Atas Nama Cinta (buku)
Atas Nama Cinta (buku puisi esai) adalah buku puisi esai yang dibuat oleh Denny Januar Ali dan diterbitkan pada bulan Maret tahun 2012 baik dalam versi buku cetak maupun versi web.[1] Buku ini terdiri atas lima puisi berbabak yang panjang dan mengandung konflik yang membahas isu-isu tentang dinamika sosial kontemporer yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat Indonesia.[2] Pada awal kemunculannya, buku ini telah memunculkan satu genre sastra baru Indonesia yaitu puisi esai dan cukup diapresiasi oleh para tokoh sastra Indonesia.[3] Para seniman sastra juga turut mengadaptasi buku ini menjadi beberapa macam bentuk seni dan sastra.[4] Selain itu, tanggapan juga diberikan oleh para pembaca dari dunia maya.[5]
Pengarang
[sunting | sunting sumber]Denny Januar Ali adalah penulis buku puisi esai Atas Nama Cinta. Denny menerbitkan buku ini pada bulan Maret tahun 2012. Buku ini diterbitkan dalam versi cetak maupun versi web.[1] Buku ini merupakan karya pertama yang dibuat oleh Denny sejak ia berhenti dari dunia tulis menulis. Dalam buku ini, tergambar dengan jelas semangat Denny untuk memberikan sesuatu yang baru dan juga membagikan pengalaman hidupnya, aktivismenya dan juga komitmennya.[6]
Gagasan Utama
[sunting | sunting sumber]Diskriminasi sosial dengan nasib para korbannya yang menyedihkan menjadi cerita utama dalam buku puisi Atas nama Cinta. Buku ini utamanya menggambarkan perlawanan terhadap berbagai bentuk diskriminasi sosial khususnya dalam ranah Indonesia.[7] Lima puisi esai yang ada di dalam buku puisi Atas Nama Cinta dihubungkan oleh tiga hal, yaitu spirit cinta, ikhtiar berjuang, dan diskriminasi. Amanat dari ketiga hal ini, ada yang diberitahukan secara implisit dan secara halus, tetapi ada pula yang disampaikan secara eksplisit dan tersurat. Puisi Esai pertama berjudul Sapu Tangan Fang Yin dengan jelas memberitahukan diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum Tionghoa. Diskriminasi akibat perbedaan paham agama diungkapkan pada puisi esai kedua, yaitu Romi dan Yuli dari Cikeusik. Puisi Esai ketiga berjudul Minah Tetap Dipancung, menggambarkan diskriminasi gender. Diskriminasi terhadap homoseks diceritakan dalam puisi esai keempat berjudul Cinta Terlarang Batman dan Robin. Terakhir, puisi esai berjudul Bunga Kering Perpisahan menggambarkan diskrimani agama. Tokoh utama di dalam setiap puisi esai tersebut diceritakan bernasib tragis dan kalah. Namun dalam pandangan para tokoh, mereka sebenarnya menang dan mengakhiri kisah mereka dengan bahagia. Ini juga memberi pesan bahwa dalam perjuangan nilai, sifat menang dan kalah hanya bersifat sementara. Hal yang lebih utama dalam sebuah kisah adalah inspirasi yang ingin ditularkannya.[8] Dengan demikian, buku Atas Nama Cinta menceritakan kisah cinta yang memberi inspirasi dan makna dengan mengusung isu diskriminasi.[9]
Isi
[sunting | sunting sumber]Di dalam buku puisi esai Atas nama cinta terdapat lima puisi esai. Puisi esai pertama berjudul “Sapu Tangan Fang Yin”, mengungkapkan secara dramatis kisah tragedi Mei 1998 yang menimpa kaum minoritas Tionghoa. Puisi esai kedua berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”, yang mengungkapkan diskriminasi paham agama yang mengaitkan Ahmadiyah. Puisi esai ketiga berjudul “Minah Tetap Dipancung”, yang mengungkapkan secara tragis bencana yang menimpa Tenaga Kerja Wanita. Puisi esai keempat berjudul “Cinta Terlarang Batman dan Robin”, yang mengungkapkan tentang diksriminasi terhadap kaum homoseks dengan pelarangan perkawinan sejenis. Puisi esai kelima berjudul “Bunga Kering Perpisahan”, mengungkapkan diskriminasi akibat perbedaan agama.[10]
