Republik Demokratik Afganistan
1978–1992 | |||||||||
Ibu kota | Kabul | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Dari Pashto | ||||||||
Agama | Islam | ||||||||
Pemerintahan | Negara satu partai sosialis (1979–87) Negara Islam (1987–92) | ||||||||
Sekretaris Jenderal | |||||||||
• 1978–1979 | Nur Muhammad Taraki | ||||||||
• 1986–1992 | Mohammad Najibullah | ||||||||
Kepala Negara | |||||||||
• 1978–1979 | Nur Muhammad Taraki | ||||||||
• 1992 | Abdul Rahim Hatif | ||||||||
Perdana Menteri | |||||||||
• 1978–1979 | Nur Muhammad Taraki | ||||||||
• 1990–1992 | Fazal Haq Khaliqyar | ||||||||
Legislatif | Dewan Revolusi | ||||||||
Era Sejarah | Perang Dingin | ||||||||
27–28 April 1978 | |||||||||
• Didirikan | 30 April 1978 | ||||||||
27 Desember 1979 | |||||||||
• Tentara Soviet keluar | 15 Februari 1989 | ||||||||
28 April 1992 | |||||||||
Luas | |||||||||
1992 | 647.500 km2 (250.000 sq mi) | ||||||||
Populasi | |||||||||
• 1992 | 13811900 | ||||||||
Mata uang | Afghani (AFA) | ||||||||
Kode ISO 3166 | AF | ||||||||
| |||||||||
Selama masa pemerintahan rezim komunis (1978-1992), Afganistan dikenal dengan dua nama: Republik Demokratik Afganistan (bahasa Dari: جمهوری دمکراتی افغانستان; Jumhūri-ye Dimukrātī-ye Afġānistān; bahasa Pashtun: دافغانستان دمکراتی جمهوریت, Dǝ Afġānistān Dimukratī Jumhūriyat, 1978-1987), dan Republik Afganistan (bahasa Dari: جمهوری افغانستان; Jumhūrī-ye Afġānistān; bahasa Pashtun: د افغانستان جمهوریت, Dǝ Afġānistān Jumhūriyat, 1987-1992).
Partai Demokrasi Rakyat Afganistan berhasil merebut kekuasaan dari Presiden Mohammad Daoud Khan dalam Revolusi Saur pada 27 April 1978. Setelah kudeta itu, Nur Muhammad Taraki menjadi kepala negara dan pemerintahan pada 30 April 1978. Taraki dan Hafizullah Amin, yang merupakan pengorganisir revolusi, memperkenalkan sejumlah pembaharuan sosial seperti pemberlakuan hak-hak perempuan dan reformasi tanah. Namun, kemudian terjadi perebutan kekuasaan antara dua faksi PDRA: Khalq yang dipimpin Taraki dan Amin melawan Parcham yang dipimpin Babrak Karmal. Hasilnya adalah kemenangan Khalq, dan anggota faksi Parcham disingkirkan dari partai atau diasingkan ke Uni Soviet. Setelah kemenangan Khalq terjadi lagi perebutan kekuasaan antara Taraki dan Amin, dimana Taraki kemudian berhasil dibunuh oleh Amin. Namun rezim Amin tidak disukai rakyat dan Uni Soviet. Pada akhirnya, Uni Soviet menginvasi Afganistan pada 27 Desember 1979 dan membunuh Amin.
Penggantinya adalah Babrak Karmal (berkuasa 1979-1986). Di masa kepemimpinannya terjadi Perang Uni Soviet melawan mujahidin di negara itu. Perang tersebut mengakibatkan banyak korban berjatuhan, juga lautan pengungsi yang mengungsi ke Pakistan dan Iran. Pada April 1980, pemerintah memperkenalkan sebuah UUD baru yaitu Prinsip Fundamental, dan sejumlah politikus non-PDRA diizinkan menduduki jabatan di pemerintahan untuk meningkatkan dukungan terhadap pemerintah. Namun usaha tersebut gagal, dan pada tahun 1986 ia diganti oleh Mohammad Najibullah.
Najibullah membuat kebijakan baru, yaitu Rekonsiliasi Nasional dengan pihak oposisi, memperkenalkan konstitusi baru dan menyelenggarakan pemilu demokratis pada tahun 1988 (yang diboikot oleh mujahidin). Setelah tentara Soviet meninggalkan Afganistan, perlawanan terhadap Najibullah semakin meningkat. Pemerintah akhirnya membuat konstitusi baru pada tahun 1990 yang menyatakan Afganistan sebagai republik Islam, dan PDRA ditransformasikan menjadi Partai Watan. Di medan pertempuran pemerintah berhasil mengalahkan pihak oposisi bersenjata seperti dalam Pertempuran Jalalabad. Namun, karena pihak oposisi semakin kuat, masalah internal, upaya kudeta yang dilancarkan oleh faksi Khalq pada 1990 dan pembubaran Uni Soviet, rezim komunis dan Kabul jatuh ke tangan mujahidin pada April 1992.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Revolusi Saur dan Taraki: 1978–1979
[sunting | sunting sumber]Mohammad Daoud Khan, Presiden Republik Afganistan dari tahun 1973-1978, berhasil digulingkan dalam Revolusi Saur setelah kematian Mir Akbar Khyber, seorang politikus faksi Parcham Partai Demokrasi Rakyat Afganistan (PDRA) yang misterius.[1] Hafizullah Amin (dari faksi Khalq), merupakan otak dari kudeta itu.[2] Nur Muhammad Taraki, pemimpin faksi Khalq, menjadi Ketua Presidium Dewan Revolusi, Ketua Dewan Menteri. Ia juga mempertahankan jabatannya sebagai ketua Komite Pusat PDRA.[3] Babrak Karmal, ketua faksi Parcham diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Revolusi [4] dan Wakil Ketua Dewan Menteri, Amin sebagai Wakil Ketua Dewan Menteri [5] dan Menteri Luar Negeri [3] serta Mohammad Aslam Watanjar sebagai wakil Dewan Menteri.[6] Pengangkatan Karmal, Amin dan Watanjar sebagai wakil Dewan Menteri membuat pemerintahan tidak stabil karena anggota faksi Khalq bertanggung jawab kepada Amin, anggota faksi Parcham bertanggung jawab kepada Karmal dan para tentara bertanggung jawab kepada Watanjar.[7]
Konflik pertama antara Khalq dan Parcham terjadi saat adanya keinginan untuk memberikan keanggotaan kepada para kepala militer yang mendukung revolusi keanggotaan di Komite Pusat PDRA. Amin yang sebelumnya menentang ide itu, kini berbalik mendukungnya. Politbiro PDRA menyetujui rencana itu. Pemenangnya, kaum Khalq, lalu menggambarkan kaum Parcham sebagai seorang oportunis (menurut mereka, faksi Parcham hanya "ikut-ikutan" dalam revolusi). Taraki juga ikut menganggap istilah "Parcham" identik dengan faksionalisme.[8] Tiga bulan setelah revolusi, pada 27 Juni, Amin berusaha untuk mengakali faksi Parcham dari pertemuan Komite Pusat.[9] Upaya itu dilakukan dengan memberikan kewenangan total kepada Khalq untuk menyusun dan menentukan kebijakan. Kemudian, setelah Karmal diasingkan ke luar negeri, rencana kudeta faksi Parcham terbongkar. Terbongkarnya rencana itu membuat anggota-anggota faksi Parcham disingkirkan dari partai, dan duta besar dari faksi Parcham diminta pulang (kebanyakan tidak menurutinya, seperti Karmal dan Mohammad Najibullah).[10]
Dalam masa pemerintahannya, Taraki dan pemimpin PDRA lainnya memperkenalkan sejumlah kebijakan revolusioner Marxisme, yang bertentangan dengan kebudayaan Afganistan serta kekuatan lokal. Kebijakan itu seperti adanya reformasi pertanahan yang tidak populer, dimana tanah diambil secara paksa oleh pemerintah tanpa ganti rugi (akibatnya hasil pertanian menurun)[11], pelarangan kawin paksa dan kebijakan adanya perempuan di pemerintahan. Akibatnya, muncul penolakan publik yang besar, yang pada akhirnya menyebabkan perang Saudara Afganistan[12]. Kekuasaannya yang tidak kuat, juga disebabkan sejarah masyarakat Afganistan yang memang menetang pemerintahan terpusat.[13] Mengetahui penolakan itu, Taraki berusaha untuk menghentikan program-program tersebut.[14].
