Aturan makan dalam Hindu
Aturan makan dalam Hindu dan tuntunan cara hidup sehat termuat dalam Kitab Ayurweda. Dalam kitab tersebut terdapat ajaran dan kewajiban umat Hindu untuk mencintai hidup sehat agar dapat berumur panjang.[1] Dalam ajaran agama Hindu, makanan yang baik dan bermanfaat disebut Satvika Ahara. Makanan yang baik adalah makanan yang berguna untuk memperpanjang hidup (ayuh), menyucikan atma (satvika), memberi kekuatan bagi fisik (bala), menjaga kesehatan (arogya), memberi rasa bahagia (sukha), meningkatkan status hidup (vivar dhanah), dan memuaskan (priti).[2]
Tuntunan
[sunting | sunting sumber]Dalam kitab suci Veda terdapat tuntunan memelihara kesehatan.[3]
Yad aśnāmi balaṁ kurv. Itthaṁ vajram ā dade. (Atharvaveda VI. 135. 1)
[sunting | sunting sumber]Dalam mantra ini, umat Hindu diajarkan agar mengonsumsi makanan secara hati-hati agar makanan yang dimakan dapat memberikan kekuatan kepada tubuh.
Yat pibāmi saṁ pibāmi. (Atharvaveda VI. 136. 2)
[sunting | sunting sumber]Begitu juga dengan minum, amanat mantra ini mengajak umat Hindu untuk mengonsumsi minuman dengan hati-hati. Minum dengan hati-hati dan dalam suasana tenang akan memperlancar proses metabolisme tubuh.
Madhu-idaṁ ghrtena miśram Prati vedayāmi. (Atharvaveda XII. 3. 44)
[sunting | sunting sumber]Mantra ini mengamanatkan seseorang bahwa dalam pemeliharaan kesehatan hendaknya seseorang mengonsumsi makanan yang mudah dicerna oleh tubuh serta memiliki nilai gizi yang tinggi.
Bhṛtyā anne samasya. Yad asan manīṣāḥ. (Atharvaveda XX. 76. 4 A)
[sunting | sunting sumber]Mantra ini mengajarkan agar seseorang memilih makanan yang bergizi agar makanan tersebut dapat memberikan tenaga dan tubuh menjadi sehat sehingga seseorang dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Kelompok makanan
[sunting | sunting sumber]Dalam agama Hindu, makanan dikelompokkan menjadi tiga.
Satwikaguna
[sunting | sunting sumber]Kategori makanan ini dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidup manusia karena menyehatkan dan dapat menambah energi serta meningkatkan kecerdasan. Contoh makanan satwikaguna adalah makanan yang mengandung banyak sari, berlemak, dan bergizi.[4] Makanan satwika sebaknya dikonsumsi saat masih dekat dengan prana atau energi kehidupannya atau sederhananya dikonsumsi saat makanan masih segar seperti sayuran, buah, kacang-kacangan, biji-bijian, dan susu sapi. Makanan kategori satwika dapat mengontrol pikiran dan perbuatan dan memunculkan sifat-sifat seperti sifat yang tenang, lemah lembut, sabar, bijaksana, dan sifat baik lainnya.[5]
Rajasikaguna
[sunting | sunting sumber]Jika seseorang mengonsumsi makanan kategori rajasikaguna maka seseorang akan merasakan sakit atau duka cita. Contoh makanan rajasikaguna adalah makanan yang memiliki rasa terlalu pahit, pedas, kering, asam, panas, dan makanan yang terlalu banyak bumbu.[4] Rasa pedas pada makanan dapat mengganggu keseimbangan metabolisme tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan kesulitan berkonsentrasi. Makanan yang terlalu banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah sehingga tidak baik bagi kesehatan jantung. Ikan dan daging adalah makanan yang digolongkan ke dalam kategori rajasika. Mengonsumsi makanan rajasika dapat menyebabkan energi dalam tubuh meningkat seperti emosian, agresif, dan sifat keras. Akan tetapi jika mengonsumsi makanan rajasika secara bijaksana dan terkendali dapat memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh. [5]
Tamasikaguna
[sunting | sunting sumber]Makanan kategori tamasikaguna adalah makanan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi malas, tak peduli, keras kepala, bodoh, serta pasif. Makanan seperti makanan hambar, makanan yang sering dipanaskan, makanan basi, makanan sisa orang lain, dan makanan busuk adalah contoh makanan kategori tamasikaguna.[4] Makanan atau minuman yang mengandung stimulan seperti teh, kopi, cokelat, alkohol, dan minuman bersoda adalah contoh makanan tamasika. Makanan tamasika tidak dianjurkan untuk dikonsumsi karena efeknya tidak baik bagi kesehatan tubuh manusia.[5]
