Asam absisat
Nama | |
---|---|
Nama IUPAC
Asam [S-(Z,E)]-5-(1-Hidroksi-2,6,6 -trimetil-4-okso-2-sikloheksen-1-il)-3-metil-2,4-pentanadienoat[1]
| |
Penanda | |
Model 3D (JSmol)
|
|
3DMet | {{{3DMet}}} |
Singkatan | ABA |
ChemSpider | |
Nomor EC | |
PubChem CID
|
|
Nomor RTECS | {{{value}}} |
CompTox Dashboard (EPA)
|
|
| |
| |
Sifat | |
C15H20O4 | |
Titik lebur | 160 °C (320 °F; 433 K) |
Titik didih | 120 °C (menyublim) |
Kelarutan | sangat larut dalam aseton, EtOH dan CHCl3 |
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa). | |
verifikasi (apa ini ?) | |
Referensi | |
Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan.[2] Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan.[2] Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Addicott berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas.[2] Senyawa abscisin II kelak disebut dengan asam absisat, disingkat ABA.[2] Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang masing-masing dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga melakukan penelitian terhadap hormon tersebut.[2]
Fungsi
[sunting | sunting sumber]Asam absisat berperan penting pemulaian (inisiasi) dormansi biji.[3] Dalam keadaan dorman atau "istirahat", tidak terjadi pertumbuhan dan aktivitas fisiologis berhenti sementara.[3] Proses dormansi biji ini penting untuk menjaga agar biji tidak berkecambah sebelum waktu yang tidak dikehendaki.[3] Hal ini terutama sangat dibutuhkan pada tumbuhan tahunan dan tumbuhan dwimusim yang bijinya memerlukan cadangan makanan di musim dingin ataupun musim panas panjang[3]
Tumbuhan menghasilkan ABA untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan.[3]
ABA juga sangat penting untuk menghadapi kondisi cekaman lingkungan, seperti kekeringan. Hormon ini merangsang penutupan stomata pada epidermis daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan turgor sel.[4] Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga mencegah kehilangan air dari tubuh tumbuhan dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin.[4] Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar.[5] Selain untuk menghadapi kekeringan, ABA juga berfungsi dalam menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi.[6] Peningkatan konsentrasi ABA pada daun dapat diinduksi oleh konsentrasi garam yang tinggi pada akar.[6] Dalam menghadapi musim dingin, ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder[4] Hormon yang dihasilkan pada tunas terminal ini akan memperlambat pertumbuhan dan memicu perkembangan primordia daun menjadi sisik yang berfungsi melindungi tunas dorman selama musim dingin.[4] ABA juga akan menghambat pembelahan sel kambium pembuluh.[4]
Biosintesis
[sunting | sunting sumber]Biosintesis ABA dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan karotenoid, suatu pigmen yang dihasilkan oleh kloroplas.[7] Ada dua jalur metabolisme yang dapat ditempuh untuk menghasilkan ABA, yaitu jalur asam mevalonat (MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP).[7] Secara tidak langsung, ABA dihasilkan dari oksidasi senyawa violaxanthonin menjadi xanthonin yang akan dikonversi menjadi ABA.[7] Sedangkan pada beberapa jenis cendawan patogenik, ABA dihasilkan secara langsung dari molekul isoprenoid C15, yaitu farnesil difosfat.[7]
Transportasi dalam tubuh tumbuhan
[sunting | sunting sumber]Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakannya bisa naik atau turun.[8] Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat dirangsang oleh salinitas (kegaraman tinggi).[8] Pada tumbuhan tertentu, terdapat perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya.[8] Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun.[8]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Abscisic Acid Chemical Name". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2010-05-03.
- ^ a b c d e (Inggris) Salisbury FB, Ross CW (1992). Plant Physiology. Belmont.
- ^ a b c d e (Inggris) Linda RB (2007). Introductory Botany: Plants, People, and the Environment. Brooks Cole. ISBN 978-0-534-46669-5.
- ^ a b c d e (Inggris) Campbell NA, Reece JB (2004). Biology, 7th Edition. Benjamin Cummings. ISBN 978-0-8053-7146-8.
- ^ (Inggris) Lerner HR (1999). Plant Responses to Environmental Stresses: From Phytohormones to Genome Reorganization: From Phytohormones to Genome Reorganization. CRC Press. ISBN 978-0-8247-0044-7.
- ^ a b (Inggris) Arteca RN (1995). Plant growth substances: principles and applications. Springer. ISBN 978-0-412-03911-9.
- ^ a b c d (Inggris) Peter J. Davies (2005). Plant hormones: biosynthesis, signal transduction, action!. Springer. ISBN 978-1-4020-2684-3.
- ^ a b c d (Inggris) W. Dieter Jaschke, Andreas D. Peuke1, John S. Pate, Wolfram Hartung (1997). "Transport, synthesis and catabolism of abscisic acid (ABA) in intact plants of castor bean (Ricinus communis L.) under phosphate deficiency and moderate salinity". * Journal of Experimental Botany. 48 (9): 1737–1747.