Hafizullah Amin dan Uni Soviet: 1979
[sunting | sunting sumber]Meskipun hubungan Amin dan Taraki awalnya sangat dekat, seperti Amin misalnya memberi gelar-gelar dan menciptakan pemujaan kepribadian terhadap Taraki, namun dalam waktu cepat, hubungan keduanya memburuk. Penyebab dari keretakan hubungan Taraki adalah Amin yang merasa tidak diperhatikan Taraki, yang menurutnya sudah berpikir semaunya sendiri dan tidak mau mendengarkan sarannya. Seiring makin memburuknya hubungan mereka, mereka berdua berusaha memperebutkan kekuasaan atas Angkatan Darat Afganistan.[15] Setelah Pemberontakan Herat, Dewan Revolusi dan Politbiro PDPA mendirikan Dewan Pertahanan Tinggi Tanah Air. Taraki menjadi ketuanya, dan Amin adalah wakilnya. Pengangkatan Amin sebagai wakil Dewan Pertahanan dan ketua Dewan Menteri bukanlah tangga menuju puncak; hal ini dikarenakan pemerintah memberikan kekuasaan yang terbatas kepada jabatan itu.[16] Lalu, muncullah rencana pembunuhan Amin yang diotaki Watanjar, Sayed Mohammad Gulabzoy, Sherjan Mazdoryar dan Assadullah Sarwari. Upaya pembunuhan Amin membuatnya mulai bergerak melawan Taraki,[17] dan saat Taraki kembali dari Havana,[18] ia digulingkan dan dibunuh.[17]
Dalam masa kepemimpinanya yang singkat (104 hari), Amin berusaha membentuk kepemimpinan bersama. Ia juga berjanji bahwa "mulai sekarang, tidak ada lagi pemerintahan yang dikuasai satu orang..."[19] Amin berusaha meningkatkan dukungan terhadap pemerintahannya, ia berusaha mempertunjukkan rezimnya tidak anti-Islam serta untuk menenangkan publik, ia merilis dan menyebarluaskan daftar sekitar 18,000 orang yang telah dieksekusi Taraki (meskipun ia juga sebenarnya berperan hingga jumlah yang dieksekusi mencapai 17,000-45,000, kebanyakan dieksekusi di penjara Pul-e-Charkhi[20][21][22] [23]). Namun Amin tetap tidak disukai publik, perlawanan kepadanya meningkat, ia kehilangan dukungan di pedesaan serta keadaan tentara Afganistan makin menurun karena adanya pembelotan (100.000 menjadi 50.000-70.000). Masalah lainnya adalah KGB yang memengaruhi PDRA, birokrasi dan militer.[24] Posisi Amin makin terancam, bahkan para pemimpin Parcham yang diasingkan bertekad menggulingkannya. Babrak Karmal, berusaha bertemu dengan pimpinan Uni Soviet serta Mohammad Aslam Watanjar, Sayed Mohammad Gulabzoy dan Assadullah Sarwari ingin balas dendam terhadap Amin.[25]
Sementara itu di Uni Soviet, Komisi Istimewa Politburo tentang Afganistan (yang beranggotakan Yuri Andropov, Andrei Gromyko, Dmitriy Ustinov dan Boris Ponomarev) berusaha menghilangkan pandangan bahwa Uni Soviet mendukung kepemimpinan dan jabatan Amin. [26] Andropov berjuang keras untuk meyakinkan Leonid Brezhnev tentang invasi ke Afganistan, ia menyatakan pemerintah dan militer kehilangan kemampuannya untuk mengatasi krisis karena adanya penindasan massal oleh Amin. Menurut Andropov, rencana yang akan diambil adalah membawa tentara yang jumlahnya kecil untuk menginvasi, lalu menggulingkan Amin dan menggantinya dengan Karmal.[27] Uni Soviet berencana untuk menginvasi Afganistan pada 12 Desember 1979, dan memulai Operasi Badai-333 (fase awal intervensi) pada 27 Desember 1979.[28]
Amin tetap percaya kepada Uni Soviet sampai akhir, meskipun hubungannya dengan Uni Soviet memburuk. Saat lembaga intelijen memberitahu Amin bahwa Uni Soviet akan menginvasi negara itu dan menggulingkannya, Amin menganggap laporan itu sebagai produk imperialisme. Beberapa waktu kemudian tentara Soviet mulai memasuki Afganistan (Amin telah diberitahu tentang hal ini).[29][30] Pada akhirnya, Amin dibunuh oleh tentara Soviet pada 27 Desember 1979.[31]
Babrak Karmal: 1979–1986
[sunting | sunting sumber]Karmal memperoleh tampuk kekuasaan setelah pembunuhan Amin.[31] Pada 27 Desember Radio Kabul menyiarkan pidato Karmal yang telah direkam sebelumnya. Ia menyatakan "Sekarang, mesin penyiksa Amin telah dihancurkan serta pembantunya-para eksekutor, pembunuh dan algojo ribuan saudara sebangsa kita–bapak, ibu, adik-kakak, anak laki-laki dan perempuan, dan orang-orang tua kita...". Pada 1 Januari, Leonid Brezhnev dan Andrei Gromyko mengucapkan selamat atas "pemilihan" Karmal sebagai pemimpin Afganistan, bahkan sebelum pemilihan yang sesungguhnya. [32]
Karmal juga berusaha menarik dukungan publik, ia berjanji akan menghentikan eksekusi oleh pemerintah, mendirikan rezim yang demokratis, pemilu yang jurdil, adanya konstitusi dan legalisasi partai, penghargaan atas hak milik, amnesti bagi para tahanan, serta pemerintahan koalisi non-sosialis. Ia juga mengatakan telah meminta Uni Soviet memberikan sejumlah bantuan.[33] Meskipun Karmal telah berjanji seperti itu, keberadaan Uni Soviet membuatnya sulit melaksanakan janji itu. Publik rupanya juga tidak percaya terhadapnya, karena ia dahulu juga berjanji "akan melindungi hak pribadi" yang ternyata hanya sebuah kebohongan.[34]
Setelah upaya penyelesaian secara politis mengalami kegagalan, rezim Karmal dan tentara Soviet bertekad menyelesaikan masalah ini secara militer. Perubahan cara penyelesaian masalah ini berlangsung secara bertahap dan dimulai pada Januari 1981. Upaya yang dilakukan seperti peningkatan gaji bagi pegawai militer, memberikan sejumlah penghargaan, dan satu jenderal serta 13 kolonel diberi tanda kehormatan. Lalu, usia masuk ketentaraan diturunkan, waktu kewajiban dinas militer ditingkatkan, dan usia masuk bagi tentara cadangan ditingkatkan menjadi 35 tahun. Pada Juni 1981, Assadullah Sarwari kehilangan jabatannya di Politbiro PDRA, dan ia digantikan oleh Mohammad Aslam Watanjar, pemimpin tank dan Menteri Komunikasi, Mayor Jenderal Mohammad Rafi, Menteri Pertahanan dan pemimpin KHAD Mohammad Najibullah. Kebijakan tersebut dilakukan karena semakin menurunnya kualitas tentara; sebelum invasi tentara dapat berjumlah 100.000 orang, setelah invasi hanya berjumlah 25,000. Pembelotan begitu luas, serta perekrutan bagi kaum muda umumnya diakhiri dengan larinya mereka ke pihak oposisi.[35] Untuk meningkatkan penorganisasian militer, 7 zona militer didirikan dengan masing-masing Dewan Pertahanan, yang didirikan pada tingkat nasional, provinsi dan distrik untuk mendelegasikan kekuasaan kepada PDRA lokal.[36] Diperkirakan hampir 40% pendapatan pemerintah dipakai untuk kebutuhan militer.[37]
Karmal dipaksa untuk turun dari jabatannya pada Mei 1985, karena tekanan Soviet terhadap pemerintah Afganistan. Jabatannya sebagai ketua Komite Pusat PDRA diganti oleh Mohammad Najibullah, mantan Menteri Keamanan Negara.[38] Pengaruhnya di eselon tinggi pemerintahan serta negara tetap bertahan hingga ia diturunkan dari jabatannya sebagai ketua Dewan Revolusi pada November 1986. Di jabatan ini, Karmal digantikan oleh Haji Mohammad Chamkani (ia berasal dari luar PDRA).[39]
M. Najibullah dan keluarnya Soviet: 1986–1989
[sunting | sunting sumber]Pada September 1986, Komisi Kompromi Nasional didirikan sesuai perintah Najibullah. Lembaga ini bertugas untuk menghubungi pihak kontra revolusi "untuk menyelesaikan tujuan Revolusi Saur dalam fase yang baru." Sekitar 40,000 pemberontak dihubungi oleh pemerintah. Akhir 1986, Najibullah meminta adanya gencatan senjata dan perundingan dengan pihak oposisi, sesuai dengan gerakan Rekonsiliasi Nasional-nya. Jika perundingan ini berhasil, maka direncanakan akan terbentuk pemerintahan koalisi yang mengakhiri monopoli kekuasaan PDRA. Namun, sayangnya program ini mengalami kegagalan. Meskipun gagal, pihak pemerintah mampu menarik dukungan dari mujahidin yang tidak puas.[40] Rekonsiliasi Nasional membuat dukungan kepadanya dari masyarakat perkotaan meningkat serta stabilisasi militer.[41]
