Bakung Lor, Jamblang, Cirebon
Sumber referensi dari artikel ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Bakung Lor | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Cirebon | ||||
Kecamatan | Jamblang | ||||
Kode pos | 45157 | ||||
Kode Kemendagri | 32.09.40.2008 | ||||
Luas | 295.529 Ha | ||||
Jumlah penduduk | 6300 jiwa | ||||
|
Bakung Lor adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
Dahulu kala Bakung Lor bernama Bakung Alas yang kemudian berganti nama setelah dilakukannya pemekaran desa menjadi Bakung Lor dan Bakung Kidul pada tahun 1980-an.
Geografi
[sunting | sunting sumber]Desa Bakung Lor dapat ditempuh sejauh ± 4 km dari arah Kecamatan Jamblang, 5 km dari arah Pasar Celancang dan 7 km bila di tempuh dari arah Pasar Pasalaran Plered cirebon.
Batas Wilayah | |
---|---|
Sebelah Utara | Desa Suranenggala Kulon |
Sebelah Selatan | Desa Bakung Kidul |
Sebelah Barat | Desa Kreyo,Bakung Kidul |
Sebelah Timur | Desa Bakung Kidul, Sura Kulon |
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Desa Bakung Lor terkenal dengan nama Bakung Alas. Masyarakat Desa Bakung Lor biasa menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Jawa Halus yang biasa orang tua menyebutnya bahasa kromo.
Dahulu, nama Bakung Lor berasal dari kata Bakung Alas yang berarti adalah sebuah Tempat yang menjadi Alas kekayaan dari Desa Bakung Secara global. Tempat itu Terletak di Blok Sirangdu yang lebih tepatnya berada di sebelah Utara Balai Desa Bakung Lor.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Menurut cerita, Pada zaman dahulu kala dalam penyamarannya di gunung Kumbang, yang tepatnya di blok Ardi Lawet bergelar Abujangkrek. Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar ki Kuwu Cerbon atau biasa orang menyebutnya dengan mbah kuwu cerbon. Di tempat tersebut dia memiliki dua orang anak yaitu seorang laki-laki bernama Sela Rasa dan seorang perempuan bernama Sela Rasi. Di zaman itu Ki Kuwu memasuki daerah Telaga dan dan dia bertemu dengan seseorang yang bernama Ki Wanajaya . Di telaga tersebut Ki Wanajaya adalah seorang yang sakti mandraguna hingga tak ada tandingannya.dan dalam pertemuannya dengan Ki Kuwu, terjadilah selisih paham hingga menimbulkan perkelahian. Perkelahian dua orang sakti itu terjadi lama sekali, hingga masing-masing mencari kelemahan lawannya, Tetapi belum seorangpun yang menunjukkan kelemahan untuk dapat dirobohkan salah seorang di antaranya.
Pada suatu saat diserangnya Ki Wanajaya dengan ajian Nini Badong yang berkhasiat mengeluarkan hawa dingin luar biasa. Ki kuwu mengarahkan ajian itu sangat tepat mengenai sasarannya, Ki Wanajaya menjadi tak berdaya. Tetapi Ki Kuwu yang memiliki jiwa ksatria, menunggu lawannya yang tak berdaya dan tidak berani menyerangnya sampai mati. Agaknya Ki Wanajaya sendiri merasakan perlakuan lawannya tidak mudah dapat dilawannya. hinga pada akhirnya Ki Wanajaya menyerah, dan Ki Kuwu dengan senang hati mengampuninya. Kemudian Ki Wanajaya mengikuti paham Ki Kuwu memasuki agama Islam.
Karena pernyataan Ki Wanajaya, Ki Kuwu berniat baik kepada Ki Wanajaya agar seterusnya tetap berjalan dalam Islam. kemudian ki kuwu meminta kepada Ki Wanajaya agar memperistri putrinya yang bernama Sela Rasi. Ki Wanajaya mengajukan keberatan sehubungan usianya telah berjauhan dengan Sela Rasi. Tetapi dengan kesaktiannya Ki Kuwu memberikan ilmu kepada Ki Wanajaya. Setelah ilmu itu diterima, berubahlah wajah Ki Wanajaya layaknya seorang perjaka. Ki Kuwu menyuruh Ki Wanajaya berkaca ke permukaan air agar mengetahui perubahan dirinya. Namun ditempat itu tidak ditemukan sebuah balong pun, segera Ki kuwu ditempatnya duduk mencungkil tanah, dari tanah yang dicungkilnya lah dikabulkan, lalu timbulah sebuah balong yang airnya jernih sekali, Ki Wanajaya segera berkaca di balong tersebut. Ki Wanajaya tersenyum melihat tampangnya seperti perjaka kembali. Ki Kuwu menjelaskan, engkau telah kuberi Doa Janur Wenda yang telah engkau hafalkan. Doa yang telah engkau baca dikabulkan Allah, dan raut mukamu telah kembali seperti perjaka.
