Ahmad Tajuddin dari Brunei
Ahmad Tajuddin Akhazul Khairi Waddien احمد تجا الدين | |
---|---|
Sultan Brunei | |
Berkuasa | 11 September 1924 - 4 Juni 1950 |
Penobatan | 17 Maret 1940 |
Pendahulu | Muhammad Jamalul Alam II |
Penerus | Omar Ali Saifuddin III |
Kelahiran | Brunei Town, Brunei | 4 Juni 1913
Kematian | 4 Juni 1950 Singapore | (umur 37)
Ayah | Muhammad Jamalul Alam II |
Ibu | Raja Isteri Fatimah |
Agama | Islam Sunni |
Duli Yang Maha Mulia Sultan Ahmad Tajuddin Akhazul Khairi Waddien ibni Almarhum Sultan Mohammad Jamalul Alam II (biasa dipangil sebagai Sultan Ahmad Tajuddin) (4 Juni 1913 – 4 Juni 1950) merupakan sultan ke 27 Brunei dari 11 September 1924 sampai ia meninggal. Ia merupakan pengganti ayahnya yang meninggal dunia, Sultan Muhammad Jamalul Alam II.
Pada tahun 1924, naik tahata dalam usia 11 tahun. Pada tahun 1927, meresmikan pembukaan jalan raya Brunei-Tutong. Pada tahun 1929, meresmikan pembukaan Rumah Sakit Bandar Brunei. Tahun yang sama, sumber-sumber minyak ditemukan di Seria. Pada tahun 1932, berangkat mengunjungi Inggris dan Eropa. Pada tahun 1941, Jepang menduduki Brunei. Pada tahun 1945, Tentara Sekutu mendarat di Brunei. pada tahun 1946, Lagu Kebangsaan Brunei digubah oleh Awang Besar Sagap dan Yura Halim. Pada tahun 1946, mengambilalih pemerintahan dari British Military Administration (B.M.A) Pada tahun 1949, memperingati Jubli Perak. Wafat 1950.
Masa Kecil
[sunting | sunting sumber]Sultan Ahmad Tajuddin lahir pada tanggal 22 Agustus 1913 di Istana di kota Brunei. Dia adalah anak kelima dari 10 anak dengan Sir Sultan Muhammad Jamalul akhir Alam II dan istrinya, Raja Isteri Pengiran Anak Siti Fatimah. Adiknya Pengiran Muda Omar Ali Saifuddien akan menjadi penggantinya masa depannya.
Kematian
[sunting | sunting sumber]Ketika Sultan Ahmad Tajuddin membuat persinggahan di Singapura, sebelum melanjutkan ke Inggris, ia jatuh sakit, dan dirawat di Singapore General Hospital pada tanggal 3 Juni 1950. Kedatangannya di rumah sakit didampingi oleh Mr Malcolm MacDonald, Inggris Komisaris Jenderal untuk Asia Tenggara. Menurut Dr Monteiro yang merawatnya, karena kesehatannya memburuk pada waktu itu, sehingga keberangkatannya ke London harus ditunda atau dibatalkan karena dia pendarahan di perut dan membutuhkan Transfusi darah. Yang Mulia meninggal pada Sabtu, 3 Juni, 1950, karena tidak ada reaksi terhadap transfusi darah yang dilakukan pada dirinya. Ia mengalami Koma, beberapa jam sebelum kematiannya.
Didahului oleh: Muhammad Jamalul Alam II |
Sultan Brunei 1924–1950 |
Diteruskan oleh: Omar Ali Saifuddin III |