Meskipun kelihatannya Najibullah adalah pemimpin de jure Afganistan, para penasihat dari Uni Soviet yang malah banyak mengerjakan tugas negara. Bahkan, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev, menyatakan "Kami melakukan semuanya di sini sendiri[...]. Itulah yang pihak kami tahu tentang mereka. Mereka juga mengikat kaki dan tangan Najibullah."[42] Sampai-sampai, Fikryat Tabeev, Duta Besar Uni Soviet untuk Afganistan, dicurigai Gorbachev menjadi "gubernur jenderal" Afganistan. Ia pun dipanggil pulang dari negara itu pada Juli 1986. Namun di saat yang sama ketika Gorbachev menyerukan agar pihak Soviet tidak ikut campur lagi di negara itu, dia tidak dapat menahan diri untuk ikut campur juga. Pada pertemuan Politbiro Soviet, Gorbachev berkata, "Sulit membangun bangunan baru dari bahan lama[...]Kuharap, kita tidak melakukan kesalahan kepada Najibullah."[42]
Waktu yang terus berjalan membuktikan keinginan Najibullah bertentangan dengan keinginan Uni Soviet. Najibullah menentang keluarnya tentara Soviet dari negaranya, dan Uni Soviet ingin sebaliknya. Keinginan Najibullah beralasan karena tentaranya dalam kondisi hampir hancur, dan satu-satunya jalan menurutnya adalah dengan mempertahankan keberadaan tentara Soviet.[42] Pada bulan Juli 1986 enam resimen Soviet, sampai 15.000 tentara, ditarik dari Afganistan. Tujuan penarikan awal ini adalah, menurut Gorbachev, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pihak Soviet serius meninggalkan Afganistan.[43] Pihak Soviet juga menyatakan kepada AS bahwa mereka berencana keluar dari Afganistan, tetapi pihak AS tidak mempercayainya. Ketika Gorbachev bertemu Ronald Reagan dalam kunjungannya ke AS, secara mengejutkan Reagan ingin tentara Afganistan dibubarkan.[44]
Pada 14 April 1988 pemerintah Afganistan dan Pakistan mentandatangani Perjanjian Jenewa, dan Uni Soviet serta Amerika Serikat menjadi penjaminnya. Perjanjian ini secara spesifik menyebutkan bahwa tentara Soviet harus keluar dari Afganistan terhitung sejak 15 Februari 1989.[45] Dalam pertemuan Politburo Eduard Shevardnadze mengatakan "Kita akan meninggalkan negara ini dalam keadaan menyedihkan",[46] serta mengatakan akan terjadi kehancuran ekonomi. Ia menyarankan agar tetap ada 10,000-15,000 pasukan di Afganistan. Vladimir Kryuchkov, ketua KGB, mendukung rencana itu. Namun, jika hal ini benar-benar dilaksanakan maka telah melanggar perjanjian Jenewa.[46] Najibullah rupanya juga menentang tentara Soviet meninggalkan Afganistan.[47] Sejumlah tentara Soviet tetap bertahan di negara itu setelah tentara lainnya meninggalkan Afganistan, seperti tentara terjun payung yang melindungi kepala militer, penasihat militer dan pasukan khusus, dan tentara pengamat tetap berada di "daerah terluar", khususnya di wilayah perbatasan.[48]
Keruntuhan: 1989–1992
[sunting | sunting sumber]Pakistan tetap mendukung mujahidin meskipun hal ini merupakan pelanggaran Perjanjian Jenewa. Awalnya, sejumlah pengamat menilai rezim Najibullah akan segera runtuh dan digantikan oleh rezim Islamis. CIA dalam laporannya, memprediksi rezim baru ini akan menjalin hubungan yang ambivalen, atau bahkan bermusuhan dengan pemerintah AS. Beberapa saat setelah keluarnya tentara Soviet, terjadilah pertempuran Jalabad, yang hasilnya mengejutkan berbagai pihak karena pemerintah dapat mengalahkan kaum pemberontak.[49] Namun, kemenangan ini hanya berlangsung sementara karena di musim panas 1990, tentara Afganistan kembali bersikap defensif. Di awal 1991, pemerintah hanya menguasai 10% wilayah Afganistan, Pengepungan Khost yang berlangsung selama 11 tahun berakhir dengan kemenangan Mujahidin. Moral tentara Afganistan runtuh, serta bantuan dari Uni Soviet pun hilang (karena negara itu berada di di ambang keruntuhannya).[50] [51]
Pada Maret, Najibullah manawarkan pengunduran dirinya, dan dengan persetujuan PBB, pemerintahannya digantikan dengan sebuah pemerintahan sementara. Pada pertengahan April, Najibullah menyetujui rencana PBB untuk menyerahkan kekuasaan kepada sebuah dewan. Beberapa hari kemudian, pada 14 April, Najibullah dipaksa turun dari jabatannya oleh partai Watan karena mereka kehilangan lapangan udara Bagram dan kota Charikar. Abdul Rahim Hatef menjadi kepala negara sementara setalah pengunduran diri Najibullah.[52] Najibullah, sebelum kejatuhan Kabul, meminta amnesti PBB, ia berhasil mendapatkan amnesti itu. Tetapi Abdul Rashid Dostum menghalangi Najibullah untuk keluar, akibatnya ia terpaksa berlindung di kantor PBB yang ada di Kabul.[53] Kejatuhan Najibullah dan rezim komunisnya tidak membuat perang berakhir. Perang tetap berlangsung hingga sekarang.[54]
Politik
[sunting | sunting sumber]Sistem Politik
[sunting | sunting sumber]Partai Demokrasi Rakyat Afganistan menyebut Revolusi Saur sebegai revolusi demokratis yang menandai "kemenangan pekerja Afganistan yang terpuji" serta "manifestasi dari keinginan sesungguhnya para pekerja dan petani."[55] Pemerintah kemudian menyatakan rencana Aganistan menuju negara sosialis. Namun kemudian diketahui bahwa rencana itu bakal sulit dilaksanakan. Menteri Luar Negeri bekomentar "Afganistan adalah negara demokratis yang belum menjadi sosialis", dan anggota Politburo PDRA memprediksi "Afganistan tidak akan berideologikan sosialisme di masa hidup saya" dalam wawancara dengan wartawan Inggris pada tahun 1981.[56] Uni Soviet menanggap Afganistan sebagai negara dengan orientasi sosialis. [57] Pihak Soviet pada pertengahan 1979 awalnya menproklamirkan Afghanistan bukan hanya sebagai sekutu progresif, tapi juga anggota masyarakat sosialis yang telah sepenuhnya matang. Beberapa tahun berikutnya, sebaliknya retorika Soviet selalu menganggap Revolusi Saur sebagai sebuah perubahan demokratis, tetapi berhenti menjadi sosialis.[58]
Di bawah Hafizullah Amin, sebuah komisi yang bekerja untuk membentuk konstitusi baru didirikan. Komisi ini beranggotakan 65 orang, dan mereka berasal dari semua lapisan masyarakat. [59] Namun penyusunan konstitusi ini tidak selesai karena kematian Amin. Penggantinya, Babrak Karmal menjadikan "Prinsip-prinsip Dasar Republik Demokratik Afganistan" sebagai UU pada tahun 1980. [60] Di peraturan yang mirip seperti konstitusi ini, unsur komunisme-sosialisme dihilangkan dan lebih menekankan aspek kemerdekaan, Islam dan demokrasi liberal. Agama harus dihormati, kecuali saat agama mengancam keamanan masyarakat. Prinsip-prinsip Dasar, dalam banyak hal, mirip dengan konstitusi yang berlaku pada masa Mohammad Daoud Khan. Namun perubahan-perubahan tersebut tidak diiringi perubahan lain, seperti PDRA masih memonopoli kekuasaan, contohnya parlemennya, Dewan Revolusi (yang masih menjadi semacam tukang stempel kebijakan pemerintah) diketuai oleh sebuah Presidium yang banyak anggotanya berasal dari PDRA. Karmal menganggap rezimnya sendiri adalah "fase evolusioner baru dari Revolusi Saur yang hebat" [61]. Namun dalam praktiknya Prinsip-prinsip Fundamental tidak diterapkan, dan pada akhirnya digantikan oleh konstitusi 1987 di bawah Mohammad Najibullah.
