Lompat ke isi

Ngengat sutra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Silkworm)
Ngengat sutra
Bombyx mori Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesBombyx mori Edit nilai pada Wikidata
L. f., 1758


Ulat sutra Prometheus

Ngengat sutra (Bombyx mori, secara harfiah berarti "ulat murbei") adalah serangga dari kelas Bombycidae[1]. Disebut ngengat sutra karena hewan ini menjadi penghasil sutra orisinal yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bentuk ulat (larva) yang sering disebut ulat sutra lebih dikenal orang daripada bentuk dewasa (imago) dari hewan ini. Hewan ini sering diternakkan untuk diambil sutranya. Ulat sutra hanya memakan daun murbei (Morus alba). Ia berasal dari utara Tiongkok.

Telur ngengat sutra membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk menetas. Ulatnya membentuk kepompong sutra mentah, yang setelah dipintal bisa menghasilkan benang sutra 300 hingga 900 meter per kepompong. Seratnya berdiameter sekitar 10 mikrometer.

Sebagaimana umumnya larva/ulat, ulat sutra sangat rakus; makan sepanjang siang dan malam sehingga tumbuh dengan cepat. Apabila warna kepalanya sudah menjadi makin gelap, ulat sutra akan segera berganti kulit/cangkang. Dalam hidupnya, ulat sutra mengalami empat kali ganti kulit, hingga berwarna kekuningan dan lebih ketat, yang menjadi tanda akan segera membungkus diri dengan kepompong.

Sebelum ulat sutra menjadi matang dan keluar dari kepompongnya (kepompong digigiti hingga rusak dan tidak bernilai ekonomi), kepompong tersebut kemudian direbus untuk membunuh ulat sutra dan memudahkan penguraian seratnya. Adapun ngengat dewasa yang dipelihara untuk bibit ulat sutra tidak bisa terbang.

Siklus Hidup

[sunting | sunting sumber]

Daur hidup ngengat sutera dimulai saat ngengat sutera betina bertelur. Ulat atau larva dihasilkan dari telur ngengat sutra. Pada tahap kepompong, ulat sutera membuat anyaman untuk menahan dirinya sendiri. Setelah itu, ulat sutera mengayunkan kepalanya, mengubah serat yang terbuat dari protein menjadi benang sutera. Beberapa ulat membentuk lapisan pertahanan di sekitar pupa dan lapisan ini dikenal sebagai selubung. Tali sutra (benang) diperoleh dari kepompong ngengat sutra[2].

Karena sejarahnya yang panjang dan nilai ekonominya yang tinggi, genom ulat sutra menjadi salah satu objek penelitian ilmiah.[butuh rujukan]

Ulat sutera (Bombyx mori), yang menghasilkan serat sutera di kelenjar sutranya, adalah lepidopteran yang paling terkenal di Jepang. Ulat ini didomestikasi oleh manusia lebih dari 5.000 tahun yang lalu di Cina. B. mori tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan manusia[3]

Di Tiongkok kuno, terdapat legenda bahwa sutra yang didapati dari ulat sutra dilihat oleh Ratu Xi Ling-Shi (Hanzi: 嫘祖, pinyin: Léi Zǔ). Ia sedang bertamasya ketika ia melihat kepompong ulat sutra. Lalu digunakanlah jarinya untuk menyentuhnya, dan menakjubkan, selembar benang tersangkut. Ketika makin banyak benang yang tersangkut dan membaluti sekeliling jarinya, dia perlahan-lahan merasa panas. Ketika sutra itu habis, dia melihat kepompong kecil. Dengan serta merta, sang ratu menyadari bahwa kepompong itu merupakan sumber sutra. Dia lalu bercerita kepada semua orang dan hal ini menjadi dikenal secara luas. Selain legenda ini, terdapat banyak legenda lain mengenai ulat sutra.

Manfaat medis

[sunting | sunting sumber]

Ulat sutra yang digunakan untuk pengobatan tradisional Tiongkok adalah "Bombyx batryticatus" atau "ulat sutra kaku" (Hanzi sederhana:僵蚕, tradisional: 僵蠶 pinyin: āngcán). Ia adalah larva kering 4–5 tahun yang mati akibat penyakit muskadin putih disebabkan oleh jamur Beauveria bassiana, dimanfaatkan untuk mengobati masuk angin, mencairkan dahak dan meringankan kejang-kejang.

