Batu, Likupang Selatan, Minahasa Utara
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Januari 2023) |
Batu | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sulawesi Utara | ||||
Kabupaten | Minahasa Utara | ||||
Kecamatan | Likupang Selatan | ||||
Kode pos | 95375 | ||||
Kode Kemendagri | 71.06.10.2006 | ||||
Luas | 35 km2[1] | ||||
Jumlah penduduk | 1335[1] | ||||
|
Batu merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Likupang Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Nama Desa Batu sebelumnya bernama Wadli Itang, dinamai oleh Dotu Ruruwares yang berasal dari Tikala Ares di sekitar tahun 1378. Istri Ruruwares bernama Pingkan, dialah yang pertama kali menginjak Wadli Itang.[butuh rujukan]
Kemudian menyusul beberapa Dotu misalnya:[butuh rujukan]
- Dotu Mamangkey
- Dotu Kapitoy
- Dotu Waladow
- Dotu Mananeke
Kesemuanya berasal dari Langowan. Di sekitar tahun 1420, muncullah Dotu Rottie. Dia mengusir orang Mangindanau (Filipina) dan menjadi panglima perang di daerah Minahasa Utara. Dotu Rottie berasal dari Taraitak (Langowan) dan masuk di daerah Tonsea bersama adiknya Sulaiman Rottie. Waktu itu Dotu Sulaiman masih remaja maka ia dititipkan pada Dotu Dondokambey di Gunung Klabat. Dotu Rottie mendapat tugas di daerah Wadli Itang dan menjadi panglima ketiga setelah menggantikan Dotu Tampanatu dan Dotu Watupongoh.[butuh rujukan]
Setelah menjadi panglima, Dotu Rottie mencari kekuatan panglima dari Mangindanau supaya ia bisa mundur dari daerah ini. Sesuai kepercayaan waktu itu, Dotu Rottie makan siri pinang dan air liurnya ditampung di dalam tempurung. Kemudian dia membaca dari air liurnya itu, bahwa kekekuatan panglima Mangindanau berada pada bayi yang digendongnya. Panglima dari Mangindanau adalah seorang wanita yang bernama Sarah. Kemudian dia mengambil lidi dari pohon enau lalu berangkatlah dia untuk bertempur. Sesampai di Rinondoran ia berdiri di satu pohon besar dan dia mengajak panglima Mangindanau untuk berperang. Dia mengadakan cakalele sehingga datanglah panglima Mangindanau bersama anak yang digendong di belakang. Tiga kali dia mengelilingi pohon besar itu yang diikuti oleh panglima Mangindanau. Kemudian dia menanam lidi dan berdiri di belakang lidi itu sehingga panglima Mangindanau tidak melihatnya. Dan bergegaslah Dotu Rottie memotong leher anak yang dibawa oleh panglima Mangindanau. Melihat akan hal itu panglima Mangindanau segera memungut kepala anaknya dan seera menangisinya. Malang benar nasib panglima Mangandanau dengan ketidaksiapannya sehingga Dotu Rottie menebas lehernya. Dotu Rottie mengambil panglima Sarah dan anaknya itu dan dibawa ke pantai untuk diperlihatkan kepada anak buah Sarah. Dan sejak saat itu suku Mangindanau keluar dari tanah Minahasa.[butuh rujukan]
Pada tahun 1554, Portugis masuk ke Linekepan untuk berdagang. Bangsa Portugis mengundang Dotu Rottie dan memintanya agar Linekepan diganti menjadi Likupang. Yang mana alasan mengapa diambil dari kata Likupang karena Linekepan diambil dari kata Li dari kata Linekepan dan Kupang diambil karena bangsa Portugis datang dari Kupang.[butuh rujukan]
Besok paginya dia bangun dan alangkah terkejutnya dia begitu melihat semua pegunungan disekitar situ mengeluarkan asap. Dikiranya ada musuh, setelah dicek semua gunung yang mengeluarkan asap ternyata disitu ada orang Minahasa yang kesemuanya berasal dari Langowan. Mereka semuanya akhirnya dikumpulkan untuk mendirikan sebuah perkampungan. Dotu Rottie pertama-tama meletakkan pinang di batu besar (yang sekarang Jaga VI) untuk menunggu jawaban dari burung manguni, tetapi burung ini menjawab jauh dari tempat yang diminta (yang sekarang Jaga II). Di tempat ini ia mendapat jawaban di kayu besar di atas kepalanya, maka ia menanam Tawaang sebagai tanda. Dari situlah terbentuk desa Batu ini dan Dotu Rottie sebagai Walak dan sekaligus sebagai Walian.[butuh rujukan]
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Dotu Rottie meninggal pada usia 136 tahun dan digantikan oleh menantunya Walak Wuwung yang adalah suami dari Dotu Ramey. Walak ketiga adalah Dotu Kinati dan selanjutnya Walak keempat adalah Dotu Rumambi. Mereka semua adalah anak dari Dotu Rottie. Setelah Walak semuanya meninggal maka diganti oleh Tunduan yang didampingi oleh mitra kerjanya Tonaas (ahli berobat). Berikut nama-nama Tunduan: Welem Rottie, Albert Moniaga Daniel Rottie, dan Alexander Hermanus Kalalo. Tunduan terakhir diganti menjadi Hukum Tua berdasarkan surat Wedana Tonsea dari Maumbi.[butuh rujukan]
Sebulan kemudian, Alexander Hermanus Kalalo pada saat itu Hukum Tua karena memegang dua jabatan yaitu sebagai Tunduan dan Hukum Tua. Berikut nama-nama Hukum Tua selanjutnya:[butuh rujukan]
- Estevanus Sampelan
- Robert Yohanes Assa (2 Periode)
- Gustaf Rottie (6 bulan)
- Welem Rottie
- Petrus Nelwan (2 periode)
- Jidon Sampelan
- Yobert Hanry Sampelan
- Welem Wem Sundalangie
- Kawilaran R Sampelan
- Yan Ponto Tooy
- Yohan P Makarau
- K. Sampelan
- Dolfie R Makarau
- Alfrets Lensun
- Jerry Nixon Sampelan (Petahana)
- Wilhelmina V. Rottie, S.Pd (Hukumtua Saat Ini)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Kecamatan Likupang Selatan Dalam Angka 2017" (PDF). Badan Pusat Statistik Kabupaten Minahasa Utara. 20 September 2017. hlm. 20. Diakses tanggal 15 Agustus 2018.