Prinsip-prinsip Islam tertanam dalam konstitusi 1987. Misalnya, Pasal 2 menyatakan bahwa Islam adalah agama negara, dan Pasal 73 menyatakan bahwa kepala negara harus dilahirkan dari keluarga muslim Afganistan. Pada tahun 1990, UUD tersebut diamendemen yang menyatakan bahwa Afganistan adalah sebuah republik Islam, dan unsur terakhir tentang komunisme dihapus. [62] Pasal 1 dari UUD yang telah diamendemen tersebut menyatakan bahwa Afganistan adalah negara kesatuan Islam independen.[63]
Konstitusi 1987 meliberalisasi kehidupan politik di daerah yang berada di bawah kendali pemerintah. Partai politik dapat dibentuk selama mereka menentang kolonialisme, imperialisme, neo-kolonialisme, Zionisme, diskriminasi rasial, apartheid dan fasisme. Pemerintah juga mengumumkan kesediaannya untuk berbagi kekuasaan dan membentuk pemerintahan koalisi. Dewan Revolusi dihapuskan, sebuah lembaga legislatif baru, Majelis Nasional Afganistan dibentuk, yang anggotanya dipilih lewat pemilu yang demokratis.[64] Parlemen bikameral ini terdiri dari Senat (Sena) dan sebuah Dewan Perwakilan Rakyat (Wolesi Jirga). Presiden secara tidak langsung dipilih oleh parlemen untuk masa jabatan 7 tahun. [65] Di pemilu pertama yang dilangsungkan pada 1988, PDRA memenangkan 46 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan memimpin pemerintahan dengan dukungan dari Front Nasional, yang memenangkan 45 kursi, dan dari berbagai partai sayap kiri yang baru didirikan, yang semuanya meraih total 24 kursi. Meskipun pemilu ini diboikot oleh mujahidin, pemerintah meninggalkan 50 kursi kosong dari 234 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, serta sejumlah kecil kursi kosong di Senat, dengan harapan gerilyawan akan mengakhiri konflik mereka dengan pemerintah serta berpartisipasi dalam pemerintahan. Namun, usaha ini tetap tidak berhasil, dan satu-satunya pihak oposisi bersenjata yang berdamai dengan pemerintah adalah Hizbullah, sebuah partai kecil Syiah. [66]
Dewan Menteri adalah kabinet Afganistan, dan diketuai oleh seorang perdana menteri. Dewan Menteri sering dianggap sebagai salah satu badan terpenting di RDA. Dewan Menteri bertanggung jawab kepada Presidium Dewan Revolusi, dan setelah pembentukan konstitusi 1987, bertanggung jawab kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Tampaknya ada pembagian kekuasaan di antara kedua lembaga tersebut; beberapa anggota Presidium adalah menteri. [67] Keanggotannya dipilih oleh PDRA (dan kemungkinan juga oleh pihak Soviet) [68] Seorang pihak oposisi pemerintah yang sebelumnya pernah bekerja di kantor Ketua Dewan Menteri melaporkan bahwa semua masalah yang akan dibicarakan di Dewan Menteri harus disetujui oleh pihak Soviet. [69] Di bawah kepemimpinan Karmal, anggotanya dari faksi Khalq disingkirkan dan digantikan oleh anggota faksi Parcham (selanjutnya menjadi mayoritas anggota). Dari 24 anggota Dewan Menteri di bawah kepemimpinan Karmal, hanya empat yang berasal dari faksi Khalq. [70]
Partai Demokrasi Rakyat Afganistan
[sunting | sunting sumber]Anggaran dasar PDRA pertama kali ditulis pada kongres pertamanya pada tahun 1965. AD/ART tersebut menjadi dasar kegiatan partai, dan partai sendiri dibentuk berdasarkan model partai Leninis serta demokrasi sentralisme. Marxisme–Leninisme sendiri menjadi ideologi partai.[71] Dalam teori, Komite Pusat memimpin negara dengan menunjuk dan memilih anggota Dewan Revolusi, Sekretariat dan Politbiro, lembaga kunci yang menyusun peraturan-peraturan negara dan partai.[72] Intervensi Soviet menyebabkan kekuatan partai ini melemah karena ketidaksukaan publik. Penasihat Soviet setelahnya mengambil alih hampir semua aspek pemerintahan Afganistan, bahkan hingga menurut para kritikus, orang-orang Afganistan menjadi penasihat dan Soviet menjadi yang dinasihati.
Intervensi Soviet telah memaksa Karmal melihat kembali negara dan partainya. Ia berusaha menggambarkan pemerintahannya sebagai koalisi faksi Khalq-Parcham (namun kenyataannya, banyak anggota partai dari faksi Khalq menganggap hal tersebut hanyalah kebohongan) [73] Pada saat faksi Parcham mulai menguasai pemerintahan dan partai, diperkirakan 80 persen perwira militer adalah kaum Khalqis. [74]
Dalam sejarah partai hanya ada dua kongres: kongres pembentukan tahun 1965, dan kongres kedua pada tahun 1990, yang mentransformasikan PDRA menjadi partai Watan.[75] Kongres Kedua mengubah nama partai, dan mencoba merevitalisasi partai dengan mengakui kesalahannya di masa lalu serta mengembangkan ideologi partai. Kebijakan rekonsiliasi nasional diberi peran ideologis utama, karena partai ini kini berusaha mengusahakan penyelesaian konflik dengan cara damai. Perjuangan kelas masih ditekankan. Partai juga memutuskan untuk mendukung dan mengembangkan ekonomi pasar di Afganistan.[76]
Faksi
[sunting | sunting sumber]- Faksi Khalq. Faksi ini bersifat lebih revolusioner, dan berideologikan Marxisme-Leninisme yang lebih kuat dibandingkan Parcham.[77] Setelah intervensi Soviet, pimpinan PDRA dan pemerintahan dari faksi Khalq yang diangkat Taraki dan Amin disingkirkan. Namun, beberapa pejabat tingkat rendah dan menengah dari faksi ini masih menjadi anggota PDRA, serta faksi ini juga masih membentuk mayoritas keanggotaan di militer. Mereka inilah yang berusaha menciptakan rasa persatuan Khalq-Parcham. Meskipun mereka masih berideologikan Marxisme-Leninisme, banyak dari mereka tidak menyukai intervensi Soviet, dan kebijakan pro-Parchamnya.[78] Dalam sebuah pidato Taraki menyatakan, "Kami akan mempertahankan kebijakan non-blok dan kemerdekaan kita dengan keberanian. Kami tidak akan memberikan tanah seluas satu inci pun kepada siapapun dan kami tidak akan didikte dalam kebijakan luar negeri kami atau menuruti perintah negara lain mengenai urusan ini". Meskipun tidak jelas, siapa yang dimaksud Taraki, Uni Soviet adalah satu-satunya negara tetangga Afganistan yang memiliki kekuatan untuk menduduki negara tersebut.[79]
- Faksi Parcham bersifat lebih moderat, dan pro-Soviet. Invasi Soviet menyebabkan popularitasnya rendah. Sebelum revolusi, Parcham selalu didukung oleh Uni Soviet. Setelah faksi ini merebut kekuasaan dengan bantuan Soviet, kedisiplinan dan kesatuan partai hilang karena perseteruan Khalq-Parcham. Pada awalnya, pemerintah Parcham berusaha memerintahkan penggantian 7 perwira kaum Khalqis dengan 7 perwira lain dari kaum Parchamis. Namun 7 perwira Khalqis tersebut tidak menerima mereka. Setelah upaya kaum Parcham untuk menguasai tentara mengalami kegagalan, pihaknya mengumumkan eksekusi 13 pejabat yang telah bekerja untuk Amin. Eksekusi ini menyebabkan tiga upaya kudeta faksi Khalq yang gagal pada bulan Juni, Juli dan Oktober 1980[80]. Media Barat dalam pemberitaannya tentang pembersihan anggota Parcham menyebut mereka sebagai "intelektual sosialis yang moderat".[81]
Dalam sejarahnya terdapat faksi PDRA lain, seperti Kar yang dipimpin Dastagir Panjsheri (pada akhirnya mendukung Khalq), dan Settam-e-Melli yang dibentuk serta diketuai Tahir Badakhshi.[82] Settam-e-Melli pada awalnya memberontak terhadap rezim PDRA, dan pada tahun 1979 Settam-e-Melli membunuh Adolph Dubs, Duta Besar AS untuk Afganistan.[83] Secara ideologis Settam-e-Melli dekat dengan Khalq, tetapi mereka menentang apa yang mereka sebut "chauvinisme Pashtun" Khalq.[84] Settam-e-Melli kemudian berideologikan Maoisme.[85] Setelah Karmal berkuasa, hubungan kaum Settam dengan pemerintah membaik karena adanya hubungan baik Karmal dengan Badakhshi,[86] (ia terbunuh oleh pihak pemerintah Khalq pada 1979).[87] Pada 1983 Bashir Baghlani, anggota Settam-e-Melli, diangkat sebagai Menteri Kehakiman.[88]
Front Nasional
[sunting | sunting sumber]Pada awalnya Karmal telah berencana membentuk "front nasional yang berjangkauan luas" pada bulan Maret 1980, namun mengingat situasi di negara ini, pembentukan organisasi semacam ini dimulai hanya pada bulan Januari 1981. Demonstrasi "spontan" untuk mendukung pendirian Front Nasional diadakan bulan tersebut. Lembaga pra-Front pertama yang didirikan adalah jirgah kesukuan pada bulan Mei 1981 oleh Departemen Kesukuan (nantinya menjadi anggota Front).[89][90] Pada akhirnya, front tersebut, yang bernama Front Nasional Tanah Air (FNA) didirikan dalam sebuah kongres pada bulan Juni 1981[89] setelah ditunda beberapa kali. Kongres pendirian tersebut, yang direncanakan berlangsung selama empat hari, pada kenyataanya hanya berlangsung satu hari.[91]
Dalam satu bulan pendiriannya, 27 anggota seniornya dibunuh oleh mujahidin, yang menyebabkan front ini agak lama untuk berkembang. Komite Provinsi pertamanya didirikan pada bulan November 1981 dan jirgah pertamanya dibentuk di bulan Desember pada tahun yang sama. Baru pada tahun 1983 FNA menjadi organisasi yang penting serta aktif.[91] Tujuan dari FNA adalah untuk menjadi organisasi pro-PDRA bagi mereka yang tidak mendukung PDRA secara ideologis.[89]
Pemimpin pertamanya adalah Salah Mohammad Zeary, seorang politisi terkemuka di PDRA. Pengangkatan Zeary sebagai ketua FNA mengakibatkan PDRA mendominasi semua kegiatan FNA. Secara resmi, FNA beranggotakan 700.000 orang setelah pendiriannya, yang kemudian meningkat menjadi 1.000.000 anggota. Sebagian besar anggotanya sudah menjadi anggota organisasi yang memiliki hubungan dengan PDRA, seperti Dewan Wanita, Pemuda Demokratik dan serikat pekerja PDRA. Namun dalam kenyataannya, pemerintah melebih-lebihkan anggotanya, dimana sebenarnya pada tahun 1984 FNA hanya memiliki 67.000 anggota, dan pada tahun 1986 keanggotaannya mencapai puncaknya, yaitu sebanyak 112.209 anggota.
