Tridatu
Tridatu (Dewanagari: त्रिधातु; IAST: Tridhātu ) adalah jalinan tiga benang berwarna hitam, putih, dan merah yang sering dipakai oleh umat Hindu Bali sebagai gelang atau sarana keagamaan. Istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu tri berarti "tiga" dan dhatu berarti "elemen" atau "unsur".[1] Gelang tridatu biasanya diperoleh di Pura pada saat hari raya atau perayaan rutin suatu pura tertentu (odalan dan pujawali). Gelang ini biasanya dipakai pada pergelangan tangan kanan. Di kalangan umat Hindu Bali, penggunaan gelang tersebut merupakan simbol bahwa umat Hindu selalu dilindungi oleh Hyang Widhi (Tuhan).[2]
Pada mulanya, tradisi pengadaan gelang tridatu dilakukan di Pura Dalem Ped, Nusa Penida, dan beberapa pura besar lainnya di Bali.[3] Kemudian tradisi tersebut merambah ke pura-pura lainnya. Pada masa kini, gelang tridatu tidak hanya diperoleh di pura, tetapi juga dijual secara bebas kepada umat Hindu maupun non-Hindu.[4]
Makna
[sunting | sunting sumber]Benang tridatu terdiri dari tiga macam warna yaitu: merah, putih, dan hitam. Menurut agama Hindu Bali, ketiga warna tersebut merupakan simbol manifestasi Hyang Widhi (Tuhan) yang disebut Trimurti. Trimurti merupakan kesatuan dari tiga dewa utama, yaitu:
- Brahma (dewa pencipta), disimbolkan dengan benang berwarna merah.
- Wisnu (dewa pemelihara), disimbolkan dengan benang berwarna hitam.
- Iswara/Siwa (dewa pelebur), disimbolkan dengan benang berwarna putih.
Di samping itu, gelang tridatu merupakan lambang Trikona atau tiga tahap dalam siklus hidup manusia, yaitu lahir, hidup, dan mati. Maka dari itu tridatu bermakna bahwa manusia terikat akan tiga tahap di dunia: setelah lahir, sekarang manusia hidup, dan tahap selanjutnya adalah kematian.[5]
Pemakaian
[sunting | sunting sumber]Benang tridatu yang tersusun dari tiga warna sering dipakai dalam upacara keagamaan (yadnya) Hindu Bali, mulai dari upacara kepada para dewa (dewa-yadnya) hingga upacara antarmanusia (manusa-yadnya) seperti pernikahan. Dalam upacara dewa-yadnya, benang tridatu dipakai sebagai sarana menuntun Istadewata atau manifestasi Tuhan, sementara dalam upacara manusa-yadnya, benang tridatu dipakai sebagai selempang dalam suatu prosesi yang disebut pawintenan (inisiasi).[3]
Sebagai gelang, tridatu digunakan sebagai identitas dari umat Hindu khususnya di Bali. Pemakaiannya pun harus di pergelangan tangan, atau di leher (sebagai kalung) dan tidak boleh di kaki karena dianggap sebagai pelecehan.[3] Di kalangan umat Hindu Bali, pemakaian benang tridatu sebagai pengingat akan peran Tuhan sebagai pencipta (Brahma), pemelihara (Wisnu), dan pelebur (Siwa).[2]
Seiring perubahan zaman, saat ini gelang tridatu tidak hanya dipakai untuk tujuan keagamaan saja, tetapi juga tren atau fesyen. Bahkan umat non-Hindu pun ada yang memakai benang tersebut dengan alasan tertentu.[4] Ada yang memakainya karena tertarik dengan kombinasi warna dan sekadar mengikuti gaya umat Hindu Bali, ada pula yang memakainya karena meyakini adanya aura positif dari gelang tersebut, meskipun ia sendiri bukan penganut Hindu.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Monier-Williams (1899), Sanskrit-English Dictionary, London: Oxford University Press
- ^ a b Drs. I Made Sila, M.Pd (2021), Nilai-nilai Ketuhanan dalam Pemanfaatan Benang Tridatu, Denpasar: Universitas Dwijendra
- ^ a b c I Putu Suyatra, ed. (19 November 2017). "Ini Makna, Tujuan dan Cara Penggunaan Benang Tri Datu". Bali Express (dalam bahasa Indonesia). Jawa Pos. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Mei 2019. Diakses tanggal 8 Oktober 2023.
- ^ a b c I Putu Suyatra, ed. (19 November 2017). "Non Hindu Pakai Tri Datu karena Suka Warnanya, Berharap Aura Positif". Bali Express (dalam bahasa Indonesia). Jawa Pos. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Mei 2019. Diakses tanggal 8 Oktober 2023.
- ^ Redaksi (30 Januari 2017), Makna Gelang TriDatu, Denpasar: Denpasar Kota, diakses tanggal 6 Oktober 2023