Lompat ke isi

Stres

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Stress)
Respon terhadap stres

Stres atau cekaman adalah gangguan mental yang dialami seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya. Sumber tekanan bisa berasal dari dalam diri atau dari luar.

Individu yang mengalami stres berat cenderung memiliki tekanan emosi yang tinggi dan kesulitan mengontrol diri, seperti mencari masalah dengan orang lain meskipun tidak ada masalah nyata, atau membuat tuduhan yang tidak masuk akal atau logis.

Stres dapat bersifat positif maupun negatif.[1] Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang muncul karena adanya tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, yaitu stres yang menghalangi pencapaian tujuan.[2] Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan masih dalam tahap awal, bukti awal menunjukkan bahwa stres tantangan memiliki dampak negatif yang lebih sedikit dibandingkan stres hambatan.[2]

Beberapa ahli mendefinisikan stres sebagai:

  • Respon non-spesifik tubuh terhadap setiap tuntutan.[1]
  • Kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang saat mencapai suatu kesempatan di mana terdapat batasan atau hambatan.[3]
  • Ketidakseimbangan antara tuntutan (fisik dan psikis) dan kemampuan untuk memenuhinya. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan tersebut dapat berdampak krusial.[4]
  • Tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungan yang dianggap mengganggu dan menimbulkan rasa terancam.[5]

Sumber-sumber potensi stres

[sunting | sunting sumber]

Faktor lingkungan

[sunting | sunting sumber]

Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi.[1] Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.[1]

Faktor organisasi

[sunting | sunting sumber]

Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres.[6] Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya.[1] Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.[6]

Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab stres baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.

Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang.[6] Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan.[6] Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres.[7] Dengan semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres.[7]

Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi.[6] Konflik peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.[6]

Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan.[6] Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat meyebabkan stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.[6]

Faktor pribadi

[sunting | sunting sumber]

Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.[1]

Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.[8]

Masalah ekonomiekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan.[1] Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian.[9] Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum.[9] Jika kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang.[9] Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu.[9]

Adanya ekspetasi yang tidak terpenuhi, tuntutan-tuntutan yang diciptakan sehingga memunculkan rasa iri, dengki, cemas takut dan juga menjadi faktor dari dalam diri yang dapat menimbulkan stress.[10]

Merokok berkaitan dengan gejala stres

Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya.[11] Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.[11]

Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis.[11] Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.[11]

Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan.[12] Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres.[12] Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.[12]

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.[13] Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja.[13] Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik.[13] Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi.[13] Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.[13]

Mengatasi

[sunting | sunting sumber]

Stres dapat diatasi atau diringankan dampaknya dengan cara:[butuh rujukan]

  • mengkonsultasikan masalah yang sedang dihadapi kepada psikiater atau rekan kerja atau teman dekat[14]
  • melakukan olahraga ringan
  • mengkonsumsi bahan makanan kaya gizi
  • menonton acara komedian atau lawak[15]
  • bermain game
  • meditasi
  • santai[16]

Perkembangan

[sunting | sunting sumber]

Stres kronis juga telah terbukti mengganggu pertumbuhan perkembangan pada anak-anak dengan menurunkan produksi hormon pertumbuhan kelenjar pituitari, seperti pada anak-anak yang terkait dengan lingkungan rumah tangga yang melibatkan perselisihan serius dalam pernikahan, alkoholisme, atau penyalahgunaan anak.[17] Stres kronis juga memiliki banyak penyakit dan masalah perawatan kesehatan lainnya selain mental yang menyertainya. Stres kronis yang parah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan risiko terkena penyakit seperti diabetes, kanker, depresi, penyakit jantung, dan penyakit Alzheimer.[18]Secara lebih umum, kehidupan prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa remaja adalah periode kritis di mana kerentanan terhadap stresor sangat tinggi.[19][20]Hal ini dapat menyebabkan penyakit psikiatrik dan fisik yang memiliki dampak jangka panjang pada individu.[18]

kelelahan atau pemulihan

[sunting | sunting sumber]
  • Tahap pemulihan mengikuti ketika mekanisme kompensasi sistem berhasil mengatasi efek stresor (atau telah sepenuhnya menghilangkan faktor yang menyebabkan stres). Tingkat glukosa, lemak, dan asam amino yang tinggi dalam darah terbukti berguna untuk reaksi anabolik, pemulihan homeostasis, dan regenerasi sel.[21]
  • Kelelahan adalah tahap ketiga alternatif dalam model GAS. Pada titik ini, semua sumber daya tubuh akhirnya habis dan tubuh tidak dapat mempertahankan fungsi normal. Gejala sistem saraf otonom awal mungkin muncul kembali (serangan panik, nyeri otot, mata perih, kesulitan bernapas, kelelahan, mulas, tekanan darah tinggi, dan kesulitan tidur, dll.).[22] Jika tahap tiga diperpanjang, kerusakan jangka panjang dapat terjadi (vasokonstriksi yang berkepanjangan menghasilkan iskemia yang pada gilirannya menyebabkan nekrosis sel), karena sistem kekebalan tubuh menjadi kelelahan, dan fungsi tubuh menjadi terganggu, menghasilkan dekompensasi.