Pada tahun 1985 Zeary mengundurkan diri sebagai pemimpin FNA dan digantikan oleh Abdul Rahim Hatef, yang bukan anggota PDRA. [91] Kepemimpinan Hatef menuai hasil yang memuaskan, dan pada tahun 1985-86 Front Nasional berhasil merekrut anggota "muslim yang baik".[92] Pada tahun 1987 FNA diganti namanya menjadi Front Nasional.[93]
Simbol: bendera dan lambang
[sunting | sunting sumber]Pada 19 Oktober 1978 rezim PDRA memperkenalkan bendera dan lambang baru (bendera merah dengan lambang berwarna kuning), yang hampir sama dengan bendera Soviet.[94] Bendera ini menuai banyak penolakan karena publik menilai bendera tersebut sebagai simbol sekulerisme pemerintah[95] Bendera tersebut diperkenalkan pada publik pertama kali dalam sebuah pawai di Kabul.[96] Setalah invasi Soviet, warna bendera dikembalikan kembali menjadi warna tradisional (merah, hitam, hijau). Sebagai pembeda partai dan negara, bendera merah PDRA tetap dipertahankan.[97] Pada tahun 1987, pemerintahan Najibullah menghilangkan buku, bintang merah dan lambang komunis lain dari bendera.[62] Lambang negara baru, yang menggantikan lambang elang Daoud, diperkenalkan bersama bendera pada tahun 1978.[98] Kemudian, Karmal memperkenalkan sebuah lambang baru pada tahun 1980. Ia mengatakan "dari mimbar, ribuan umat beriman dibawa ke jalan yang benar". [99] Buku yang ada di bendera dan lambang, pada umumya diinterpretasikan merupaka Das Kapital, buku karangan Karl Marx, dan bukan Al-Quran.[100] Lambang negara baru diperkenalkan pada tahun 1987 oleh rezim Najibullah. Lambang baru ini dipengaruhi oleh Islam.[101] Bintang Merah dan Das Kapital dihilangkan dari bendera dan lambang negara.[62] Lambang baru tersebut menggambarkan mihrab dan mimbar.[102]
Ekonomi
[sunting | sunting sumber]Pertumbuhan ekonomi | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Indikator | 1978 | 1979 | 1980 | 1981 | 1982 | 1986 | 1988 | |
Pengeluaran | Total penduduk (juta) | 26,397 | 30,173 | 31,692 | 40,751 | 42,112 | 88,700 | 129,900 |
Biasa (dalam persen) | 47 | 56 | 62 | 66 | 69 | 74 | 84 | |
Perkembangan (persen) | 53 | 44 | 38 | 34 | 31 | 26 | 16 | |
Sumber pemasukan | Penerimaan dalam negeri: kecuali gas alam (persen) | 54 | 40 | 50 | 40 | 37 | 31 | 24 |
Penjualan gas alam (persen) | 9 | 13 | 33 | 34 | 34 | 17 | 6 | |
Bantuan luar negeri (persen) | 34 | 36 | 28 | 26 | 28 | 29 | 26 | |
Pendapatan dari pinjaman (persen) | 43 | 48 | 61 | 59 | 62 | 48 | 32 | |
Pinjaman dalam negeri (persen) | 4 | 12 | –11 | 1 | 0 | 23 | 44 |
Pada awal tahun 1979 pemerintahan Taraki meluncurkan program reformasi pertanahan sebagai alat untuk membatasi tanah yang dapat dimiliki seseorang. Jika pemilik tanah tersebut memiliki tanah lebih dari batas yang ditetapkan maka tanah tersebut akan diambil alih oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Pemerintah percaya program ini akan mendapat dukungan masyarakat yang tinggal di pedesaan serta mengurangi pengaruh kaum borjuis. Reformasi tanah tersebut dinyatakan tuntas pada pertengahan tahun 1979, dengan hasil 665,000 hektar tanah telah didistribusikan kepada masyarakat. Juga menurut pemerintah, hanya 40,000 keluarga atau 4% penduduk yang terdampak negatif dari program ini.[11]
Namun yang terjadi di lapangan, berlawanan dari apa yang diharapkan pemerintah. Program reformasi tersebut tidak populer serta produktif, malah justru menyebabkan hasil pertanian menurun dan meningkatkan ketidaksukaan publik terhadap pemerintah. [11] Mengetahui penolakan publik yang semakin meluas, Taraki menghentikan program ini.[14] Beberapa tahun kemudian dibawah rezim Babrak Karmal, program ini kembali dilanjutkan secara bertahap (meskipun luas tanah yang terpengaruh oleh program ini tidak diketahui).[103]
Perang yang berlangsung membuat infrastruktur yang ada hancur, serta aktivitas ekonomi menjadi terhambat.[104] Produk nasional bruto (PNB) semakin menurun pada masa pemerintahan Karmal karena perang tersebut, dan perdagangan dan transportasi terganggu seiring dengan hilangnya tenaga kerja dan modal. Pada tahun 1981 PNB Afganistan sebanyak 154.3 miliyar afghani, menurun dari tahun 1978 sebesar 159,7 miliar. PNB per kapita menurun dari 7.370 pada tahun 1978 menjadi 6.852 pada tahun 1981. Bentuk aktivitas ekonomi yang paling dominan adalah sektor pertanian. Pertanian menyumbang 63% produk domestik bruto (PDB) pada tahun 1981 dan 56% angkatan kerja bekerja di bidang pertanian pada tahun 1982. Industri menyumbang 21% PDB pada tahun 1982, dan mempekerjakan 10% dari angkatan kerja. Semua perusahaan industri adalah milik pemerintah. Sektor jasa (terkecil dibandingkan keduanya) menyumbang 10% PDB pada tahun 1981 dan mempekerjakan sekitar 1/3 angkatan kerja yang ada. Neraca pembayaran yang sebelumnya surplus pada masa pemerintahan Mohammad Daoud Khan semakin menurun bahkan menjadi defisit pada tahun 1982 sebesar minus $70,3 juta. Satu-satunya aktivitas ekonomi yang tumbuh secara substansial selama pemerintahan Karmal adalah ekspor dan impor[105]
Najibullah melanjutkan kebijakan ekonomi Karmal. Penguatan hubungan ekonomi dengan negara Blok Timur dan Uni Soviet berlanjut, seperti halnya dalam perdagangan bilateral. Program ekonomi Najibullah lain seperti pengembangan sektor swasta di industri, perancangan Rencana Ekonomi dan Pembangunan Lima Tahun, yang diperkenalkan pada publik di bulan Januari 1986. Program pembangunan lima tahun tersebut berlanjut sampai Maret 1991, satu bulan sebelum jatuhnya pemerintah. Menurut rencana, ekonomi yang saat itu tumbuh kurang dari 2% per tahun sampai tahun 1985, akan tumbuh menjadi 25% sesuai rencana. Industri akan tumbuh 28%, pertanian 14-16%, perdagangan dalam negeri sebesar 150% dan perdagangan luar negeri sebesar 15%. Namun sayangnya, tidak satu pun rencana dalam program ini dan yang diprediksikannya berhasil, sebaliknya pertumbuhan ekonomi tetap sebesar 2% seperti sebelumnya. [106] Dalam konstitusi baru pada tahun 1990 ditekankan pentingnya pihak swasta dalam ekonomi negara. Pasal 20 berisikan tata cara pendirian perusahaan swasta, dan Pasal 25 menekankan investasi asing di sektor swasta.[63]
Kemiliteran
[sunting | sunting sumber]Rangkaian komando angkatan darat dimulai dengan Panglima Tertinggi, yang juga memegang jabatan Sekretaris Umum PDRA dan menjabat sebagai kepala negara. Jabatan di bawahnya secara berturut-turut adalah Menteri Pertahanan Nasional, Wakil Menteri Pertahanan Nasional, Kepala Staf Umum, Kepala Operasi Angkatan Darat, Komandan Pertahanan Udara dan diakhiri dengan Kepala Badan Intelijen. [107]
Dari 8.000 anggota korps perwira pada tahun 1978, antara 600 dan 800 anggotanya adalah pendukung komunis. Diperkirakan 40-45% perwira-perwira ini dididik di Uni Soviet, dan di antaranya, antara 5% hingga 10%-nya adalah anggota PDRA atau pendukung komunis. [108] Pada tahun 1979, anggota korps perwira telah menurun menjadi 1.100 anggota, yang disebabkan adanya pembersihan massal yang dilakukan partai setelah Revolusi Saur. Menurut Mohammad Ayub Osmani, seorang perwira yang membelot ke pihak oposisi, dari 282 perwira yang mengikuti Akademi Pasukan Militer Malinovsky di Moskwa, diperkirakan 126 orang dieksekusi oleh pemerintah. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar anggota korps perwira selama perang berlangsung adalah rekrutan baru. [109]
