Anusapati
Anusapati | |
---|---|
Sri Bathara Anusapati (ꦧꦡꦫꦄꦤꦸꦱꦥꦠꦶ) | |
Raja Singhasari ke 2 | |
Berkuasa | 1227-1248 |
Pendahulu | Ken Angrok |
Penerus | Wisnuwardhana |
Kelahiran | Panji Pragiwaksono Istana Tumapel |
Kematian | 1248 Istana Tumapel |
Pemakaman | |
Keturunan (dan lain-lain) | Wisnuwardhana |
Wangsa | Rajasa |
Ayah | Tunggul Ametung (versi Pararaton) Sri Rajasa (Versi Nagarakretagama) |
Ibu | Ken Dedes |
Agama | Hindu-Buddha |
Anusapati atau disebut Panji Anusapati adalah raja kedua dari Kerajaan Tumapel (atau yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari) dengan bergelar nama Sri Bathara Anusapati yang memerintah pada tahun 1227-1248 (versi Nagarakretagama), atau 1247-1249 menurut (versi Pararaton).
Versi Pararaton
[sunting | sunting sumber]Menurut Pararaton, Anusapati atau disebut juga Panji Anusapati adalah putra pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Ayahnya dibunuh oleh Ken Arok sewaktu dirinya masih berada di dalam kandungan. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes dan mengambil alih jabatan Tunggul Ametung sebagai akuwu Tumapel. Kemudian pada tahun 1222 Ken Arok mengumumkan berdirinya Kerajaan Tumapel yang terlepas dari kekuasaan Panjalu. Ia bahkan berhasil meruntuhkan Kerajaan Kadiri di bawah pemerintahan raja Kertajaya.
Ketika Ken Arok mengangkat Mahisa Wong Ateleng sebagai penguasa Kadiri. Hal ini menyebabkan Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok, padahal ia adalah putra tertua Ken Arok. Ia juga merasa kurang disayangi oleh Ken Arok dibanding saudara-saudaranya yang lain. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya ia pun mengetahui bahwa sesungguhnya ia merupakan anak kandung Tunggul Ametung yang mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati juga berhasil mendapatkan keris buatan Mpu Gandring yang dulu digunakan oleh Ken Arok untuk membunuh ayahnya. Dengan menggunakan keris itu, pembantu Anusapati yang berasal dari Desa Batil berhasil membunuh Ken Arok saat sedang makan malam, pada tahun saka 1168 (tahun 1247 M). Anusapati ganti membunuh pembantunya tersebut untuk menghilangkan jejak. Kepada semua orang ia mengumumkan bahwa pembantunya telah gila dan mengamuk hingga menewaskan raja.
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati naik takhta pada tahun saka 1170 (tahun 1248 M). Pemerintahannya dilanda kegelisahan karena cemas akan ancaman balas dendam anak-anak Ken Arok. Puri tempat tinggal Anusapati pun diberi pengawalan ketat, bahkan dikelilingi oleh parit dalam.
Meskipun demikian, Panji Tohjaya putra Ken Arok dari selir bernama Ken Umang tidak kekurangan akal. Suatu hari ia mengajak Anusapati keluar mengadu ayam. Anusapati menurut tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik menyaksikan ayam bertarung, tiba-tiba Tohjaya menusuknya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Anusapati pun tewas seketika. Peristiwa itu terjadi pada tahun saka 1171 (tahun 1249 M).
Sepeninggal Anusapati, Tohjaya naik takhta. Namun pemerintahannya hanya berlangsung singkat karena ia kemudian tewas pada tahun saka 1172 (tahun 1250 M) akibat pemberontakan Ranggawuni putra Anusapati dan Mahisa Campaka putra Mahisa Wong Ateleng.[1]
Versi Nagarakretagama
[sunting | sunting sumber]Menurut Nagarakretagama, Anusapati yang bergelar Bhatara Anusapati adalah putra dari "Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra", yaitu nama pendiri Kerajaan Tumapel. Dengan kata lain, ia adalah putra Ken Arok, karena Nagarakretagama tidak pernah menyebut adanya tokoh Tunggul Ametung.
Dikisahkan pula bahwa Bhatara Anusapati memerintah sejak tahun 1227 menggantikan ayahnya. Pemerintahannya berjalan tenang. Seluruh tanah Jawa aman dan tunduk kepadanya. Anusapati akhirnya meninggal tahun 1248 dan digantikan putranya yang bernama Wisnuwardhana.
Untuk menghormati Anusapati didirikan Candi Kidal di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, sekitar 20 km sebelah timur Kota Malang - Jawa Timur, di mana ia dipuja sebagai Siwa.
Penggalan pupuh dalam kitab Nagarakretagama, sebuah kakawin kaya raya informasi tentang kerajaan Majapahit dan Singosari, menceritakan hal yang berkaitan dengan raja Singosari ke-2, Anusapati, beserta tempat pendharmaannya di candi Kidal.
- Bathara Anusapati menjadi raja
- Selama pemerintahannya tanah Jawa kokoh sentosa
- Tahun caka Persian Gunung Sambu (1170 C - 1248 M) dia berpulang ke Siwabudaloka
- Cahaya dia diujudkan arca Siwa gemilang di candi Kidal
- (Nagarakretagama: pupuh 41 / bait 1, Slamet Mulyono)
Misteri Kematian Anusapati
[sunting | sunting sumber]Nama Anusapati hanya terdapat dalam Pararaton dan Nagarakretagama. Naskah Pararaton ditulis ratusan tahun sesudah zaman Tumapel dan Majapahit. Sedangkan Nagarakretagama ditulis pada pertengahan masa kejayaan Majapahit (1365).
Dalam beberapa hal, uraian Nagarakretagama cenderung lebih dapat dipercaya daripada Pararaton, karena waktu penulisannya jauh lebih awal. Jika dalam Pararaton disebutkan Anusapati mati karena dibunuh Tohjaya, maka Nagarakretagama menulis Anusapati mati secara wajar.
Ada dua dugaan mengapa Nagarakretagama tidak menceritakan pembunuhan Anusapati.
- Pertama, karena Nagarakretagama merupakan naskah pujian untuk keluarga Hayam Wuruk. Pembunuhan Anusapati yang merupakan leluhur Hayam Wuruk dianggap sebagai aib.
- Kedua, mungkin Anusapati memang benar-benar mati secara wajar, bukan karena dibunuh oleh Tohjaya.
Nama Anusapati memang tidak pernah dijumpai dalam prasasti apa pun, sedangkan nama Tohjaya ditemukan dalam prasasti Mula Malurung tahun 1255 (hanya selisih tujuh tahun setelah kematian Anusapati).
Dalam prasasti itu tokoh Tohjaya disebutkan menjadi raja Kadiri menggantikan adiknya yang bernama Guningbhaya. Jadi, pemberitaan Pararaton bahwa Tohjaya adalah raja Tumapel atau Singhasari adalah keliru.
Berdasarkan prasasti tersebut, tokoh Tohjaya mungkin memang tidak pernah membunuh Anusapati sesuai pemberitaan Pararaton. Jika Tohjaya benar-benar melakukan kudeta disertai pembunuhan, maka sasarannya pasti bukan terhadap Anusapati, melainkan terhadap Guningbhaya, adik tirinya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Terjemahan Pararaton di Ki-Demang.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-25. Diakses tanggal 2012-06-06.
Kepustakaan
[sunting | sunting sumber]- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
- R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Ken Arok |
Raja Singhasari versi Nagarakretagama 1227 — 1248 |
Diteruskan oleh: Wisnuwardhana |