Dampak lingkungan dari irigasi
Dampak lingkungan dari irigasi adalah perubahan kuantitas dan kualitas tanah dan air akibat irigasi. Dampak juga terlihat di alam dan lingkungan sosial di hulu dan hilir sungai yang dijadikan sumber irigasi. Dampak lingkungan berakar dari perubahan kondisi hidrologi sejak instalasi dan pengoperasian irigasi.
Irigasi sebagian besar mengambil air dari sungai dan mendistribusikannya ke area yang diirigasikan. Dampak langsung dari hal tersebut adalah berkurangnya debit hilir sungai dan peningkatan evaporasi.[1] Penggenangan air permanen (waterlogging) juga dapat terjadi karena tinggi muka air tanah meningkat hingga menenggelamkan akar tanaman. Pada irigasi yang mengambil air dari air tanah, maka tinggi muka air tanah akan menurun. Pada sungai yang dibendung untuk ditinggikan permukaan airnya untuk irigasi, akan terjadi risiko relokasi permukiman manusia yang tinggal dekat dengan sungai seperti yang terjadi pasca pembangunan bendungan Manantali di Mali. Dari semua dampak langsung tersebut, terdapak dampak tidak langsung yang mengikuti, seperti terjadinya kelangkaan air, subsiden tanah, intrusi air asin, dan salinisasi, tidak terkecuali dampak sosio-ekonominya.
Proyek irigasi dapat menguntungkan secara finansial bagi perekonomian individu, wilayah, dan negara. Sekitar 16% dari seluruh kawasan pertanian yang ada di dunia telah teririgasikan. Hasil pertanian dari lahan yang teririgasikan itu mencakup 40% dari total hasil pertanian dunia.[2] Meski demikian, dampak negatif dari irigasi sering kali diabaikan meski signifikan.[3][4]
Bendungan Kainji di Nigeria yang selesai dibangun pada tahun 1968 telah menyebabkan relokasi warga di sekitar sungai karena tinggi permukaan air sungai meningkat. Bendungan ini pada tahun 1999 menimbulkan masalah karena debit air yang berlebih memaksa pembukaan pintu limpasan. Lebih dari 60 desa dan sekitar 60% lahan pertanian terendam.[5][6]
Pengaruh pada hilir sungai
[sunting | sunting sumber]Irigasi yang bersumber dari sungai dapat mengurangi debit air di hilir secara signifikan karena air diserap tanaman, lahan pertanian, dan menguap. Hal ini dapat menyebabkan:
- hilangnya lahan basah dan hutan di hilir sungai[7]
- berkurangnya air yang tersedia untuk kawasan industri dan permukiman di hilir sungai
- terganggunya rute pengapalan, seperti yang telah terjadi di Sungai Gangga, India[7]
- terganggunya aktivitas penangkapan ikan, seperti yang telah terjadi di Sungai Indus, Pakistan[7]
- berkurangnya air yang mengalir ke laut yang dapat mempengaruhi ekosistem pantai dan intrusi air laut. Saat ini Sungai Nil, meski debitnya sangat tinggi, namun karena besarnya pengambilan air untuk irigasi, aliran sungai ini tidak mencapai ke laut di musim kemarau.[7] Contoh lainnya adalah yang terjadi pada Laut Aral di mana sungai diambil untuk irigasi sehingga Laut Aral mengering.
Irigasi juga telah mengurangi kualitas air sungai karena air bilasan dari lahan pertanian dapat mengandung garam, pupuk, dan pestisida sehingga dapat terakumulasi di sungai. Air bilasan dari lahan pertanian dapat mengalami perkolasi dan mencmari air tanah.