Mayoritas perwira berasal dari faksi Khalq, namun setelah faksi Parcham menguasai pemerintahan, tidak ada perwira dari faksi Khalq yang memegang jabatan penting. Sebaliknya, perwira-perwira dari faksi Parcham, yang merupakan minoritas, memegang posisi yang penting. Dari 1.100 anggota korps perwira, hanya sekitar 200 yang merupakan anggota PDRA. Menurut Abdul Qadir, 1/5 personil militer adalah anggota partai, yang berarti, jika militer memiliki pasukan sebesar 47.000, 9.000 pasukannya adalah anggota PDRA. Menurut J. Bruce Amtstutz, angka tersebut terlalu dilebih-lebihkan. [109]
Angkatan Darat
[sunting | sunting sumber]Angkatan Darat | Angkatan Udara | Paramiliter | Total | Tahun |
---|---|---|---|---|
80,000–90,000[110] | 10,000[108] | 1978 | ||
50,000–100,000[111] | 5,000[112] | 1979 | ||
20,000–25,000[113] | 1980 | |||
25,000–35,000[114] | 1981 | |||
25,000–40,000[115] | 1982 | |||
35,000–40,000[115] | 5,000–7,000[108] | 1983 | ||
35,000–40,000[116] | 1984 | |||
35,000–40,000[117] | 7,000[117] | 50,000[117] | 87,000[117] | 1985 |
40,000[118] | 1986 | |||
30,000–40,000[119] | 1987 | |||
300,000[120] | 1988 | |||
150,000[121] | 100,000[120] | 400,000[122] | 1989 | |
100,000[120] | 1990 | |||
160,000[122] | 1991 | |||
Di awal berkuasanya rezim komunis, kekuatan tentara melemah. Penyebab dari melemahnya kekuatan militer ini adalah kekhawatiran tentara Soviet yang menanggap jika personil Afganistan ditingkatkan maka akan banyak personil lainnya yang akan membelot kepada musuh. Pandangan Soviet mungkin benar adanya, karena di militer juga terdapat simpatisan mujahidin.[123] Meski begitu, ada beberapa pasukan elit di bawah komando tentara Afganistan, misalnya, Batalyon Lintas Udara ke-26, Brigade Komando ke-444, ke-37 dan ke-38. Batalyon Lintas Udara ke-26 tidak dapat diandalkan secara politis, yang terbukti ketika mereka pada tahun 1980 melancarkan pemberontakan melawan pemerintah. Brigade Komando, sebaliknya, dianggap dapat diandalkan dan digunakan sebagai pasukan penyerang yang gesit sampai mereka menderita korban yang besar. Setelah brigade ini menderita kerugian dan korban yang besar, Brigade Komando diubah menjadi sebuah batalyon.[124]
Sebagian besar tentara direkrut untuk bekerja selama tiga tahun, kemudian diperpanjang menjadi empat tahun pada tahun 1984. Setiap tahun, tentara Afganistan kehilangan sekitar 15.000 tentara, 10.000 membelot ke pihak musuh dan 5.000 menjadi korban dalam pertempuran. [108] Setiap orang yang berusia antara 19 hingga 39 tahun dianggap memenuhi syarat untuk wajib militer, kecuali untuk anggota partai tertentu, anggota partai yang sedang bertugas, orang Afganistan yang belajar di luar negeri, kebanyakan di Blok Timur dan Uni Soviet, dan keluarga yang memiliki satu anak atau berpenghasilan rendah. Sayangnya, kebanyakan orang berusaha menghindari wajib militer, yang menyebabkan pemerintah terpaksa mengirim tentara atau polisi untuk merekrut warga sipil agar mengikuti wajib milter. Untuk mencegah agar tidak ditangkap, beberapa orang membawa dokumen palsu agar mereka dapat menghindari program tersebut. [125] Efek samping dari kurangnya rekrutan tentara adalah para veteran dipaksa untuk bekerja lebih lama atau direkrut kembali di kemiliteran. Dari 60 orang yang lulus dari Universitas Kabul pada tahun 1982 (hanya sedikit pria Afganistan yang menjadi murid Universitas Kabul selama tahun 1980-1983), 15 di antaranya melarikan diri ke Pakistan atau mulai menjadi pengikut mujahidin. [126] Pendekatan tentara untuk para wajib militer dilakukan dengan teknik wortel dan tongkat. Kebijakan ini lumayan sukses, dan setiap tahun pemerintah berhasil menjadikan 10.000-18.000 para wajib militer menjadi tentara. Pada tahun 1980, sebuah amnesti massal diumumkan kepada para pembelot angkatan bersenjata dari pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 1982, siswa yang bertugas di militer, dan lulus kelas 10 SMA, akan lulus kelas 11 dan 12 serta diberi beasiswa. Orang yang mengikuti wajib militer saat kelas 12, setelah dinas militer dapat mengikuti pendidikan tinggi manapun yang mereka inginkan. Untuk menghentikan pembelotan tentara, tentara yang ada dengan cepat dinaikkan pangkatnya ke pangkat yang lebih tinggi. [125]
Angkatan Darat terdiri dari 14 divisi, meliputi 11 divisi infantri dan tiga divisi lapis baja, yang semuanya merupakan bagian dari tiga korps militer. Sebuah divisi infantri pada awalnya diharapkan terdiri dari 4.000 sampai 8.000 pasukan, tetapi dalam kenyataannya pada tahun 1980-1983, sebuah divisi infantri biasanya hanya terdiri dari 2.000 dan 2.500 pasukan. Hal ini berbanding terbalik dengan kekuatan divisi lapis baja, yang jumlahnya selalu tetap di angka 4.000 pasukan. Selama perang Soviet di negara itu, tentara Afganistan menggunakan senjata ringan dan peralatan yang sudah usang, tetapi kebalikannya untuk tentara Soviet - dimana saat serangan balik ke pihak lawan, biasanya mereka (tetapi tidak selalu) menggunakan alat berat, tank dan artileri. Terdapat masalah dihadapi pemerintah dan militer Soviet, yaitu pelatihan untuk personil militer yang baru direkrut sangat buruk; saat personil baru direkrut, mereka langsung diterjunkan dalam perperangan. Hal ini disebabkan kekhawatiran pemerintah Afganistan dan tentara Soviet akan kehancuran total pemerintah.[127]
Angkatan Udara
[sunting | sunting sumber]Seperti angkatan darat, mayoritas perwira di Angkatan Udara merupakan kaum Khalqis, tapi perwira dari faksi Parcham memegang semua posisi senior. [109] Banyak personil AU diberi pendidikan dan pelatihan di Uni Soviet. [128] Sepanjang sejarahnya, ukuran Angkatan Udara selalu lebih kecil dari Angkatan Darat.[108] Mayoritas personil AU dianggap tidak dapat diandalkan secara politis untuk menerbangkan misi penyerangan melawan mujahidin.[129] Setelah Uni Soviet menginvasi Afganistan, pihaknya melarang AU untuk terbang. Personil dari Afganistan tidak diijinkan berada di zona keamanan yang ada di bandara-bandara Afganistan, serta menerbangkan pesawat-pesawat Angkatan Udara Afganistan (kecuali untuk tentara Soviet). [130] Helikopter yang dipiloti personil Afganistan ditugaskan untuk tugas-tugas yang dianggap tidak terlalu sensitif oleh Soviet, dan mayoritas personil Angkatan Udara tidak diberi tahu jika ada suatu misi sebelumnya, karena Soviet takut mereka akan membocorkan informasi tersebut kepada musuh. Jika seorang personil Afganistan menerbangkan helikopter tempur, seorang penasihat Soviet selalu menemaninya.[131]
Meskipun Angkatan Udara dapat mengerahkan 150 pesawat sayap tetap dan 30 helikopter, sebagian besar pesawat dan helikopter yang ada tidak diterbangkan karena masalah pemeliharaan atau keterbatasan awak pesawat. Pesawat yang digunakan adalah pesawat tempur MiG-17 dan MiG-21, Su-7 dan Su-17, Il-18, pesawat pembom Il-28 dan pesawat angkut An-2, An-24 dan An-26. Selain itu AU juga menggunakan helikopter MI-2, Mi-4, Mi-8 dan Mi-24, ditambah dengan sejumlah senjata lain dari Uni Soviet. Jet trainer asal Cekoslowakia, L-39, adalah satu-satunya peralatan tempur yang bukan berasal dari Uni Soviet.[129]
