Lompat ke isi

Aktualisasi diri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Aktualisasi diri, pengutaraan diri, atau penghakikian diri adalah keinginan seseorang untuk menggunakan semua kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang mereka inginkan.

Kebutuhan

[sunting | sunting sumber]

Aktualisasi diri merupakan suatu kebutuhan manusia untuk pengembangan diri. Kebutuhan aktualisasi diri bersifat intrapersonal dan interpersonal.[1]

Abraham Maslow dalam bukunya yang berjudul Hierarki Kebutuhan menggunakan istilah aktualisasi diri sebagai kebutuhan dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa tanpa memandang asal-usul suku seseorang, setiap manusia mengalami tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya masing-masing. Kebutuhan tersebut meliputi:

  1. Kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan pangan, pakaian, dan tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
  2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan, meliputi kebutuhan keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam.
  3. Kebutuhan rasa memiliki sosial dan kasih sayang, meliputi kebutuhan terhadap persahabatan, berkeluarga, berkelompok, dan interaksi.
  4. Kebutuhan terhadap penghargaan, meliputi kebutuhan harga diri, status, martabat, kehormatan, dan penghargaan dari pihak lain.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi kebutuhan memenuhi keberadaan diri dengan memaksimumkan penggunaaan kemampuan dan potensi diri.

Selain itu, Ericson membuat teori psikososial yang merepresentasikan dikotomi antara kepercayaan dan ketidak-percayaan, dan otonomi versus malu dan ragu, sebagai contohnya. Dalam terma tahap akhir perkembangan menurut Ericson, "integritas ego versus keputus-asaan" adalah resolusi yang berhasil pada tahap ini sesuai dengan perasaan tentang makna hidup.[2]

Penerapan

[sunting | sunting sumber]

Kesetaraan gender

[sunting | sunting sumber]

Aktualisasi diri pada perempuan dapat terjadi pada masyarakat yang bersifat patriarki dan kapitalisme yang berubah menjadi masyarakat egaliter. Pada masyarakat egaliter, terdapat harapan dan peluang kesetaraan bagi perempuan tanpa diskriminasi.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Noprianty, R., dkk. (2021). Tim The Journal Publishing, ed. Penguatan Teori Keperawatan dan Kebidanan dalam Melaksanakan Asuhan Kepada Pasien pada Masa Pandemic Covid-19. The Journal Publishing. hlm. 1. ISBN 978-623-6992-71-5. 
  2. ^ "The Theory of Self-Actualization". Psychology Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-05. 
  3. ^ Kumari, Fatrawati. "Relevansi Filsafat Sachiko Murata bagi Persoalan Gender di Indonesia". Filsafat Islam: Historisitas dan Aktualitas. Yogyakarta: FA Press. hlm. 398–399. ISBN 978-602-70288-5-2.