Ki Kuwu menunjukkan adanya binatang-binatang kecil yang disebut Remis, berada dipinggiran balong yang baru terjadi itu. Balong ini sebaiknya diberi nama Telaga Remis, dan tanah cungkilannya bawalah. Ki Wanajaya menurut kepada semua yang dikatakan Ki Kuwu. Ki Wanajaya kemudian dijodohkan dengan Nyi Sela Rasi, ditempatkan agar berdiam di sebuah daerah yang diberi nama Bakung. Ki Wanajaya hidup rukun bersama istrinya Nyi Sela rasi di Bakung. Tanah cungkilan Telaga Remis disimpannya disebuah tempat yang diberi nama Tegal Angker. Tanah itu terletak di tapal batas Desa Pagertoya dan Desa Suranenggala Kulon. Dikatakan pula oleh Ki Kuwu kelak dikemudian hari kalau tanah di Tegal Angker dipertemukan dengan air yang berasal dari Telaga Remis, maka tanah disana akan menjadi subur.
Berdasarkan pada cerita itu, pada masa jabatan Kuwu Bakung yang pada waktu itu dipegang oleh Moh Sidik, amanat itu telah dibuktikannya. Kuwu Moh Sidik mencoba mengusahakan terjadinya air dari sungai Jamblang dapat menembus sampai ke Tegal Angker. Usahanya dibantu oleh rakyat setempat memperoleh hasil, kurang lebih tahun 1970an, air dari Telaga Remis sampai ke Tegal Angker. Yang telah diamanatkan Ki Kuwu tersebut terbukti dan membuahkan hasil, Tegal Angker merupakan tanah yang subur. Lambat laun perkampungan Bakung di kukuhkan menjadi Desa Bakung. Yang kemudian pada tahun 1980an Desa Bakung dimekarkan menjadi dua Desa yaitu Desa Bakung Kidul dan Desa Bakung Lor.
(Sejarah dari: Paguyuban Bala Surang)
Pada jaman dahulu di sebelah barat daya Pasambangan atau Muara jati, hiduplah seorang kakek tua yang bernama Ki Murna dan istrinya yg bernama Nyi Ratih. Beliau hidup dekat pinggiran Kali (sungai) Ciurang. Kali yang menghubungkan perbatasan wilayah Pajajaran dan Jawa (Caruban).
Bertepatan pada masa itu Pangeran Cakrabuana yg bergelar H.Abdul Imam, sepulangnya dari menunaikan ibadah haji di tanah suci bersama adiknya yang bernama Nyai Rara Santang dengan gelar Hajjah Syarifah Muda'im menemui gurunya di Muara Jati (Gunung Jati).
Syaikh Idhlofi Mahdi yang bergelar Syaikh Nur Jati yang kemudian kita kenal Syaikh Dzatul Kahfi mendiami Gunung jati untuk menyiarkan agama islam diwilayah Muara Jati. Syaikh Dzatul Kahfi menyuruh muridnya yg bernama H.Abdul Imam untuk membuka pedukuhan dan juga membuka Pasambangan (Pesantren) tempat belajar mengaji dekat wilayah Gunung Jati.
H.Abdul Imam (Pangeran Cakra Buana) mempercayakan adiknya Nyi Rarasantang (Nyi Syarifah Mudaim) untuk menetapi daerah Pasambangan di wilaya Gunung Sembung (sebelah barat Gunung Jati), dibantu oleh Nyai Quraisyin (Nyi Gedeng Sembung) pesantren Pasambangan semakin maju dalam rangka mengajarkan syariat islam. Hingga akhirnya Nyai Syarifah Mudaim di gelari Nyai Mas Panata Agama Pasambangan.
Seiringnya Waktu Pangeran Cakrabuna terus membuka Alas/Hutan untuk memperluas Wilayah Pedukuhan yang bersyariatkan Islam. Tetapi karena di Muara Jati banyak pendatang untuk berdagang, Gujarat, Tionghoa dan lainnya, maka Wilayah tersebut dinamakan Caruban (campuran). Pangeran Cakrabuana mencoba memasuki wilayah Ayahandanya yakni pajajaran dengan menebrangi Kali Ci Urang. Sebelum memasuki hutan dipinggir hutan beliau bertemu dengan Kakek Tua. Ternyata beliau adalh Ki Murna. Bertemulah Pangeran Cakrabuana dengan Ki Murna, saling menyapa dan berjabat tangan, akan tetapi berbeda pandangan tentang Ketuhanan. Pangeran Cakrabuana beragama Islam sedangkan Ki Murna beragama dari nenekmoyangnya (Hindu).