Secara sosio-ekonomi, berkurangnya debit sungai di hilir dapat merugikan, bahkan merelokasi masyarakat yang menikmati hilir sungai. Kaum nomaden penggembala di Baluchistan, Pakistan mengalami kesulitan hidup karena sumber air yang biasa mereka gunakan untuk minum hewan ternak berkurang drastis.[8]
Pengaruh terhadap tanah dan air tanah
[sunting | sunting sumber]Irigasi dari sumber selain air tanah akan meningkatkan tinggi muka air tanah yang berada di bawah lahan pertanian dikarenakan perkolasi. Irigasi permukaan adalah metode dengan tingkat perkolasi tertinggi sehingga efisiensi irigasi berkurang. Metode irigasi tertentu dapat mencegah perkolasi berlebihan, misal dengan sprinkler dan irigasi tetes. Peningkatan tinggi muka air tanah dapat menyebabkan penggenangan air, menyebabkan akar tanaman terendam air. Munculnya genangan air yang stagnan dapat menjadi sarang berbagai jenis organisme vektor penyakit,[9] sedangkan efek samping akibat pengoperasian irigasi biasanya tidak disertakan dalam biaya pembangunan/pengoperasian irigasi.[4]
Di India, dua juta hektare lahan telah tergenang dan tiga juta hektare lahan telah mengalami salinisasi.[10][11]
Di lembah sungai Indus, Pakistan, dua juta hektare lahan telah tergenang[12] dan 3.1 juta hektare lahan mengalami salinisasi.[12] Reklamasi lahan dengan pipa drainase telah memakan biaya miliaran rupee, namun tujuan reklamasi baru belum terpenuhi.[13] Asian Development Bank menyatakan bahwa 38% lahan yang teririgasi kini tergenang dan 14% mengalami salinisasi.[14]
Di delta sungai Nil di Mesir, fasilitas drainase dipasang di jutaan hektare lahan untuk mencegah penggenangan air.[15]
Di Meksiko, 15% dari tiga juta hektare lahan yang teririgasi telah mengalami salinisasi dan 10% telah tergenang.[16]
Salinisasi akibat irigasi juga telah terjadi di berbagai negara seperti Israel (30% area yang teririgasi), Australia (20%), China (15%), Irak (50%), dan Mesir (30%). Salinisasi terjadi akibat irigasi skala kecil maupun skala besar.[17]
FAO memperkirakan bahwa 52 juta hektare lahan akan membutuhkan drainase bawah tanah untuk mengendalikan salinisasi dan penggenangan.[18]
Dampak penggunaan air tanah
[sunting | sunting sumber]Ketika air tanah dipompakan melebihi tingkat pengembaliannya (replenishment), akan menyebabkan rongga yang terdapat di bawah tanah kosong sehingga rentan mengalami pemadatan dan akibat beban dari tanah yang berada di atasnya dan subsiden tanah terjadi.[19] Di Amerika Serikat, penurunan tinggi muka air tanah terjadi sedalam satu meter setiap penurunan 13 meter tinggi muka air tanah.[20] Di Houston, Texas, subsiden tanah sedalam 5 hingga 7 kaki terjadi dan menyebabkan banjir pada tahun 1989.[21]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Rosenburg, David (2000). "Global-Scale Environmental Effects of Hydrological Alterations: Introduction". BioScience. Sep 2000: 746–751. Diakses tanggal 17 March 2014.
- ^ Bruce Sundquist, 2007. Chapter 1- Irrigation overview. In: The earth's carrying capacity, Some related reviews and analysis. On line: [1] Diarsipkan 2012-02-17 di Wayback Machine.
- ^ Effectiveness and Social/Environmental Impacts of Irrigation Projects: a Review. In: Annual Report 1988, International Institute for Land Reclamation and Improvement (ILRI), Wageningen, The Netherlands, pp. 18 - 34 . Download from [2], under nr. 6, or directly as PDF: [3]
- ^ a b Himanshu Thakkar. Assessment of Irrigation in India. World Commission on Dams. On line: http://www.dams.org/docs/kbase/contrib/opt161.pdf Diarsipkan 2009-08-24 di Wayback Machine.