Paramiliter
[sunting | sunting sumber]Kementerian Dalam Negeri yang banyak dikuasai orang-orang dari faksi Khalq, menguasai dan mengendalikan "Pembela Revolusi" (dikenal secara luas sebagai Sarandoy), yang merupakan pasukan Gendarmerie yang militeristik. Sementara itu, Kementerian Wilayah dan Perbatasan menguasai pasukan perbatasan dan milisi kesukuan (sebelumnya ada dibawah yurisdiksi Kementerian Pertahanan hingga tahun 1983).[132] Menurut pemerintah, milisi tersebut berkekuatan sekitar 20.000 pasukan. Mereka yang bekerja di Sarandoy dibayar $162 selama sebulan, upah yang lebih tinggi daripada Wakil Menteri Pertahanan Nasional sebelum Revolusi Saur. Namun, meskipun dengan gaji semacam itu, tetpa terdapat masalah dalam organisasinya dimana milisi ini kurang disiplin dan efektif daripada militer. Bahkan beberapa wartawan Barat melaporkan bahwa milisi pemerintah berkolaborasi dengan para mujahidin.[133]
Demografi
[sunting | sunting sumber]Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Terjadi reformasi pendidikan di zaman rezim komunis. Pendidikan diselenggarakan sama rata bagi seluruh gender, serta gerakan literasi massal mulai dipersiapkan.[134] Pada tahun 1988, 40% dokter dan 60% guru di Universitas Kabul adalah perempuan; 440,000 murid perempuan belajar di berbagai lembaga pendidikan dan 80,000 lainnya mengikuti program literasi massal.[135] Meskipun terjadi refomasi pendidikan, banyak penduduk yang masih belum dapat menulis dan membaca.[136] Setelah invasi Soviet, perang yang ada menghancurkan sarana-sarana pendidikan.[136] Banyak guru yang lari ke negara lain.[136]
Pengungsi
[sunting | sunting sumber]Pengungsi Afganistan melarikan diri dari negaranya akibat Perang Saudara Afganistan. Jumlahnya hampir mencapa 6 juta orang yang pergi ke Iran dan Pakistan, menjadikannya sebagai negara penyumbang pengungsi terbesar.[137]
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Jumlahnya bervariasi, tergantung apakah termasuk milisi yang berkolaborasi dengan pemerintah, namun tidak berada di bawah kendali langsung. Misalnya, pada tahun 1991 total pasukan milisi berjumlah 170.000, tetapi angkatan bersenjata yang berada di bawah kendali langsung pemerintah pusat berjumlah 160.000.[122]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Tomsen 2011, hlm. 110–111.
- ^ Hussain 2005, hlm. 95.
- ^ a b Gladstone 2001, hlm. 117.
- ^ Brecher, Wilkenfeld 1997, hlm. 356.
- ^ Asthana 2009, hlm. 219.
- ^ Rasanayagam 2005, hlm. 70.
- ^ Rasanayagam 2005, hlm. 70–71.
- ^ Rasanayagam 2005, hlm. 71.
- ^ Rasanayagam 2005, hlm. 72–73.
- ^ Rasanayagam 2005, hlm. 73.
- ^ a b c Amtstutz 1994, hlm. 315.
- ^ Brown 2009, hlm. 356.
- ^ Ishiyama, John (March 2005). "The Sickle and the Minaret: Communist Successor Parties in Yemen and Afghanistan after the Cold War". 19 (1). Middle East Review of International Affairs. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-03-21. Diakses tanggal 19 April 2011.
- ^ a b Amtstutz 1994, hlm. 315–316.
- ^ Misdaq 2006, hlm. 122.
- ^ Misdaq 2006, hlm. 123.
- ^ a b Misdaq 2006, hlm. 125.
- ^ Misdaq 2006, hlm. 123–124.
- ^ Male 1982, hlm. 192.
- ^ Valentino (2005) Final solutions p. 219.
- ^ Kaplan, Robert D., Soldiers of God: With Islamic Warriors in Afghanistan and Pakistan, New York, Vintage Departures, (2001), p.115
- ^ Kabul's prison of death BBC, February 27, 2006
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 273.
- ^ Tomsen 2011, hlm. 160.
- ^ Tomsen 2011, hlm. 160–161.
- ^ Tripathi & Falk, hlm. 54.
- ^ Tripathi & Falk, hlm. 55.
- ^ Camp 2012, hlm. 12–13.
- ^ Garthoff 1994, hlm. 1009.
- ^ Garthoff 1994, hlm. 1017.
- ^ a b Braithwaite 2011, hlm. 99.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 103–104.
- ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 71.
- ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 71–72.
- ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 47.
- ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 48.
- ^ Staff writer 2002, hlm. 86.
- ^ Kalinovsky 2011, hlm. 97.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 151–152.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 152.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 153.
- ^ a b c Braithwaite 2011, hlm. 276.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 277.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 280.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 281.
- ^ a b Braithwaite 2011, hlm. 282.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 286.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 294.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 296.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 299.
- ^ Lavigne 1992, hlm. 68.
- ^ Staff writer 2002, hlm. 66.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 301.
- ^ Braithwaite 2011, hlm. 302–303.
- ^ Kamali 1985, hlm. [1].
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 63.
- ^ Saikal & Maley 1989, hlm. 106.
- ^ Arnold 1983, hlm. 105.
- ^ Arnold 1983, hlm. 94.
- ^ Arnold 1983, hlm. 107–108.
- ^ Arnold 1983, hlm. 108.
- ^ a b c Yassari 2005, hlm. 15.
- ^ a b Otto 2010, hlm. 289.
- ^ Giustozzi 2000, hlm. = PA161 161.
- ^ Staff writer 2002, hlm. 65.
- ^ Giustozzi 2000, hlm. 161.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 59.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 60-61.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 288.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 65-66.
- ^ Arnold 1983, hlm. 170.
- ^ Arnold 1983, hlm. 62.
- ^ Arnold 1983, hlm. 99–100.
- ^ Arnold 1983, hlm. 100.
- ^ Raciopi 1994, hlm. 161.
- ^ Raciopi 1994, hlm. 161–162.
- ^ Arnold 1983, hlm. 38.
- ^ Arnold 1983, hlm. 111.
- ^ Arnold 1983, hlm. 85.
- ^ Arnold 1983, hlm. 112.
- ^ Arnold 1983, hlm. 86.
- ^ Arnold 1983, hlm. 39–40.
- ^ Girardet 1985, hlm. 114.
- ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 71.
- ^ Christensen 1995, hlm. 24.
- ^ Dorronsoro 2005, hlm. 185.
- ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 305–306.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 120.
- ^ a b c Giustozzi 2000, hlm. 142.
- ^ Giustozzi 2000, hlm. 142–143.
- ^ a b c Giustozzi 2000, hlm. 143.
- ^ Giustozzi 2000, hlm. 143-144.
- ^ Adamec 2011, hlm. 528.
- ^ Edwards 2002, hlm. 30.
- ^ Tomsen 2011, hlm. 133.
- ^ Runion 2007, hlm. 106.
- ^ Male 1982, hlm. 212.
- ^ Misdaq 2006, hlm. 119.
- ^ Edwards 2002, hlm. 91.
- ^ Kamali 1985, hlm. 33.
- ^ Achcar 2004, hlm. 103.
- ^ Ende 2010, hlm. 268.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 316.
- ^ "Economy". Afghanistan.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-05. Diakses tanggal 1 February 2012.
- ^ "Country Profile: Afghanistan". Illinois Institute of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-24. Diakses tanggal 1 February 2012.
- ^ Staff writer 2002, hlm. 83.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 187.
- ^ a b c d e Amtstutz 1994, hlm. 181.
- ^ a b c Amtstutz 1994, hlm. 182.