Makanan yang dilarang
[sunting | sunting sumber]Dalam aturan makan penganut agama Hindu, terdapat larangan atau pantangan yaitu mengonsumsi daging sapi. Sapi dianggap sebagai hewan suci, lambang kehidupan, serta jelmaan dari Dewa Syiwa.[6] Sapi adalah hewan yang harus dirawat dan dilestarikan. Menyembelih, membunuh, dan mengonsumsi daging sapi menjadi larangan bagi umat Hindu. Produk turunan dari sapi seperti susu dan keju dapat digunakan oleh umat Hindu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.[7] Umat Hindu begitu menyucikan hewan sapi karena sapi dikaitkan dengan ibu dari semua dewa atau aditi.[6] Umat Hindu tidak memakan daging sapi bukan karena sapi dikategorikan sebagai binatang yang haram, namun karena umat Hindu sangat menghormati hewan sapi sebagai hewan yang sakral.[8]
Aturan makan
[sunting | sunting sumber]Dalam kitab suci Taittiriya Upanisad dikatakan bahwa annam na nindyat yaitu janganlah mencela atau menghina makanan serta manusia janganlah mengabaikan makanan. Makanan adalah annam sedangkan annam memiliki arti yaitu amerta atau kekal. Dalam peradaban Veda, topik makanan menjadi perhatian khusus. Makan bukan hanya sekadar mengisi perut kosong dan memuaskan lidah atau perut, melainkan makan adalah yajna atau persembahan kepada diri sendiri. Sebelum dan sesudah umat Hindu mengingat Sang Pemberi Makanan yaitu Hyang Parama Kawi.[9]
Di dalam Kitab Manawa Dharma Sastra terdapat ajaran sikap makan bagi umat Hindu. Manawa Dharma Sastra II. 56 menyebutkan agar seseorang jangan menikmati makanan yang ditinggalkan seseorang. Dalam ayat tersebut juga dikatakan bahwa hendaknya seseorang jangan makan secara berlebihan atau pergi ke mana pun saat dan setelah makan saat seseorang belum membersihkan mulut.[10]
Posisi saat seseorang makan memiliki makna tertentu seperti jika seseorang menyantap makanan menghadap ke arah timur maka seseorang akan memiliki umur yang panjang. Jika menghadap barat maka seseorang akan makmur. Seseorang akan mendapat kebenaran jika ia makan menghadap ke utara sedangkan seseorang akan menjadi terkenal saat ia menghadap ke selatan.[10]
Tata cara makan:
- Sebelum makan dimulai dengan doa.
- Seseorang hendaknya melihat makanan dengan perasaan suka cita.
- Seseorang disarankan untuk membersihkan tangan setelah selesai menyantap makanan.
- Percikkan air ke ubun-ubun. Hal ini dilakukan agar Yang Maha Kuasa akan memberikan anugrah atas apa yang telah dimakan.
- Ditutup dengan doa makan.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Wiryanatha, Ida Bagus (2019). "SEHAT DALAM AYURWEDA". Widya Kesehatan. 1 (1): 2.
- ^ Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi (PDF). Jakarta: Direkotorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. hlm. 164. ISBN 9786027008984.
- ^ Sumada, I Ketut (2020). "MENJAGA KESEHATAN MELALUI ASUPAN MAKANAN BERKUALITAS MENURUT AJARAN HINDU". Sophia Dharma. 3 (1): 28.
- ^ a b c odi, fit (2014-12-09). "Tak Hanya Islam, Kristen dan Hindupun Punya Aturan Makanan 'Halal' dan 'Haram'". detik food. Diakses tanggal 26 Oktober 2022.
- ^ a b c Wartayasa, I Ketut (2021). "PENGARUH MAKANAN TERHADAP SPIRITUAL DAN KESEHATAN PERSPEKTIF INTEGRASI AGAMA DAN ILMU". Jñānasiddhânta. 3 (1): 85.
- ^ a b Subroto, Lukman Hadi (2022-05-17). "Mengapa Orang Bali Tidak Boleh Makan Sapi?". Kompas. Diakses tanggal 27 Oktober 2022.
- ^ Afrilian, Diah (2021-08-14). "Makanan Haram Tak Hanya Ada dalam Islam, Tapi Juga di Agama Ini". food detik. Diakses tanggal 27 Oktober 2022.
- ^ Purnawan, Hendri (2018-11-13). "RELASI MANUSIA DENGAN BINATANG DALAM THEOLOGI HINDU" (PDF). Diakses tanggal 27 Oktober 2022.
- ^ "Menghormati Makanan dalam Tradisi Veda". 2016-11-27. Diakses tanggal 27 Oktober 2022.
- ^ a b c Suyatra, I Putu (2022-01-06). "Etika Makan Cara Hindu; Hindari Ngeleklek, Nidik, hingga Nyilapin". Bali Express. Diakses tanggal 29 Oktober 2022.