- ^ C.A.Drijver and M.Marchand, 1985. Taming the floods. Environmental aspects of the floodplain developments of Africa. Centre of Environmental Studies, University of Leiden, The Netherlands.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-26. Diakses tanggal 2014-01-15.
- ^ a b c d World Wildlife Fund, WWF Names World's Top 10 Rivers at Greatest Risk, on line: http://www.ens-newswire.com/ens/mar2007/2007-03-21-01.asp Diarsipkan 2020-11-27 di Wayback Machine.
- ^ Modern interferences in traditional water resources in Baluchistan. In: Annual Report 1982, pp. 23-34. ILRI, Wageningen, The Netherlands. Reprinted in Water International 9 (1984), pp. 106- 111. Elsevier Sequoia, Amsterdam. Also reprinted in Water Research Journal (1983) 139, pp. 53-60. [4], [5]
- ^ World health organization (WHO), 1983. Environmental health impact assessment of irrigated Agriculture. Geneva, Switzerland.
- ^ N.K.Tyagi, 1996. Salinity management: the CSSRI experience and future research agenda. In: W.B.Snellen (Ed.), Towards integration of irrigation and drainage management. ILRI, Wageningen, The Netherlands, 1997, pp. 17-27.
- ^ N.T.Singh, 2005. Irrigation and soil salinity in the Indian subcontinent: past and present. Lehigh University Press. ISBN 0-934223-78-5, ISBN 978-0-934223-78-2, 404 p.
- ^ a b Green Living Association Pakistan, Environmental Issues.
- ^ A.K.Bhatti, 1987. A review of planning strategies of salinity control and reclamation projects in Pakistan. In: J.Vos (Ed.) Proceedings, Symposium 25th International Course on Land Drainage. ILRI publ. 42. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands
- ^ Asian Development Bank (ADB), Water in the 21st Century: Imperatives for Wise Water Management, From Public Good to Priced Commodity.
- ^ M.S.Abdel-Dayem, 1987. Development of land drainage in Egypt. In: J.Vos (Ed.) Proceedings, Symposium 25th International Course on Land Drainage. ILRI publ. 42. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands.
- ^ L. Pulido Madrigal, 1994. (in Spanish) Anexo Tecnico: Estudio general de salinidad analizada. CNA-IMTA, Cuernavaca, Mexico. The data can be seen on line in the article: "Land drainage and soil salinity: some Mexican experiences". In: Annual Report 1995, International Institute for Land Reclamation and Improvement (ILRI), Wageningen, The Netherlands, pp. 44 - 52,: [6]
- ^ Claudio O. Stockle. Environmental impact of irrigation: a review. State of Washington Water Research Center, Washington State University. On line: http://www.swwrc.wsu.edu/newsletter/fall2001/irrimpact2.pdf Diarsipkan 2007-08-13 di Wayback Machine.
- ^ United Nations, 1977. Water for Agriculture. In: Water Development and Management, Proceedings of the United Nations Water Conference, Part 3. Mar del Plata,Argentina.
- ^ Anthropogenic subsidence
- ^ D.K.Todd, 1980. Groundwater hydrology. 2nd edition. John Wiley and sons, New York
- ^ US Geological Survey, Land Subsidence in the United States. on line: http://water.usgs.gov/ogw/pubs/fs00165/
Bahan bacaan terkait
[sunting | sunting sumber]- T.C. Dougherty and A.W. Hall, 1995. Environmental impact assessment of irrigation and drainage projects. FAO Irrigation and Drainage Paper 53. ISBN 92-5-103731-0. On line: http://www.fao.org/docrep/v8350e/v8350e00.htm
- R.E.Tillman, 1981. Environmental guidelines for irrigation. New York Botanical Garden Cary Arboretum.
- A comparative survey of dam-induced resettlement in 50 cases by Thayer Scudder and John Gray
- Timberlake, L. 1985. Africa in Crisis - The Causes, Cures of Environmental Bankruptcy. IIED, London