Perbincangan perdebatan tentang Ketuhananpun terjadi. Tidak sehari dua hari Pangeran Cakrabuana mencoba untuk mengislamkan ki Murna. Sehingga adu argumen tentang agama dimenangkan oleh Pangeran Cakrabuana. Hingga akhirnya Ki Murna masuk islam bersama istrinya. Hari terus berlalu, Pangeran Cakrabuana membuka Hutan di bantu oleh Ki Murna, walau sudah tua Ki Murna tetap mimiliki Tenaga dan keahlian menebang pohon yg besar, walau semak semaknya banyak ditumbuhi tanaman Bakung, beliau terus semangat. Dan saat itu juga Pangeran Cakrabuana menjuluki beliau dengan Gelar KI WANAJAYA. KI artinya orang yg dituakan WANA artinya Hutan JAYA artinya yg Kuat. dan bukan itu, Ki Wanajaya di beri amalan doa yg bernama Doa Nur Buwat (Janur Wenda). Dengan mengistikomahkan doa tersebut Aura Ki Wanajaya menjadi kelihatan muda dan berwibawa.
Berita masuknya islamnya Ki Murna didengar leh Nyi Rara Santang di Pasambangan. Sehingga tidak Jarang Nyi Rara Santang mengunjungi Kediaman Ki Murna di Wilayah Bakung (banyak Tanaman Bakung) di seberang Kali Ci Urang. Sehingga di dekat Kali Ciurang ada Petilasan Ki Wanajaya atau Petilasan Nyai Rarasantang yang sekarang kita kenal dengan Kramat SURANG diambil dari kata Ci Urang.
Pada saat itu juga Hutan kecil disebalah timur kali Ci Urang dijadikan tempat pemburuhan binatang, pada saat itu binatang yg dianggap mengganggu dan dianggap haram oleh orang isalam adalah Babi. Tidak jarang banyak orang membikin kelompok untuk berburu Binatang babi. Pada saat itu seorang Putri Pembesar (orang Terpandang) bersama Anak buahnya/Pasukannya berburu Babi. Putri Dampul Ayu bersama anak buah Ayahnya menyelusuri Hutan sebelum menyebrang ke Kali Ci Urang, Pasukan ini disebut Baduran (Pemburuhan). Segingga Wilayah sebelah timur Kali Ci Urang dinamakan Wilaya Bedulan (tahun 1950 an terjadi pemekaran dngan nama Desa Suranenggala).
Akhirnya Nyi Dampul Ayu dijuluki Nyi Mas Baduran. Nyi Mas Baduran kemudian diangkat anak oleh Ki Murna dan mendiami Rumah Ki Murna, Karena Ki Murna selalu pergi bersama Pangeran Cakrabuana. Hingga Nyi Mas Baduran jatuh sakit Dan dimakamkan di pekarangan Ki Murna (Kramat Surang). Beliau sempat mmpunyai anak yg bernama Ki Patih Waringin.
Pada saat itu Makam Kramat Surang dijaga oleh Juru Kunci dari Panjunan (wilayah kota Cirebon) beralasan Kesultanan Cirebon menunjuk Juru Kunci untuk manjaga Tanah Kesultanan yg mana disitu ada Petilasan Nyai Rara Santang dan makam Nyi Mas Baduran. Dan akhirnya Juru Kunci diambil alih oleh Bapak Wirya (orang Bakung).
Karmat Surang adalah bekas Pemukiman Ki Wanajaya yang banyak di kunjungi Nyimas Syarifah Mudaim karena Ki Murna sendiri dianggap orang tua oleh Nyi Rara Santang, dan juga kramat Surang ada makam Nyai Mas Baduran. Situs Kramat Surang Peninggalan Ki Wana Jaya di Tandai dengan adanya Blok Karang Moncol.
Karang Moncol sekarang dinamakan blok Wanajaya karena karang Moncol adalah akses terdekat menuju Sius Kramat Surang,
Perekonomian
[sunting | sunting sumber]Perekonomian Desa Bakung Lor dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor Pertanian dan sektor perindustrian.
Desa Bakung sendiri sangat terkenal dengan tapenya yang tidak asing lagi di telinga masyarakat lingkungan bakung dan sekitarnya, bahkan masyarakat Kota Cirebonpun mengenalnya. Apalagi di Desa bakung juga terdapat banyak sekali pabrik - pabrik penggilingan padi yang hasil berasnya di kirimkan ke Bulog Jakarta. Sehingga tidak aneh meskipun Desa Bakung merupakan desa kecil namun namanya cukup terkenal bagi sebagian orang.
Daftar Kuwu Pemerintahan Desa Bakung
[sunting | sunting sumber]- Ki Banar
- Ki Sarijan
- Ki Sardika
- Ki Saban
- Wirasastra
- Nata Atmaja
- H. Kasan
- Mohammad Sidik
- Curiga Wijaya
- H. Sani Sontany
- Tarkina
- H. Toto Abiyanto
- H. watma