Lompat ke isi

Saidullah dari Banjar

Checked
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Saidullah)
Saidullah
سعيد الله
Ratu Anom
Sultan Ratu
Makam Saidullah di Martapura, Kabupaten Banjar.
Sultan Banjar
Berkuasa1645 – 1660[1]
PendahuluInayatullah dari Banjar
PenerusRakyatullah dari Banjar
KelahiranRaden Kasuma Alam
Banjarmasin, Kesultanan Banjar
KematianBanjarmasin, Kesultanan Banjar
Keturunan
Daftar
Nama lengkap
توان كبوه دولي يڠ مها مليا ڤدوك سري سلطان انوم سعيد الله
Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Anom Saidullah
Nama anumerta
وحيد الله
Wahidullah
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahRatu Agung
IbuNyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar
AgamaIslam Sunni

Saidullah,[2] atau Saidillah,[3][2] adalah Sultan Banjar keenam yang memerintah Kesultanan Banjar sejak tahun 1645 hingga kematiannya pada tahun 1660. Ia memerintah menggantikan ayahnya, Inayatullah dari Banjar.[4]

Keluarga

Jika dihitung sejak masa pra-Islam maka Saidullah merupakan keturunan ke-11 dari Lambung Mangkurat dan juga keturunan ke-11 dari pasangan Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata. Maharaja Suryanata dijemput dari Majapahit sebagai jodoh Puteri Junjung Buih (gadis pribumi yang menjadi saudara angkat Lambung Mangkurat).

Nama lahirnya adalah Raden Kasuma Alam. Ayahnya adalah Ratu Agung, bergelar Inayatullah dari Banjar, raja Banjar kelima. Ibundanya adalah Nyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar.[5] Setelah menikah Raden Kasuma Alam dikenal sebagai Pangeran Kasuma Alam. Pada masa itu Raden merupakan gelar bagi putra Raja tetapi setelah menikah dipanggil Pangeran.[2]

Berkuasa (1645–1660)

Aksesi

Dengan mangkatnya ayahnya Sultan Inayatullah/Ratu Agung, maka Pangeran Kasuma Alam naik tahta sebagai Sultan Banjar (kepala negara) dengan dilantik oleh pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma yang menjadi Raja Kotawaringin, yang sengaja datang dari Kotawaringin setelah mendengar mangkatnya kakakandanya. Pangeran Kasuma Alam ditabalkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar dalam khutbah Sultan Saidullah atau gelar yang dimasyhurkan adalah Ratu Anom.[2]

Mangkubumi (kepala pemerintahan) diputuskan masih dijabat oleh pamannya, Panembahan di-Darat. Panembahan di-Darat ini memiliki wewenang kekuasaan politik negara dan pemerintahan yang besar, sehingga Saidullah dianggap sebagai raja boneka. Ketika Panembahan di-Darat meninggal setelah menjabat mangkubumi selama 5 tahun, penggantinya adalah Ratu Kota Waringin (Pangeran Dipati Anta-Kasuma) yang juga menjabat selama 5 tahun kemudian mengundurkan diri karena uzur. Kemudian Pangeran Dipati Anta-Kasuma mengusulkan mangkubumi baru, adik tirinya yaitu Raden Halit/Pangeran Dipati Tapasena yang dilantik dengan gelar Pangeran Dipati Mangkubumi.[2]

Perdamaian dengan VOC

Setelah permusuhan yang panjang antara Banjar dan VOC sejak pemerintahan Mustain Billah dari Banjar, Belanda memutuskan bahwa perang melawan Banjar tidak membantu apapun, dan akhirnya menawarkan perdamaian. Usaha Belanda mendekati Kesultanan Banjar dengan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun 1638 serta akan melupakan apa yang terjadi, sama sekali tidak mendapat layanan dari Kesultanan Banjar, sehingga akhirnya Belanda mengalah agar kontrak dagang yang lebih menitik-beratkan pada keuntungan dagang daripada lainnya, yang penting bagi Belanda hubungan dengan Kesultanan Banjar perlu dipulihkan agar lada kembali diperoleh.

Perjanjian damai antara Belanda dan Banjar telah direncanakan pada paruh kedua pemerintahan Saidullah, namun baru ditandatangani pada 1660, beberapa saat setelah Saidullah mangkat.

Mangkat

Batu nisan Saidullah di Kabupaten Banjar.

Saidullah mangkat pada tahun 1660, tiga tahun setelah kematian pamannya, Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Kemudian Ratu Hayu memimpin rapat Dewan Mahkota dan telah disetujui pembesar istana lainnya untuk menabalkan Pangeran Dipati Mangkubumi sebagai Penjabat Sultan Banjar dengan gelar Sultan Rakyatullah atau Pangeran Ratu, karena ketika itu Putera Mahkota (anak Sultan Saidullah) belum dewasa. Swargi Sultan Saidullah memiliki dua orang putera dari selir yaitu Raden Bagus dan Raden Basus yang kelak berhak menggantikannya sebagai raja.[2]

Keturunan

Mula-mula Pangeran Kasuma Alam menikah dengan permaisuri sepupunya Putri Intan, puteri dari pasangan Pangeran Singasari/Raden Timbako dengan Ratu Hayu/Putri Busu (anak almarhum Sultan Mustain Billah), namun kemudian bercerai. Perceraian tersebut terjadi bersamaan pada saat pengiriman persembahan intan Si Misim kepada Kesultanan Mataram pada bulan Oktober tahun 1641 bertepatan tahun Saka 1564 yang masih dalam pemerintahan Sultan Mustain Billah. Kemudian Pangeran Kasuma Alam memiliki beberapa gundik atau selir. Tiga tahun setelah dilantik menjadi sultan ia mengambil seorang gundik/selir bernama Nyai Wadon yang kemudian meninggal ketika melahirkan puteranya yang bernama Raden Bagus.[2][6] Dari selir bernama Nyai Wadon Raras, Pangeran Kasuma Alam memperoleh putera dinamakan Raden Basus. Sedangkan dengan Nyai Wadon Gadung, Pangeran Kasuma Alam memperoleh seorang anak perempuan bernama Gusti Gade. Ketika Ratu Anom mangkat pada tahun 1660, Raden Bagus dan Raden Basus diperkirakan masih bayi.[2]

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2019-04-29. 
  2. ^ a b c d e f g h (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
  3. ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986)
  4. ^ Noorlander, Johannes Cornelis (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw (dalam bahasa Belanda). M. Dubbeldeman. 
  5. ^ Tuan Haji (Kyai Haji) dan isteri dari Tuan Haji juga disebut Tuan (Nyai Haji) dalam bahasa Banjar
  6. ^ Menurut naskah Hikayat Banjar koleksi Belanda dari University Library, Leiden: Codex Or. 1701

Pranala luar

Didahului oleh:
Ratu Agung
Sultan Banjar
1637-1642
Diteruskan oleh:
Adipati Halid