Lompat ke isi

Asas tunggal Pancasila

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Asas tunggal)
Lima sila Pancasila. Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1985 mewajibkan semua partai politik dan organisasi masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.

Asas tunggal Pancasila adalah kewajiban yang dibebankan oleh pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia pada tahun 1985 terhadap semua partai politik dan organisasi masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi mereka.[1] Secara hukum, asas tunggal Pancasila ditetapkan sebagai salah satu poin dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dan kewajiban untuk partai disahkan pada tanggal 19 Februari 1985 melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, sementara untuk organisasi masyarakat landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang disahkan pada 17 Juni 1985.[2]

Setelah dikeluarkannya kebijakan ini, organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Menurut NU, mereka menerima Pancasila karena asas-asas tersebut mengandung nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan Islam. Muktamar NU juga mengeluarkan pernyataan bahwa Pancasila adalah falsafah dan bukan agama dan juga tidak akan menggantikan agama. Muhammadiyah juga menyatakan tidak masalah menerima Pancasila karena pemimpin-pemimpin Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakkir, dan Kasman Singodimedjo turut serta dalam perumusan Pancasila, sehingga Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.[3] Di sisi lain, akibat penerapan asas tunggal, aktivis-aktivis Muslim yang menginginkan negara Islam dijebloskan ke penjara atau harus melarikan diri ke pengasingan, salah satunya adalah Abu Bakar Ba'asyir yang pernah ditangkap karena menolak asas tunggal Pancasila dan kemudian melarikan diri ke Malaysia selama 17 tahun.[4]

Sejarah Asas Tunggal Pancasila

[sunting | sunting sumber]

Di bawah kepemimpinan Soeharto, pemerintahan Orde Baru berdiri pada tahun 1966. Beberapa hal, terutama yang terjadi dalam enam tahun terakhir di bawah pemerintahan Orde Lama, memacu perkembangan Orde Baru. Konflik politik, kerusuhan sosial, dan krisis ekonomi telah mengguncang pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin dan program Nasakomnya.[5]

Kedudukan Asas Tunggal Pancasila

[sunting | sunting sumber]

Pancasila adalah puncak dari prinsip-prinsip Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia diciptakan oleh para pendiri negara dalam upaya untuk meletakkan dasar bagi negara otonomi di masa depan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia diadopsi pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian, Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar menjadi dasar resmi Negara Republik Indonesia. Kesimpulan alamiah Pancasila sebagai dasar negara adalah bahwa Pancasila dengan watak dan cita-citanya harus menjadi landasan penyelenggaraan negara Indonesia.[5][6]

Landasan Asas Tunggal Pancasila[5]

[sunting | sunting sumber]

1. UU No. 8 Tahun 1985 dan UU No. 3 Tahun 1985

2. Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Orde Baru

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hosen, Nadirsyah (2007). Shari'a & Constitutional Reform in Indonesia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 1. 
  2. ^ Harso, Grigis Tinular (2013). Penerimaan Asas Tunggal Pancasila oleh Nahdlatul Ulama: Latar Belakang dan Proses 1983-1985. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia.
  3. ^ Hosen, Nadirsyah (2007). Shari'a & Constitutional Reform in Indonesia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 72. 
  4. ^ "Abu Bakar Ba'asyir, dari Pancasila hingga Al-Qaeda". SINDOnews.com. 2021-01-08. Diakses tanggal 2021-07-04. 
  5. ^ a b c "Asas Tunggal Pancasila : Pengertian, Sejarah, Kedudukan, Landasan, Implementasi, dan Pro Kontra – Laman 3 – Universitas Islam An Nur Lampung". an-nur.ac.id. Diakses tanggal 2023-05-31. 
  6. ^ Dulmanan;, Amsara A. (2021). Asas Tunggal Pancasila : Poltik (dalam bahasa Indonesia). Romawi Press. ISBN 978-623-98379-1-4.