Warung telekomunikasi
Warung telekomunikasi atau warung telepon (disingkat menjadi wartel) adalah tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun tetap dan merupakan bagian dari telepon umum. Penunggu wartel adalah orang yang bekerja di dalam bangunan wartel yang bisa bersifat tetap maupun bergerak (wartel dengan memakai mobil boks).
Di dalam wartel terdapat kamar bicara umum (KBU) berisi pesawat telepon untuk digunakan pemakai jasa. Telepon di dalam kamar bicara umum bisa digunakan untuk pembicaraan telepon setempat, antarwilayah, interlokal (SLJJ), maupun sambungan langsung internasional. Biaya pemakaian jasa telekomunikasi dibayar langsung di tempat oleh konsumen sesuai tarif pulsa yang berlaku ditambah tarif pelayanan.
Penyelenggaraan jasa wartel paling sedikit menggunakan dua sambungan telekomunikasi. Pemilik wartel adalah perorangan, badan usaha milik daerah (BUMD), badan usaha milik swasta, atau koperasi. Pemilik wartel bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia (APWI) yang berdiri sejak tanggal 8 Januari 1992.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Wartel pertama di Indonesia didirikan pada awal tahun 1982 di sekitar Pantai Kuta, Bali untuk mengakomodasi kebutuhan pariwisata (sekedar catatan saat itu Telkom berada di bawah Kementerian Pariwisata Pos dan Telekomunikasi).[1] Melihat animo pengguna Wartel yang meningkat, Menteri Susilo Soedarman memutuskan untuk memperbanyak Wartel pada tahun 1988.
Akhir
[sunting | sunting sumber]Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, sambungan Wartel mulai berkurang bahkan mulai dikatakan punah pada akhir 2014 dan awal 2015 seiring dengan banyaknya penggunaan telepon genggam dan internet.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Bertukar Kata Lewat Kamar Bicara". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-04-23. Diakses tanggal 2022-11-16.
- ^ "Wartel di Indonesia Sudah Ditinggalkan | Databoks". databoks.katadata.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-11-16.