Hasilnya dapat memanifestasikan dirinya dalam penyakit yang jelas, seperti masalah umum dengan sistem pencernaan (misalnya, perdarahan okultisme, melena, konstipasi/obstipasi), diabetes, atau bahkan masalah kardiovaskular (angina pektoris), bersama dengan depresi klinis dan penyakit mental lainnya.[23]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g Selye, Hans. (1982). Stress in Health and Disease. Boston: Butterworths.
  2. ^ a b LePine, J. A.; LePine, M. A.; Jackson, C. (2004). "Challenge and Hindrance Stress: Relationships with Exhaustion, Motivation to Learn, and Learning Performance," Journal of Applied Psychology, Oktober 2004, hal. 883-891.
  3. ^ Robbins, Stephen P. (2001). Organizational Behavior. New York: Prentice Hall.
  4. ^ Weinberg, Robert S. & Gould, Daniel. (2003). Foundations of Sport and Exercise Psychology. Toronto: Human Kinetics Publishing.
  5. ^ Anoraga, Pandji. (2009). Psikologi Kerja. Yogyakarta: Rineka Cipta.
  6. ^ a b c d e f g h Frew, D. R. (Inggris)"Percieved Organizational Characteristics and Personality Measures tas Predictors of Stress/ Strain in the Workplace," Journal of Management, Winter 1987, hal. 633-646.
  7. ^ a b Evans, G. W. (Inggris)"Stress and Open-Office Noise," Journal of Applied Psychology, Oktober 2000, hal. 779-783.
  8. ^ Major, V. S. "Work Time, Work Interference with Family, and Psychological Distress," Journal of Applied Psychology, Juni 2002, hal. 427-436.
  9. ^ a b c d Nelson, D. L. "Chronic Work Stress and Coping: A Longitudinal Study and Suggested New Directions," Academy of Management Journal, Desember 1990, hal. 859-869.
  10. ^ "Mengapa seseorang dapat mengalami Stres? - Direktorat P2PTM". p2ptm.kemkes.go.id. Diakses tanggal 2023-12-09. 
  11. ^ a b c d Schuler. "Definition and Conceptualization of Stress," hal. 200-205.
  12. ^ a b c Steffy and Jones. "Workplace Stress and Indicators of Coronary-Disease Risk," hal. 687
  13. ^ a b c d e Sluiter, J. K. "Stressful Work, Psychological Job Strain, and Turnover," Journal of Applied Psychology, Juni 2004, hal. 442-454
  14. ^ Keluarga, Mitra. "Mitra Keluarga". Mitra Keluarga. Diakses tanggal 2024-09-16. 
  15. ^ "diklatkerja | Apa itu Stress dan Akibat yang Ditimbulkan". diklatkerja. Diakses tanggal 2024-09-16. 
  16. ^ "Main Game di Ponsel Terbukti Efektif Meredakan Stres". 
  17. ^ Powell, Brasel, & Blizzard, 1967.
  18. ^ a b Barrett, Lisa Feldman (2020). 7 and a half lessons about the brain. Picador. 
  19. ^ Charmandari E, Achermann JC, Carel JC, Soder O, Chrousos GP (2012). "Stress response and child health". Science Signaling (Review). 5 (248): mr1. doi:10.1126/scisignal.2003595. PMID 23112343. 
  20. ^ Charmandari E, Kino T, Souvatzoglou E, Chrousos GP (2003). "Pediatric stress: hormonal mediators and human development". Hormone Research (Review). 59 (4): 161–79. doi:10.1159/000069325. PMID 12649570. 
  21. ^ "Apa Itu Stres: Gejala, Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan". ayosehat.kemkes.go.id. Diakses tanggal 2024-09-16. 
  22. ^ "Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VIII - Repositori Kemdikbud" (PDF). 
  23. ^ "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus" (PDF). poltekkes. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]