Puisi esai 1: Sapu Tangan Fang Yin
[sunting | sunting sumber]Tokoh utama dalam puisi esai ini adalah Fang Yin. Puisi esai ini menerapkan jalan cerita yang melingkar yang ditandai dengan terjadinya perubahan watak tokoh Fang Yin. Fang Yin dikisahkan sebagai korban pemerkosaan yang ditinggalkan oleh kekasihnya. Fang Yin digambarkan sebagai seorang gadis muda yang bertubuh segar dan bermata sipit serta berkulit bersih. Namun kehormatannya dirusak oleh para bajingan yang memperkosanya dengan kejam dan merenggut kesuciannya yang telah lama ia pelihara. Setelah mengungsi ke Amerika dan hidup di sana selama 13 tahun, Fang Yin ingin kembali ke Indonesia. Awalnya Fang Yin memendam kebencian yang mendalam terhadap Indonesia yang telah membuatnya kecewa, menderita, dan terhina. Namun setelah 13 tahun lamanya menetap di Amerika, Fang Yin hendak kembali ke Indonesia. Ia tidak hanya ingin memulihkan tubuh dan jiwanya sendiri, tetapi juga berikhtiar untuk memulihkan kembali rasa cinta terhadap tanah air Indonesia.[11]
Puisi esai 2: Romi dan Yuli dari Cikeusik
[sunting | sunting sumber]Puisi esai ini mengisahkan dua orang tokoh utama yaitu Romi dan Yuli. Keduanya adalah sepasang kekasih yang saing mencintai, tetapi mengalami diskriminasi akibat perbedaan paham agama. Hal ini terjadi akibat konflik antara Muslim garis keras dan pengikut Ahmadiyah. Pada akhirnya, orangtua Yuli membolehkan Yuli menikah dengan Romi. Namun, sebelum mencapai tujuannya, Yuli telah meninggal dunia terlebih dahulu.[12]
Puisi esai 3: Minah Tetap Dipancung
[sunting | sunting sumber]Puisi esai ini mengisahkan tokoh utama bernama Minah. Minah adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita di Arab Saudi. Ketidakpahamannya akan budaya telah membuatnya tertimpa kezaliman oleh majikannya. Minah diperkosa terus-menerus. Minah berusaha melawan hingga akhirnya majikannya terbunuh. Pada akhirnya, diskriminasi tetap terjadi dan Minah dihukum pancung.[13]
Puisi esai 4: Cinta Terlarang Batman dan Robin
[sunting | sunting sumber]Puisi esai ini mengisahkan tentang cinta homoseks antara Amir (Robin) dan Bambang (Batman). Amir menyadari bahwa cinta mereka terlarang. Amir berusaha mencintai perempuan dan atas saran ibunya, Amir menikahi Rini. Sesudah menikah, Amir tetap tidak dapat mencintai perempuan, Ia tetap mencintai lelaki. Namun hal ini tidak disampaikan kepada ibunya. Dia tetap menjaga rahasia bahwa dirinya seorang homoseks, bahkan sampai ibunya meninggal.[14]
Puisi esai 5: Bunga Kering Perpisahan
[sunting | sunting sumber]Puisi esai ini menceritakan dua tokoh utama yang saling mencintai, yakni Albert dan Dewi. Namun cinta mereka dihalangi oleh perbedaan agama yang dianut keduanya. Albert seorang Kristen sedangkan Dewi seorang Muslimah. Orang tua Dewi tidak merestui hubungan mereka berdua dan Dewi dinikahkan dengan Joko. Setelah sepuluh tahun berumah tangga, Joko meninggal dunia dan Dewi masih belum dapat mencintainya. Dewi tetap mencintai Albert, namun ternyata Albert juga telah lama meninggal dunia.[15]
Tanggapan
