Pemuda Sosialis Indonesia
Pemuda Sosialis Indonesia | |
---|---|
Aktif | 10 November 1945 ‒ 12 November 1950 |
Negara | Indonesia |
Peran | Pasukan paramiliter |
Jumlah personel | 300.000 (1947)[1] |
Markas | Madiun (1945‒1946) Surakarta (1946‒1950) |
Julukan | Pesindo |
Warna seragam | Merah & Putih |
Pertempuran | Revolusi Nasional Indonesia |
Tokoh | |
Ketua | Sutan Sjahrir Amir Sjarifoeddin |
Pemuda Sosialis Indonesia (disingkat Pesindo) adalah sebuah organisasi pemuda yang menganut asas sosialisme untuk menegakkan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Secara khusus Pesindo berkaitan erat dengan tokoh pemuda pada tahun 1945. Peran tokoh pemuda seperti Wikana dan Chaerul Saleh (Kelompok Menteng 31 dan Kelompok Kaigun yang kemudian melebur dalam API Jakarta), Soemarsono dan Krissubanu (PRI Surabaya), Ibnu Parna (AMRI Semarang) serta tokoh lainnya membentuk identitas Pesindo, yakni organisasi pemuda revolusioner anti-kolonialisme dan fasisme.[2]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 10 November 1945, Kongres Pemuda Seluruh Indonesia pertama di adakan Yogyakarta. Peristiwa tersebut merupakan inisiatif Menteri Penerangan Amir Sjarifoeddin yang saat itu aktif dalam Partai Sosialis bersama Sutan Sjahrir. Pada mulanya, tujuan kongres ini untuk menyatukan seluruh organisasi pemuda di Indonesia dalam satu wadah dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan.[2]
Namun di lain pihak, Amir Sjarifoeddin memiliki tujuan lain, yaitu untuk menggabungkan dukungan kaum muda dalam Partai Sosialis yang dipimpinnya. Hal ini terlihat dalam dualisme kepemimpinan Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin di Partai Sosialis, dimana Sjahrir lebih memfokuskan diri terhadap usaha-usaha di tataran atas, seperti diplomasi, sedangkan Amir Sjarifoeddin lebih banyak bergerak untuk mencari dukungan tokoh-tokoh pemuda yang mulai aktif sejak masa pendudukan Jepang.[2]
Pada akhirnya, Kongres Pemuda Indonesia pertama berhasil melahirkan sebuah keputusan untuk membentuk organisasi bernama Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI). BKPRI terdiri dari seluruh organisasi pemuda yang hadir dalam kongres tersebut. Ketua BKPRI yang pertama adalah Chaerul Saleh, dibantu oleh Wakil Ketua I Soepardo, Wakil Ketua II A. Buchari, Ketua Dewan Pimpinan Perjuangan Soemarsono, serte Ketua Dewan Pimpinan Pembangunan Wikana.[2]
Sejumlah 28 organisasi pemuda bergabung seluruhnya ke dalam BKPRI. Selain itu, terdapat 7 kelompok pemuda yang memutuskan untuk berfusi menjadi sebuah organisasi pemuda yang menamakan diri Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Tujuh organisasi pemuda itu antara lain:
- Angkatan Pemuda Indonesia,
- Angkatan Muda Republik Indonesia,
- Gerakan Republik Indonesia,
- Pemuda Republik Indonesia,
- Angkatan Muda Kereta Api,
- Angkatan Muda Gas dan Listrik,
- Angkatan Muda Pos, Telegraf dan Telepon.[2]
Identitas dan struktur organisasi
[sunting | sunting sumber]Pesindo memiliki lambang bintang putih dengan latar belakang merah. Warna putih bintang melambangkan cita-cita yang suci dan murni, sementara warna merah sebagai latarnya melambangkan semangat rakyat. Selain itu, Pesindo juga memiliki mars, yaitu darah rakyat. Saat sedang beraksi di lapangan, para anggota Pesindo juga memiliki kode tersendiri sebagai tanda identitas. Mereka memberikan salam menggunakan tangan kiri dengan lima jari terkepal. Tangan kiri digunakan sebagai simbol gerakan kiri, serta lima jari terkepal melambangakan semangat dan dukungan terhadap lima P (Persatuan antara pemuda, penduduk, prajurit, pamong praja, dan polisi) dan anti-lima P (penindasan, pemerasan, penjajahan, perusuhan, pengacauan).[2]
Pada akhir 1945 hingga awal 1946, struktur organisasi Pesindo terdiri dari badan-badan yang berada di bawah Dewan Pucuk Pimpinan atau DPP Pesindo yang berkedudukan di Madiun. Krissubanu merupakan ketua Pesindo untuk yang pertama, dengan wakilnya Wikana. Pada tanggal 11 Januari 1946, Pesindo mengadakan kongres pertama di Yogyakarta. Dalam kongres ini diputuskan DPP Pesindo berpindah dari Madiun ke Solo dan ketua Pesindo dijabat oleh Sudisman. Amir Sjarifuddin dalam kongres itupun diputuskan sebagai dewan penasehat atau badan konsul Kongres Pesindo II diadakan di Malang pada tanggal 7-9 November 1946. Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa Ruslan Widjajasastra menjadi pemimpin umum, Wikana sebagai Wakil Pemimpin Umum I, Roedhito sebagai Wakil Pemimpinan Umum II, serta Soebroto dan Djalaloeddin Jusuf Nasution sebagai Sekretaris.[2]
Pembubaran Pesindo dan berdirinya Pemuda Rakyat
[sunting | sunting sumber]Setelah insiden Madiun, Pesindo kehilangan sebagian besar kekuatan politik, kelaskaran, serta tokoh-tokohnya. Apabila PKI kehilangan Musso yang tewas tertembak oleh tentara pada 31 Oktober 1948, maka Pesindo kehilangan Amir Sjarifuddin dan tokoh lainnya. Pada 15 Oktober 1948, BKPRI mengadakan kongresnya untuk menyikapi Insiden Madiun yang melibatkan banyak laskar pemuda di dalamnya. Salah satu resolusi kongres yang diambil adalah BKPRI secara resmi menjatuhkan skorsing kepada Pesindo karena keterlibatannya dalam peristiwa Madiun. Setelah peristiwa Madiun, ketua umum Pesindo dijabat oleh Ir. Setiadi. Akibat skorsing yang dijatuhkan, Pesindo tidak diundang untuk mengikuti Kongres Pemuda Seluruh Indonesia ke-III yang diadakan di Yogyakarta pada 14-18 Agustus 1949.[2]
Pada tanggal 4-12 November 1950, Pesindo mengadakan kongresnya yang ketiga di Jakarta. Resolusi yang diambil kongres ini adalah Pesindo akan mengubah namanya menjadi Pemuda Rakyat, serta mengangkat Ir. Setiadi sebagai pemimpin umum I, Francisca C. Fanggidaej sebagai Pemimpin Umum II, Baharudin sebagai Pemimpin Umum III, serta Asmudji, Sukatno, dan Iskandar Subekti sebagai Sekretaris Umum I, II, dan III. Dengan demikian, Pesindo secara resmi menghilang dari panggung perpolitikan Indonesia dan berganti dengan organisasi Pemuda Rakyat.[2]