- ^
- Isby, David (1986). Russia's War in Afghanistan. Osprey Publishing. hlm. 18. ISBN 978-0-85045-691-2.
- Eur (2002). The Far East and Australasia 2003. Routledge. hlm. 63. ISBN 978-1-85743-133-9.
- ^
- Arnold, Anthony (1983). Afghanistan's Two-party Communism: Parcham and Khalq. Hoover Press. hlm. 111. ISBN 978-0-8179-7792-4.
- Amtstutz, J. Bruce (1994). Afghanistan: The First Five Years of Soviet Occupation. DIANE Publishing. hlm. 180. ISBN 978-0788111112.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 53.
- ^
- Isby, David (1986). Russia's War in Afghanistan. Osprey Publishing. hlm. 18. ISBN 978-0-85045-691-2.
- Arnold, Anthony (1983). Afghanistan's Two-party Communism: Parcham and Khalq. Hoover Press. hlm. 111. ISBN 978-0-8179-7792-4.
- ^
- Amtstutz, J. Bruce (1994). Afghanistan: The First Five Years of Soviet Occupation. DIANE Publishing. hlm. 180. ISBN 978-0788111112.
- Eur (2002). The Far East and Australasia 2003. Routledge. hlm. 63. ISBN 978-1-85743-133-9.
- ^ a b Amtstutz 1994, hlm. 180–181.
- ^ Bonosky 2001, hlm. 261.
- ^ a b c d Amtstutz 1994, hlm. 155.
- ^ Reese 2002, hlm. 167.
- ^ Kanet 1987, hlm. 51.
- ^ a b c Braithwaite 2011, hlm. 298.
- ^
- Braithwaite, Rodric (2011). Afgantsy: The Russians in Afghanistan, 1979–1989. Oxford University Press. hlm. 135 & 137. ISBN 978-0-19-983265-1.
- Johnson, Robert (2011). The Afghan Way of War: How and Why They Fight. Oxford University Press. hlm. 214. ISBN 978-0-19-979856-8.
- ^ a b c Jefferson 2010, hlm. 245.
- ^ Isby 1986, hlm. 18.
- ^ Isby 1986, hlm. 19.
- ^ a b Amtstutz 1994, hlm. 183.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 183-184.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 188.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 312.
- ^ a b Amtstutz 1994, hlm. 186.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 184.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 184-185.
- ^ Isby 1986, hlm. 20.
- ^ Amtstutz 1994, hlm. 189.
- ^ "WOMEN IN AFGHANISTAN: Pawns in men's power struggles". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-21. Diakses tanggal 2017-05-07.
- ^ Racist Scapegoating of Muslim Women - Down with Quebec's Niqab Ban!, Spartacist Canada, Summer 2010, No. 165
- ^ a b c Afghanistan country profile. Library of Congress Federal Research Division (May 2006). This article incorporates text from this source, which is in the public domain.
- ^ BBC News 2013
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Achcar, Gilbert (2004). Eastern Cauldron: Islam, Afghanistan and Palestine in the Mirror of Marxism. Pluto Press. ISBN 978-0-7453-2203-2.
- Adamec, Ludwig (2011). Historical Dictionary of Afghanistan. Scarecrow Press. ISBN 978-0-8108-7815-0.
- Amtstutz, J. Bruce (1994). Afghanistan: The First Five Years of Soviet Occupation. DIANE Publishing. ISBN 978-0788111112.
- Amtstutz, J. Bruce (1994). Afghanistan: Past and Present. DIANE Publishing.
- Arnold, Anthony (1983). Afghanistan's Two-party Communism: Parcham and Khalq. Hoover Press. ISBN 978-0-8179-7792-4.
- Asthana, N.C.; Nirmal, A. (2009). Urban Terrorism: Myths and Realities. Pointer Publishers. hlm. 219. ISBN 978-81-7132-598-6.
- Bonosky, Phillip (2001). Afghanistan–Washington's Secret War. International Publishers. ISBN 978-0-7178-0732-1.
- Braithwaite, Rodric (2011). Afgantsy: The Russians in Afghanistan, 1979–1989. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-983265-1.
- Brecher, Michael; Wilkenfeld, Jonathan (1997). A Study of Crisis. University of Michigan Press. ISBN 978-0-472-10806-0.
- Brown, Archie (2009). The Rise & Fall of Communism. London: Bodley Head. ISBN 978-0-224-07879-5.
- Camp, Dick (2012). Boots on the Ground: The Fight to Liberate Afghanistan from Al-Qaeda and the Taliban, 2001–2002. Zenith Imprint. ISBN 978-0-7603-4111-7.
- Christensen, Asger (1995). Aiding Afghanistan: The Background and Prospects for Reconstruction in a Fragmented Society. 25. NIAS Press. ISBN 978-87-87062-44-2.
- Dorronsoro, Gilles (2005). Revolution Unending: Afghanistan, 1979 to the Present. C. Hurst & Co Publishers. ISBN 978-1-85065-703-3.
- Edwards, David (2002). Before Taliban: Genealogies of the Afghan Jihad. University of California Press. ISBN 978-0-520-22861-0.
- Ende, Werner; Steinbach, Udo (2010). Islam in the World Today: a Handbook of Politics, Religion, Culture, and Society. Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-4571-2.
- Garthoff, Raymond (1994). Détente and Confrontation: American–Soviet relations from Nixon to Reagan. Brookings Institution Press. ISBN 978-0-8157-3041-5.
- Girardet, Edward (1985). Afghanistan: The Soviet War. Taylor & Francis. ISBN 978-0-7099-3802-6.
- Giustozzi, Antonio (2000). War, Politics and Society in Afghanistan, 1978–1992. C. Hurst & Co. Publishers. ISBN 978-1-85065-396-7.
- Gladstone, Cary (2001). Afghanistan Revisited. Nova Publishers. ISBN 978-1590334218.
- Hussain, Rizwan (2005). Pakistan and the Emergence of Islamic militancy in Afghanistan. Ashgate Publishing. ISBN 978-0-7546-4434-7.
- Isby, David (1986). Russia's War in Afghanistan. Osprey Publishing. ISBN 978-0-85045-691-2.
- Jefferson, Thomas (2010). Afghanistan: a Cultural and Political History. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-14568-6.
- Kakar, Hassan; Kakar, Mohammed (1997). Afghanistan: The Soviet Invasion and the Afghan Response, 1979–1982. University of California Press. ISBN 978-0-520-20893-3.
- Kalinovsky, Artemy (2011). A Long Goodbye: The Soviet Withdrawal from Afghanistan. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-05866-8.
- Kamali, Mohammad Hashim (1985). Law in Afghanistan: a Study of the Constitutions, Matrimonial law and the Judiciary. BRILL Publishers. ISBN 978-90-04-07128-5.
- Kanet, Roger (1987). The Soviet Union, Eastern Europe, and the Third World. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-34459-3.
- Male, Beverley (1982). Revolutionary Afghanistan: A Reappraisal. Taylor & Francis. ISBN 978-0-7099-1716-8.
- Misdaq, Nabi (2006). Afghanistan: Political Frailty and External Interference. Taylor & Francis. ISBN 978-0415702058.
- Otto, Jan Michiel (2010). Sharia Incorporated: A Comparative Overview of the Legal Systems of Twelve Muslim Countries in Past and Present. Amsterdam University Press. ISBN 978-90-8728-057-4.
- Tomsen, Peter (2011). The Wars of Afghanistan: Messianic Terrorism, Tribal Conflicts, and the Failures of Great Powers. PublicAffairs. ISBN 978-1-58648-763-8.
- Raciopi, Linda (1994). Soviet policy towards South Asia since 1970. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-41457-9.
- Rasanayagam, Angelo (2005). Afghanistan: A Modern History. I.B.Tauris. ISBN 978-1850438571.
- Reese, Roger (2002). The Soviet Military Experience: A History of the Soviet Army, 1917–1991. Routledge. ISBN 978-0-203-01185-0.
- Runion, Meredith (2007). The History of Afghanistan. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-313-33798-7.
- Saikal, Amin; Maley, William (1989). The Soviet Withdrawal from Afghanistan. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-37588-7.
- Staff writers (2002). Regional Surveys of the World: Far East and Australasia 2003. Routledge. ISBN 978-1-85743-133-9.
- Tripathi, Deepak; Falk, Richard (2010). Breeding Ground: Afghanistan and the Origins of Islamist Terrorism. Potomac Books, Inc. ISBN 978-1-59797-530-8.
- Weiner, Myron; Banuazizi, Ali (1994). The Politics of Social Transformation in Afghanistan, Iran, and Pakistan. Syracuse University Press. ISBN 978-0-8156-2608-4.
- Yassari, Nadjma (2005). The Sharīʻa in the Constitutions of Afghanistan, Iran, and Egypt: Implications for Private Law. Mohr Siebeck. ISBN 978-3-16-148787-3.
- Lavigne, Marie (1992). The Soviet Union and Eastern Europe in the Global Economy (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 9780521414173.