[sunting | sunting sumber]Terbitnya buku puisi esai Atas Nama Cinta menimbulkan permasalahan kebudayaan terhadap dunia sastra Indonesia. Ini dikarenakan buku ini juga menghadirkan puisi esai yang merupakan genre baru dalam dunia sastra Indonesia. Namun pada awal kemunculannya, tiga tokoh sastra senior Indonesia telah mengapresiasinya dengan penuh penghargaan yang tertulis pada bagian epilog dari buku tersebut. Ketiga tokoh tersebut yakni Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, dan Ignas Kleden. Sapardi mengungkapkan bahwa Denny Januar Ali telah menciptakan dan menawarkan puisi esai sebagai suatu cara penulisan baru yang berguna bagi perkembangan puisi di Indonesia. Selanjutnya, Sutardji menganggap puisi esai sebagai puisi pintar yang memuat data, fakta, dan argumentasi yang membuat pembacanya menjadi pintar. Sedangkan Ignas berpendapat bahwa percobaan Denny yang menyimpang dari kebiasaan layak untuk diapresiasi.[3]
Apresiasi terhadap buku esai Atas Nama Cinta juga ditunjukkan oleh para seniman sastra. Hanung Bramantyo melakukan adaptasi terhadap semua puisi esai yang ada di dalam buku puisi Atas Nama Cinta menjadi lima film pendek. Pengadaptasian ke dalam bentuk pembacaan puisi dilakukan oleh Putu Wijaya. Sedangkan puisi esai Sapu Tangan Fang Yin telah diadaptasi oleh Indra Trenggono dan Isti Nugroho menjadi drama teater.[4] Tanggapan juga datang dari pembaca dari dunia maya. Setelah sebulan sejak perilisannya, buku puisi esai Atas Nama Cinta telah dibaca oleh sekurangnya satu juta pembaca. Dalam sejarah buku puisi hal ini belum pernah terjadi. Sebagian pembaca jua tidak sekadar membaca, mereka juga turut berkomentar.[5]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Jurnal Sajak (2013), hlm. 34."Maret 2012, saya menerbitkan buku puisi Atas Nama Cinta. Di samping versi cetak, buku itu juga dibuatkan versi mobile web, sehingga dapat diakses dari handphone dan twitter sekalipun."
- ^ Gaus, Ahmad (2018), hlm. viii."Buku itu terdiri atas 5 (lima) puisi panjang berbabak dan mengandung konflik layaknya sebuah naskah drama untuk dipentaskan. Semua puisinya mengangkat isu-isu yang bergetar dalam dinamika sosial masyarakat Indonesia kontemporer."
- ^ a b Narudin (2017), hlm. 5-6."Buku puisi esai karya Denny JA ini—Atas Nama Cinta—pada mulanya diapresiasi oleh tiga tokoh sastra senior. Mereka berturut-turut Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, dan Ignas Kleden menulis epilog bagi buku puisi esai ini.2 Apresiasi yang diberikan oleh mereka bertiga terdengar penuh penghargaan terhadap kelahiran buku puisi esai ini. Berikut dikutip beberapa ucapan menyangkut ungkapan apresiatif tersebut sebagai berikut. Menurut Sapardi Djoko Damono, buku puisi esai ini penting untuk dicatat dalam perkembangan puisi kita. Denny JA sudah menawarkan suatu cara penulisan baru. Dengan demikian, dukungan Sapardi terhadap kehadiran buku puisi esai ini jelas berharga karena Denny telah menciptakan sebuah genre baru dalam sastra Indonesia, yakni “puisi esai”. Menurut hemat Sutardji Calzoum Bachri, puisi esai ialah “puisi pintar”. Yang dengan berbagai data, fakta, argumentasi, dapat memberikan kepintaran kepada pembacanya. Bolehlah dikata, seluruh puisi (dalam buku) ini mengandung tema perlawanan yang beraneka. Di lain pihak, menurut Ignas Kleden, puisi Denny JA memperlihatkan wataknya yang menyimpang dari kebiasaan. Percobaan yang dilakukan Denny layak mendapat apresiasi kita."
- ^ a b Narudin (2017), hlm. 226."Buku Atas Nama Cinta (2012) diterjemahkan ke dalam 5 film pendek oleh Hanung Bramantyo; diterjemahkan ke dalam 5 poetry reading (pembacaan puisi) oleh Putu Wijaya; diterjemahkan ke dalam teater “Sapu Tangan Fang Yin” oleh Indra Trenggono dan Isti Nugroho."
- ^ a b Denny J.A., et al. (2017), hlm. xi."Hanya dalam waktu sebulan, hits di web buku puisi itu melampaui satu juta. Ini tak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah buku puisi, buku sastra bahkan buku umum sekalipun. Tak hanya membaca, sebagian mereka juga memberi komentar."
