Bapak bangsa Indonesia
Tampilan
Bapak bangsa Indonesia sering disebut sebagai The Founding Fathers adalah julukan bagi para tokoh Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing dan berperan dalam perumusan bentuk atau format negara yang akan dikelola setelah kemerdekaan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, agama, daerah, dan suku/etnis yang ada di Indonesia.
Mereka dianggap sebagai manusia-manusia yang unggul dalam hal pemikiran, visi, dan intelektualisme. Berdasarkan ideologi, visi dan perjalanan sejarahnya, ada ahli yang mengelompokkan mereka menjadi empat, yaitu kelompok Hatta, Soepomo, dan Mohammad Yamin.[1]
Profil ringkas
[sunting | sunting sumber]- Mohammad Hatta, bapak bangsa yang juga dijuluki Proklamator mendampingi Soekarno. Seorang ideolog, demokrat, pemikir dan ahli ekonomi. Ia mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Handels Hogeschool kemudian menjadi Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda. Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902, putra dari pasangan Minangkabau, Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Hatta juga dijuluki sebagai "Bapak Koperasi Indonesia", dan merupakan pencetus politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif yang ditulis dalam bukunya Mendayung di antara Dua Karang. Hatta meninggal dunia di Jakarta pada 14 Maret 1980.
- Soepomo, bapak bangsa yang berperan cukup besar dalam penyusunan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) bersama Mohammad Yamin dan Soekarno. Ia merupakan seorang ahli hukum dan penganut paham integralistik atau negara kesatuan dalam pembentukan awal negara Indonesia. Secara ideologi bernegara ia berseberangan dengan Hatta yang menganut paham federalis dan demokratis.
- Tan Malaka, bapak bangsa yang sangat radikal terhadap kolonialisme, revolusioner, misterius. Tan juga seorang ideolog, orator, dan tanpa kompromi dengan penjajah. Ia juga dijuluki sebagai "Bapak Republik Indonesia", karena ia adalah tokoh pertama yang mengemukakan konsep negara Indonesia dalam bukunya Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada tahun 1924, mendahului konsep Hatta dan Soekarno. Pendiriannya tergambar dalam ucapannya yang terkenal "Orang tak Akan Berunding dengan Maling di Rumahnya" atau "Merdeka 100 persen", yang membuat ia berseberangan dengan Soekarno, Hatta, dan Sjahrir di kemudian hari.
- Ki Hadjar Dewantara
- Radjiman Wediodiningrat
- Mohammad Yamin
- Sutan Sjahrir
- Agus Salim
- Amir Sjarifuddin Harahap
- Achmad Soebardjo
- Mohammad Natsir
- Sjafruddin Prawiranegara
- Teuku Mohammad Hasan
- Abdurahman Baswedan
- Iwa Koesoemasoemantri
- Andi Pangeran Pettarani
- Habib Idrus bin salim Aldjufrie
- Oey Tjong Hauw
- A.A. Maramis
- Burhanuddin Muhammad Diah
- Johannes Leimena
- Djoeanda Kartawidjaja
- Soekardjo Wirjosandjojo
- Oey Tiang Tjoe
- Otto Iskandardinata
- Ki Bagus Hadikoesoemo
- Faradj bin said martak
- Johannes Latuharhary
- I Gusti Ktut Pudja
- Samsi Sastrawidagda
- Mohammad Amir
- Sam Ratulangi
- Yap Tjwan Bing
- Soetardjo Kartohadikoesoemo
- Abikoesno Tjokrosoejoso
- Buntaran Martoatmodjo
- Siauw Giok Tjhan
- Abdul Abbas
- A. Rivai
- Soediro
- Harsono Tjokroaminoto
- Soekarni
- Andi Sultan Daeng Radha
- Chaerul Saleh
- Sajuti Melik
- Samaun Bakri
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ "Konflik di balik proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan kemerdekaan" St Sularto, Dorothea Rini Yunarti, Penerbit Buku Kompas, Agustus 2010. Diakses 04-01-2015.