1 Hijriah
1 Hijriah adalah tahun pertama dalam kalender Hijriah yang digunakan oleh umat Islam. Penetapannya dilakukan oleh Umar bin Khattab setelah 17 tahun sejak peristiwa Hijrah. Salah satu peristiwa penting bagi umat Islam pada 1 Hijriah adalah penetapan kewajiban Salat Jumat.
Penetapan
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 638 Masehi, Umar bin Khattab sebagai khalifah bagi umat Islam menetapkan pembuatan kalender Hijriah. Kalender Hijriah dijadikan sebagai kelender bagi umat Islam.[1] Penanggalan dalam kalender Hijriah berdasarkan kepada peredaran Bulan dengan pembagian sebanyak 12 bulan. Muharram ditetapkan sebagai bulan pertama dan Zulhijjah ditetapkan sebagai bulan terakhir.[2]
Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 Masehi. Ketika ditetapkan, penanggalan Hijriah langsung ditetapkan pada 17 Hijriah. Penggunaan penanggalan Hijriah yang pertama ialah pada dokumen bernama Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama. Dokumen ini digunakan oleh Umar bin Khattab selaku khalifah untuk pembebasan penduduk Yerusalem atas kekuasaan Kerajaan Romawi.[1]
Peristiwa penting
[sunting | sunting sumber]Penetapan kewajiban Salat Jumat
[sunting | sunting sumber]Mayoritas pendapat menyatakan bahwa Salat Jumat dijadikan sebagai salah satu kewajiban bagi umat Islam pada bulan Rabiul Awal 1 Hijirah.[3]
Pembangunan Masjid Nabawi
[sunting | sunting sumber]Pembangunan Masjid Nabawi dilakukan pada bulan Rabiul Awal tahun 1 Hijriah (September 622 M) setelah hijrah Muhammad dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Lokasi pembangunan Masjid Nabawi merupakan bekas gabungan antara lahan milik dua anak yatim, lahan milik As’ad bin Zurarah, dan lahan bekas makam kaum musyrikin yang telah rusak. Lahan kedua anak yatim dibeli oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan harga 10 dinar. Sementara lahan As’ad bin Zurarah diberikan sebagai wakaf pemiliknya. Ketinggian Masjid Nabawi berada pada 597 meter di atas permukaan laut dan dibangun di tengah kota Madinah.
Pembangunan Masjid Nabawi ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Muhammad. Selanjutnya peletakan batu dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pembangunan Masjid Nabawi dilakukan secara gotong-royong. Masjid Nabawi pada awal pembangunannya dikelilingi oleh pagar dari batu tanah setinggi 2 meter. Batang kurma digunakan sebagai tiangnya dan pelepah daun kurma dijadikan sebagai atapnya. Pekarangan Masjid Nabawi ditutupi dengan batu-batu berukuran kecil. Arah kiblat Masjid Nabawi ketika dibangun mengarah ke Baitul Maqdis.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Jayusman 2021, hlm. 10.
- ^ Jayusman 2021, hlm. 11.
- ^ Al-Mahlawi, Hanafi (2013). Hari-hari Allah: Momen Bersejarah yang Allah Muliakan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 56. ISBN 978-979-592-642-9.
- ^ Zainuddin, Darwin (April 2021). Manasik Umrah: Situs Bersejarah Makkah–Madinah (PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 97–98.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Jayusman (2021). Muhaimin, Ahmad, ed. Ilmu Falak 2: Fiqh Hisab Rukyah Penentuan Awal Bulan Kamariah (PDF). Penerbit Media Edu Pustaka. ISBN 978-623-99583-1-2.