- ^ Denny J.A. (2012), hlm. 215."Buku puisi “Atas Nama Cinta” adalah anak batinnya yang pertama setelah break yang panjang dari dunia tulis menulis. Semangatnya untuk memberikan sesuatu yang baru, bacaan dan pengalaman hidupnya yang luas, aktivismenya dan komitmennya tergambar dan mengkristal dalam buku puisi esai ini."
- ^ Narudin (2017), hlm. xiii"Buku puisi esai ini berbicara tentang diskriminasi sosial dengan korban-korbannya yang menyedihkan. Karenanya, ia merupakan perlawanan terhadap berbagai bentuk diskriminasi sosial khususnya dalam konteks Indonesia."
- ^ Denny J.A. (2012), hlm. 11."Spirit cinta, ikhtiar berjuang, dan diskriminasi menjadi perekat lima puisi esai di buku ini. Itu terekam secara implisit ataupun eksplisit, secara halus atau tersurat, baik dalam kasus diskriminasi terhadap kaum Tionghoa (“Sapu Tangan Fang Yin”), diskriminasi paham agama (“Romi dan Yuli dari Cikeusik”), diskriminasi terhadap gender (“Minah Tetap Dipancung”), diskriminasi terhadap homoseks (“Cinta Terlarang Batman dan Robin”), dan diskriminasi agama (“Bunga Kering Perpisahan”). Di akhir lima puisi esai ini, tokoh utama bisa bernasib tragis dan kalah. Bisa juga tokoh utamanya disebut menang dan happy ending. Tapi semuanya, menang dan kalah dalam perjuangan nilai, selalu sementara. Yang penting inspirasi yang ingin ditularkannya."
- ^ Narudin (2017), hlm. xxviii."Isu yang diusung Denny ialah isu diskriminasi dalam untaian kisah cinta yang menggetarkan hati seperti tercermin dalam buku puisi esai fenomenal Atas Nama Cinta (2012)."
- ^ Narudin (2017), hlm. 13-14"Terdapat 5 puisi esai di dalamnya. Puisi 1 berjudul “Sapu Tangan Fang Yin”, sebuah puisi esai yang mengungkapkan secara puitis tentang tragedi Mei dengan segala bumbu dramatis-nya yang beraroma kaum minoritas Tionghoa atau Cina (sebutan yang kurang sopan). Puisi 2 berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”, sebuah puisi esai yang mengungkapkan secara puitis tentang prahara Ahmadiyah, diskriminasi paham agama. Puisi 3 berjudul “Minah Tetap Dipancung”, sebuah puisi esai yang mengungkapkan secara puitis tentang bencana jadi TKW yang menyayat-nyayat isi dada. Puisi 4 berjudul “Cinta Terlarang Batman dan Robin”, sebuah puisi yang mengungkapkan tentang perkawinan sejenis atau diskriminasi terhadap homoseks yang dengan begitu mudah diduga dari kata “terlarang” di dalam judul puisi esainya itu. Puisi 5 berjudul “Bunga Kering Perpisahan”, sebuah puisi esai yang mengungkapkan secara puitis tentang kasih tak sampai karena perbedaan agama atau diskriminasi agama. Istilah “kasih tak sampai” itu sesungguhnya jenis kisah yang kerap kali kita dengar sejak lama."
- ^ Narudin (2017), hlm. 15."Puisi 1, “Sapu Tangan Fang Yin”.7 Jalan cerita dalam puisi ini melingkar. Tokoh Fang Yin menjadi korban, diperkosa, ditinggalkan kekasihnya, mengungsi ke Amerika, setelah 13 tahun ingin kembali ke Indonesia. Di sini terjadi perubahan watak tokoh Fang Yin. Setelah ia memendam kebencian terhadap Indonesia yang telah membuat dirinya menanggung segala beban penderitaan, penghinaan, dan kekecewaan yang mendalam—setelah 13 tahun lamanya menetap di Amerika—ia hendak kembali ke Indonesia. Ia tak hanya mencintai kembali tubuh dan jiwa-nya sendiri yang sempat terkoyak, tetapi juga berikhtiar menimbulkan kembali cinta terhadap tanah air Indonesia yang telah lama ditenggelamkan di dalam alam batin-nya. Dan sesunggunyalah, puisi esai ini mengusung segi konflik batin yang mencolok: bagaimana Fang Yin, seorang gadis muda, bertubuh segar, bermata sipit, bekulit bersih, dirusak oleh para bajingan yang dengan kejam merenggut kehormatan dirinya yang ia pelihara sesuci mungkin."
