Winston Churchill dari Britania Raya, dan Joseph Stalin dari Uni Soviet. Konferensi ini berlangsung pada tanggal 4 hingga 11 Februari 1945 di Istana Livadia, dekat Yalta, di Krimea, Uni Soviet. Konferensi Yalta menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah dunia, karena menghasilkan kesepakatan-kesepakatan penting yang memengaruhi tatanan dunia pasca-Perang Dunia II.

Konferensi ini bertujuan untuk merumuskan rencana akhir kemenangan Sekutu atas Jerman Nazi, membahas pembagian wilayah-wilayah Eropa yang akan dibebaskan, dan menetapkan kerangka kerja untuk dunia pascaperang, termasuk pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

Pada awal 1945, Sekutu telah mendekati kemenangan dalam Perang Dunia II. Tentara Uni Soviet telah mendesak pasukan Jerman mundur ke Eropa Timur, sementara pasukan Amerika dan Inggris telah berhasil mendarat di Prancis dan mendesak Jerman dari barat. Ketiga pemimpin Sekutu sepakat untuk bertemu guna merencanakan strategi terakhir melawan Jerman serta membahas masa depan Eropa setelah perang.

Lokasi konferensi dipilih di Yalta, wilayah yang berada di bawah kendali Uni Soviet, karena kondisi kesehatan Roosevelt dan kebutuhan Stalin untuk tetap dekat dengan Moskow.

Peserta Konferensi

[sunting | sunting sumber]

Peserta utama konferensi adalah:

  1. Franklin D. Roosevelt, Presiden Amerika Serikat, yang mewakili kepentingan Amerika dalam membangun tatanan dunia yang damai dan menciptakan PBB.
  2. Winston Churchill, Perdana Menteri Britania Raya, yang ingin memastikan perlindungan terhadap Eropa Barat dan negara-negara kecil dari pengaruh Uni Soviet.
  3. Joseph Stalin, Pemimpin Uni Soviet, yang ingin mengamankan kendali atas wilayah Eropa Timur untuk melindungi negaranya dari ancaman di masa depan.

Selain ketiga pemimpin utama, hadir pula penasihat militer dan diplomat dari masing-masing negara.

Agenda dan Topik Diskusi

[sunting | sunting sumber]

Konferensi Yalta membahas beberapa topik utama, yaitu:

Pembagian Wilayah Jerman

[sunting | sunting sumber]

Jerman akan dibagi menjadi empat zona pendudukan yang dikelola oleh Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, dan Prancis. Kota Berlin juga akan dibagi meskipun berada di dalam zona pendudukan Soviet.

Reparasi Perang Jerman

[sunting | sunting sumber]

Stalin mengusulkan agar Jerman membayar reparasi besar untuk membangun kembali negara-negara yang hancur. Kesepakatan awal menyebutkan bahwa reparasi akan dibayar sebagian dalam bentuk barang dan tenaga kerja.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

[sunting | sunting sumber]

Ketiga pemimpin menyepakati pembentukan PBB untuk mencegah perang dunia di masa depan. Dewan Keamanan PBB akan memiliki lima anggota tetap, yaitu Amerika Serikat, Uni Soviet, Britania Raya, Prancis, dan Tiongkok, yang memiliki hak veto.

Deklarasi Eropa yang Dibebaskan

[sunting | sunting sumber]

Para pemimpin setuju bahwa negara-negara Eropa yang dibebaskan dari pendudukan Jerman akan diizinkan untuk menentukan masa depan politik mereka melalui pemilihan umum yang bebas dan adil.

Perang Melawan Jepang

[sunting | sunting sumber]

Stalin sepakat untuk bergabung dalam perang melawan Jepang tiga bulan setelah kekalahan Jerman, dengan imbalan wilayah-wilayah tertentu di Asia, termasuk Sakhalin selatan dan Kepulauan Kuril.

Hasil dan Dampak

[sunting | sunting sumber]

Hasil dari Konferensi Yalta memengaruhi peta politik dunia pasca-Perang Dunia II. Namun, beberapa keputusan yang diambil menimbulkan kontroversi dan ketegangan antara Sekutu Barat dan Uni Soviet, yang menjadi awal dari Perang Dingin.

  • Pembagian Jerman dan Eropa Timur: Pembagian wilayah Jerman dan Eropa Timur menempatkan sebagian besar Eropa Timur di bawah kendali Soviet, menciptakan blok komunis.
  • Polandia: Konflik tentang pemerintahan Polandia memunculkan kekecewaan di kalangan Sekutu Barat, karena Uni Soviet tidak memenuhi janji tentang pemilu bebas.
  • Pembentukan PBB: Keberhasilan pembentukan PBB menjadi salah satu pencapaian terbesar Konferensi Yalta dan berfungsi sebagai forum perdamaian internasional hingga saat ini.

Kontroversi

[sunting | sunting sumber]

Banyak kritikus berpendapat bahwa Roosevelt dan Churchill terlalu banyak mengalah kepada Stalin, yang memungkinkan Uni Soviet memperluas pengaruhnya di Eropa Timur. Namun, pembela Roosevelt dan Churchill menyatakan bahwa kompromi tersebut diperlukan untuk memastikan kerja sama Stalin dalam perang melawan Jepang dan pembentukan PBB.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Gilbert, M. The Second World War: A Complete History.
  • Roberts, G. Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939-1953.
  • Berbagai sumber arsip PBB dan dokumen resmi Sekutu.