Babad Tanah Pacitan
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Desember 2022. |
Babad Tanah Pacitan adalah karya sastra Jawa yang memuat sejarah kota Pacitan, Jawa bagian timur. Teks ini ditulis oleh Mas Sadriya Wiyana yang berisi[1] bahwa:
Nama Pacitan berasal dari kata “Pace” atau buah mengkudu (bahasa Jawa: Bentis) yang dapat memberikan kesehatan dan kekuatan. Bersumber pada cerita legenda mengenai perang Mangkubumen atau Perang Palihan Nagari (1746–1755), pada saat Pangeran Mangkubumi (putra Amangkurat IV raja Kasunanan Kartasura) berperang melawan VOC dan mengungsi sampai di daerah Pacitan. Dalam pelarian diri ke dalam hutan itu kondisi tubuh Pangeran Mangkubumi sangat lemah, dan berkat pertolongan abdinya yang bernama Setraketipa yang memberikan buah pace masak, maka kekuatan Mangkubumi bisa pulih kembali. Sehingga setelah sehat Mangkubumi berhasil merebut dan mendapatkan kekuasaan di bagian barat Kartasura dan kemudian menjadi raja pertama di Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I pada tahun 1755 (berdasarkan perjanjian Giyanti). Karena jasanya ini Setraketipa kemudian diangkat menjadi Tumenggung atau bupati di Pacitan pada tahun 1757 dengan sebutan Raden Tumenggung Setrowidjojo I. Pada tahun 1812 Setrowidjojo I digantikan oleh putranya Setrowidjojo II (RM Lantjoer) dan kemudian oleh menantunya (Mas Ngabehi Jayaniman atau Mas Ngabehi Pancagama atau Mas Tumenggung Jagakarya I atau Kyai Kanjeng Jimat).[butuh rujukan]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Sejarah Raden Tumenggung Setrowidjojo I (1757–1812) dan II (1812- ), disalin oleh R. Imam Soejono (arsip bulik Sumini, Tulakan, Pacitan).