- ^ Narudin (2017), hlm. 25."Puisi 2, “Romi dan Yuli dari Cikeusik”.9 Puisi esai ini mengisahkan sepasang kekasih yang mengalami ujian “kasih tak sampai”. Tak sampai karena perbedaan paham agama. Prahara ini terjadi akibat konflik antara Muslim garis keras dan pengikut Ahmadiyah. Kisah cinta dan pertikaian paham agama ini menghadirkan dua tokoh: Romi dan Yuli. Akhirnya, orangtua Yuli membolehkan Yuli menikah dengan lelaki pilihannya. Namun, Yuli keburu meninggalkan alam fana ini."
- ^ Narudin (2017), hlm. 32."Puisi 3, “Minah Tetap Dipancung”.10 TKW sering kali dicap secara keliru sebagai “budak” di tanah Arab, boleh diperkosa. Demikianlah nasib perempuan kampung, Minah, yang polos, namun masih menyimpan kekuatan untuk melawan segala macam kezaliman dengan sedikit informasi perihal budaya yang dihadapinya. Minah diperkosa terus-menerus. Minah melawan majikan yang memerkosanya berkali-kali. Minah membunuh majikan itu. Akhirnya, Minang dipancung!"
- ^ Narudin (2017), hlm. 42-43."Puisi 4, “Cinta Terlarang Batman dan Robin”.14 Ini cinta terlarang, cinta antara sesama jenis kelamin, cinta gay, cinta homoseks. Sedari muda, Amir (Robin) mencintai Bambang (Batman). Mereka saling mencintai. Amir memiliki kesadaran bahwa ini cinta terlarang. Maka, Amir berusaha mencintai perempuan, lawan jenis kelamin dirinya. Atas dasar pilihan ibunya, Amir menikahi Rini. Sesudah menikah, tetap saja, Amir tak bisa mencintai perempuan, jenis kelamin yang berbeda dari dirinya. Ia tetap mencintai lelaki. Akan tetapi, ia tak membuka diri di hadapan ibunya. Sampai ibunya meninggal, Amir tetap menjaga rahasia bahwa dirinya seorang gay, seorang homoseks, seorang pencinta sesama jenis kelamin!"
- ^ Narudin (2017), hlm. 50-51"Puisi 5, “Bunga Kering Perpisahan”.17 Kisah ini menceritakan percintaan Albert dan Dewi. Mereka saling mencintai. Akan tetapi, mereka menganut agama yang berbeda—itulah jurang pemisah mereka! Albert seorang Kristen. Dewi seorang Muslimah. Orang tua Dewi tak menyetujui hubungan mereka berdua. Maka, dijodohkanlah Dewi dengan lelaki lain, yakni Joko. Dewi terpaksa menikah dengan Joko, dan melayani Joko sebagaimana mestinya. Sayang, setelah sepuluh tahun membina mahligai rumah tangga, Joko meninggal dunia, dan Dewi tetap belum dapat mencintai Joko. Ternyata, diketahuilah bahwa cinta Dewi kepada Albert masih menyala-nyala dalam rongga dadanya. Ia masih menyimpan bunga pemberian Albert dahulu dan tak pernah ia membukanya selama Dewi berstatus sebagai istri sah Joko. Bunga pun telah layu, Dewi pun merasa pilu mendengar Albert sudah mati, sudah jauh berlalu."
Daftar Pustaka
[sunting | sunting sumber]- Denny J.A. (2012). Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai. Jakarta Selatan: Renebook Project. ISBN 978-602-19153-2-5.
- Denny J.A.; et al. (2017). Memotret Batin dan Isu Sosial Melalui Puisi Esai. Jakarta Selatan: Inspirasi.co Book Project (PT Cerah Budaya Indonesia).
- Gaus, Ahmad (2018). Pergolakan Puisi Esai: Membawa Puisi Kembali ke Masyarakat. Tangerang Selatan: Inspirasi.co Book Project.
- Jurnal Sajak (2013). Puisi Esai: Kemungkinan Baru Puisi Indonesia. Depok: PT Jurnal Sajak Indonesia. ISBN 978-602-17438-2-9.
- Narudin (2017). Membawa Puisi ke Tengah Gelanggang: Jejak dan Karya Denny JA. Jakarta Selatan: Inspirasi.co Book Project (PT Cerah Budaya Indonesia).