Lompat ke isi

Anonimitas di dunia maya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pengguna ini adalah peserta Tantangan menulis Social Media 4 Peace


Pemahaman tentang anonimitas di dunia maya seringkali mengacu pada definisi anonimitas di dunia nyata. Anonimitas adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat mengidentifikasi pengirim pesan.[1] Sedangkan anonimitas di dunia maya adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat dikenali saat menggunakan internet.[2]

Anonimitas sering dilihat sebagai sebuah spektrum, mulai dari mudah diidentifikasi hingga benar-benar tidak dapat diidentifikasi. Dalam spektrum ini terdapat dua kategori: anonimitas teknis dan anonimitas sosial. Anonimitas teknis menggambarkan keadaan di mana seseorang benar-benar tidak dapat diidentifikasi, sedangkan anonimitas sosial menggambarkan persepsi anonimitas karena kurangnya petunjuk yang dapat diidentifikasi.[3] Sementara, peneliti lain membagi anonimitas menjadi tiga bagian, yaitu anonimitas penuh, anonimitas sebagian, dan tanpa anonimitas.[4][5]

Ada berbagai cara bagi pengguna untuk menyembunyikan atau menyamarkan informasi identitas mereka di dunia maya. Pendekatan teknis untuk anonimitas meliputi perangkat lunak, browser, dan platform terenkripsi atau terdesentralisasi. Pendekatan yang lebih sederhana melibatkan penggunaan identitas fiktif. Identitas fiktif dapat digunakan secara sah sebagai sarana untuk melindungi privasi, atau dapat digunakan secara menipu untuk mengelabui host platform dan pengguna lain.[5][6]

Anonimitas di dunia maya bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, anonimitas menawarkan manfaat seperti privasi, kebebasan berekspresi, dan keamanan bagi individu. Di sisi lain, anonimitas juga menimbulkan tantangan seperti penyebaran misinformasi, berkurangnya kepercayaan, dan masalah hukum.[2]

Motivasi Anonimitas di Dunia Maya

[sunting | sunting sumber]

Studi tahun 2023 menunjukkan ada dua jenis orang yang mencari anonimitas di internet. Pertama, mereka yang ingin mengekspresikan diri dengan bebas dan mencapai tujuan pribadi. Mereka cenderung  berperilaku baik di dunia maya. Anonimitas memungkinkan individu untuk membagikan aspek-aspek diri mereka yang mungkin tidak nyaman diungkapkan dengan identitas asli. Mereka merasa lebih mudah untuk terbuka ketika ancaman penilaian negatif dan evaluasi sosial berkurang. Kedua, mereka yang punya motif toksik dan ingin merugikan orang lain. Mereka cenderung  berperilaku buruk, seperti menulis komentar yang menghina atau memprovokasi. Penelitian menunjukkan bahwa pengguna anonim lebih sering  melakukan sakat (trolling) dibandingkan dengan yang lain.[7] 

Anonimitas dan Kepribadian

[sunting | sunting sumber]

Orang dengan "sifat kepribadian gelap" tampaknya menggunakan anonimitas di dunia maya untuk mengekspresikan identitas berbahaya dan terlibat dalam perilaku yang menguntungkan diri sendiri sambil menyakiti orang lain. Sebuah studi tahun 2022 menemukan hubungan antara anonimitas dan sifat-sifat ini: macchiavellianisme, psikopati, dan sadisme.[8] Selain itu, sebuah studi tahun 2023 juga menemukan bahwa orang yang menikmati menyebabkan penderitaan kepada orang lain lebih suka anonim secara daring, karena memungkinkan mereka untuk melakukannya tanpa menghadapi konsekuensi.[7]

  1. ^ Pinsonneault, A; Heppel, N (1997). "Anonymity in Group support systems research: A New Conceptualization, Measure, and Contingency Framework". Journal of Management Information Systems. 14 (3): 89–108. 
  2. ^ a b "Online Anonymity: Exploring the Benefits and Drawbacks". Academic Journals Center Education Blog. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  3. ^ Christopherson, K.M (2007). "The positive and negative implications of anonymity in internet social interactions: "On the Internet, Nobody Knows You're a Dog."". Computers in Human Behavior. 23 (6): 3038–3056. doi:https://doi.org/10.1016/j.chb.2006.09.001 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  4. ^ Anonymous (1998). "To reveal or not to reveal: A theoretical model of anonymous communication". Communication Theory. 8 (4): 381–407. 
  5. ^ a b "Anonymity and identity shielding". eSafety Commissioner. Diakses tanggal 2024-12-17. 
  6. ^ Sardá, T; Natale, S; Sotirakopoulos, N; Monaghan, M (2019). "Understanding online anonymity". Media, Culture & Society. 4 (4): 557–564. doi:https://doi.org/10.1177/0163443719842074 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  7. ^ a b Nitschinsk, L; Tobin, S.J; Varley, D; Vanman, E.J (2023-11-24). "Why Do People Sometimes Wear an Anonymous Mask? Motivations for Seeking Anonymity Online". Personality and Social Psychology Bulletin. doi:https://doi.org/10.1177/01461672231210465 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  8. ^ Nitschinsk, L; Tobin, S.J; Vanman, E.J (2022-08). "The dark triad and online self-presentation styles and beliefs". Personality and Individual Differences. 194 (111641). doi:https://doi.org/10.1016/j.paid.2022.111641 Periksa nilai |doi= (bantuan).