Ulat sutera memiliki kemiripan dengan manusia dalam banyak hal seperti jaringan atau organ yang serupa, kepekaan yang sama terhadap patogen dan efek obat yang sebanding dan biayanya rendah, sedikit konflik dengan masalah etika dan tidak ada bahaya biohazard. Oleh karena itu, ulat sutera merupakan alat yang sangat baik untuk skrining obat dan uji keamanan. Kemunculan bakteri resisten multi obat (MDR) yang cepat merupakan ancaman besar bagi kesehatan manusia di seluruh dunia; hal ini menimbulkan keinginan untuk mengembangkan beberapa senyawa alternatif, yang akan efektif melawan patogen MDR. Hemolimfa ulat sutera mengambil tempat untuk melawan patogen MDR karena kaya akan banyak peptida antimikroba dan juga komponen anti-apoptosis. Serisin yang merupakan protein sutra memiliki aplikasi dalam bidang farmasi dan kosmetik seperti penyembuhan luka, bio-perekat, pelembab, anti-kerut dan anti-penuaan. Kompos limbah seri mengandung nitrogen dan protein dalam jumlah tinggi, sehingga pemanfaatan limbah seri secara efektif dapat meminimalkan pencemaran lingkungan, mengurangi biaya penggunaan pupuk anorganik dan menjadi alternatif yang baik untuk membatasi penggunaan pupuk anorganik. Selain itu, turunan dari kotoran ulat sutera dapat digunakan untuk terapi tumor[4]

Ulat sutra dikonsumsi di sejumlah kebudayaan. Di Korea, ulat sutra yang direbus serta dibumbui merupakan makanan ringan yang populer dan dikenal sebagai beondegi (번데기) . Di Tiongkok, sejumlah pedagang jalanan menjual ulat sutra yang dipanggang.

Serbuk larva ulat sutera memiliki jumlah protein kasar, total asam amino esensial, dan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk pupa ulat sutera. Rasio efisiensi protein yang tinggi dari bubuk larva ulat sutera mengindikasikan bahwa bubuk tersebut mengandung jumlah asam amino esensial yang lebih tinggi daripada bubuk pupa ulat sutera. Namun, bubuk pupa ulat sutera mengandung lemak, abu, serat kasar, karbohidrat, dan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bubuk larva ulat sutera. Selain itu, bubuk larva ulat sutera memiliki rasio n-3/n-6 yang lebih tinggi dan kelarutan dalam air dengan jumlah mikroorganisme yang lebih rendah. Kedua bubuk ulat sutera merupakan sumber zat besi yang baik, dan kaya akan magnesium dan seng. Nutrisi yang tinggi dalam bubuk ulat sutera dapat menawarkan potensi yang sangat besar untuk mengurangi defisiensi nutrisi, terutama defisiensi protein di negara-negara berkembang[5].

Pakan Ternak

[sunting | sunting sumber]

Tepung ulat sutera (Bombyx mori) dapat dijadikan sebagai bahan protein alternatif pada ayam pedaging ransum tanpa memberikan dampak yang merugikan pada profil darah dan kualitas karkas. Selain itu, hasil terbaik dalam hal asupan pakan dan bobot hidup dapat dicapai dengan penggantian 75% bungkil kedelai dengan tepung ulat sutera dalam ransum ayam pedaging komersial[6].

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  2. ^ Jha, Abhishek; Mishra, Deepak Kumar; Kumar, Sandeep (2022). "Bombyx mori: Life cycle and as a model organism in life science research". Journal of Entomological Research (dalam bahasa Inggris). 46 (2): 378–384. doi:10.5958/0974-4576.2022.00068.8. ISSN 0378-9519. 
  3. ^ Tabunoki, Hiroko (2016). "Can the silkworm (Bombyx mori) be used as a human disease model?". 2016 International Congress of Entomology. Entomological Society of America. doi:10.1603/ice.2016.112440. 
  4. ^ Soumya M; Reddy A, Harinatha; Nageswari G; Venkatappa B (2017). "Silkworm (Bombyx mori) and its constituents: A fascinating insect in science and research". Journal of Entomology and Zoology Studies. 5 (5): 1701–1705. 
  5. ^ Loo, Yuet Ying; Lim, Hui Ying; Sofian-Seng, Noor-Soffalina; Wan Mustapha, Wan Aida; Mohd Razali, Noorul Syuhada (2022-02-28). "Physicochemical Characteristics and Microbiological Quality of Silkworm (Bombyx mori) Larval and Pupae Powder: Comparative Study". Sains Malaysiana. 51 (2): 547–558. doi:10.17576/jsm-2022-5102-18. ISSN 0126-6039. 
  6. ^ Ullah, Rafi; Khan, Sarzamin; Hafeez, Abdul; Sultan, Asad; Khan, Nazir Ahmad; Chand, Naila; Ahmad, Naseer (2017-07). "Silkworm (Bombyx mori) Meal as Alternate Protein Ingredient in Broiler Finisher Ration". Pakistan Journal of Zoology. 49 (4): 1463–1470. doi:10.17582/journal.pjz/2017.49.4.1463.1470. ISSN 0030-9923.