Lompat ke isi

Bebatu, Sesayap Hilir, Tana Tidung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bebatu
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Utara
KabupatenTana Tidung
KecamatanSesayap Hilir
Kode pos
77153
Kode Kemendagri65.04.02.2003 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah pendudukLaki- laki : 345 Jiwa dan Perempuan : 267 Jiwa (2011)
Kepadatan612 Jiwa (2011)
Peta
PetaKoordinat: 3°32′32.76967″N 117°11′21.31991″E / 3.5424360194°N 117.1892555306°E / 3.5424360194; 117.1892555306


Bebatu adalah desa di Kecamatan Sesayap Hilir,Tana Tidung, Kalimantan Utara, Indonesia.

Asal usul penamaan Bebatu

[sunting | sunting sumber]

Bebatu merupakan salah satu dari tujuh desa yang terletak sepanjang sungai Sesayap, tepatnya berada di kecamatan Sesayap Hilir kabupaten Tana Tidung provinsi Kalimantan Utara dan merupakan pintu gerbang bagian timur menuju pusat pemerintahan kabupaten Tana Tidung dengan luas wilayah Bebatu ± 210.000 ha.

Menurut cerita rakyat dari masyarakat suku Tidung setempat sebagai penduduk asli yang telah menempati Bebatu sejak puluhan tahun lalu mengatakan bahwa asal usul penamaan desa Bebatu ini berasal dari masyarakat suku Tidung. Kata Bebatu ini sendiri terdiri dari satu kosakata yaitu "Batu" sebagai sebutan masyarakat setempat dan secara harfiah merupakan nama sebuah pohon atau kayu yaitu kayu batu yang konon dapat berubah menjadi batu dengan proses alamiah yang terjadi dibawah tanah ketika kayu terkubur di dalam endapan pada kurun waktu yang panjang. Konon pada masa itu pohon atau kayu tersebut banyak tumbuh dan dengan mudah bisa dijumpai diseluruh penjuru wilayah Bebatu. Sehingga dengan keberadaan kayu batu atau batu-batu diwilayah ini membuat masyarakat dari suku Tidung tersebut merasa sangat terbantu dan dengan mudah menunjukan identitas tempat ini dengan sebutan Batu atau pagun Batu (pagun adalah sebutan oleh masyarakat setempat yang berarti kampung, desa dusun dll) namun dengan karena perbedaan vokal bahasa dari penyebutan oleh bahasa indonesia dengan bahasa daerah setempat hingga nama Batu atau Batu-batu itu berubah menjadi "Bebatu". Sampai pada saat ini oleh masyarakat lokal maupun masyarakat luas nama tersebut tetap eksis dilafalkan dengan sebutan Bebatu atau desa Bebatu

Cikal bakal kampung Bebatu

[sunting | sunting sumber]

Menurut cerita rakyat dari masyarakat suku Tidung sebagai penduduk asli yang menempati wilayah Bebatu ini sejak puluhan tahun lalu, mengatakan bahwa sebelum menduduki desa Bebatu sebagai wilayah pemukiman penduduk seperti pada saat ini, kaum nelayan dari kerajaan suku Tidung menjadikan pulau Tarakan yaitu sebuah pulau yang terletak di muara sungai sesayap tidak jauh dari bebatu sebagai tempat persinggahan sehabis mengail ikan dan udang dan menjadikan pulau tersebut sebagai tempat barter barang-barang keperluan hidup. Namun setelah masuknya perusahaan minyak Belanda dan Inggris bergabung menjadi satu untuk mengeksfloitasi hasil bumi sehingga terjadi perang pasifik (perang dunia ke II) meletus pada akhir tahun 1941 yang dilancarkan oleh pihak militer Jepang. Namun sebelum Jepang mendarat, Belanda sudah memperkirakan ketidak mampuannya menghadapi serangan Jepang. Oleh sebab itu pemerintah belanda melakukan taktik bumi hangus terhadap semua fasilitas kilang agar pihak jepang tidak dapat memanfaatkannya. Namun dengan adanya taktik bumi hangus tersebut membuat penduduk Tarakan yang sebagian besar adalah suku Tidung terpaksa mengungsi ke daerah-daerah pedalaman antara lain seperti sekatak malinau dan hingga Bebatu

Masyarakat suku Tidung mulai menduduki Bebatu sekitar kurang lebih pada tahun 1937 yang pada awalnya merupakan sebuah wilayah pengungsian mereka dalam menghindari penjajahan belanda dan inggris yang menguasai sebagian besar wilayah Tarakan, tetapi pada tahun 1942 masyarakat suku Tidung asal Tarakan kembali mengungsi untuk menghindari pertempuran sengit Belanda dan Jepang, terutama untuk menyelamatkan anak-anak dan kaum wanita mereka. Namun hingga beberapa masa berlalu wilayah tersebut menjadi sebuah tempat pemukiman atau perkampungan permanen dengan penduduk yang muali berkembang dari sanak keluarga mereka sendiri (turun temurun/keturunan) yang pada masa itu merupakan wilayah yang dipimpin oleh pemerintahan kabupaten Bulungan yang mencakup séluruh wilayah di Kalimantan Utara.

Bebatu pada masa itu di pimpin oleh kepala kampung pertama Aji Iskandar yang dipilih secara aklamasi dan menjabat selama 4 tahun hingga pertengahan tahun 1946.

Era Kemerdekaan

[sunting | sunting sumber]

Dalam memasuki pertengahan bulan agustus tahun 1945 pihak Jepang pun terpaksa menyerah dan seluruh wilayah dinyatakan aman termasuk pulau Tarakan sehingga masyarakat pengungsi sudah dapat kembali ke pulau tersebut. Namun hanya sebagian kecil dari mereka yang memilih untuk kembali ke pulau tersebut, karena sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk menetap di Bebatu bersama anak keluarga mereka dengan menggantungkan kehidupan mereka melalui bercocok tanam dan nelayan, karena pada masa itu Bebatu masih pantas mendapatkan julukan “Tanah Surga” hanya dengan mengandalkan hasil dari bercocok tanam, berkebun singkong, kelapa, sagu, dan lain sebagainya. Berladang padi di belakang rumah bahkan disamping rumah mereka, maupun dengan mengandalkan hasil laut atau sungai dengan hanya membentangkan alat tangkap ikan dan udang yang sangat tradisional buatan mereka, masyarakat tersebut sudah mampu mendapatkan hasil yang melimpah luah sehingga pada akhirnya mereka menjadikan hal demikian sebagai sumber pendapatan untuk kelangsungan hidup keluarga mereka hingga turun temurun dan dari masa ke masa berikutnya.

Pada pertengahan tahun 1946 lepas dari kepemimpinan Aji Iskandar, Bebatu di pimpin oleh dahlan sebagai kepala kampung ke-II yang menjabat selama 1 periode (satu periode dihitung 5 tahun) hingga berakhir pada pertengahan tahun 1951 dan selanjutnya di pimpin oleh Ali sebagai kepala kampung ke-III yang menjabat selama kurang lebih 7 tahun hingga memasuki tahun 1959.

Pada tahun yang sama hingga tahun 1967 bebatu di pimpin oleh M. Haris Fadilah sebagai kepala kampung ke-IV kemudian dilanjut oleh Ali Sundi semala 2 periode hingga akhir tahun 1978. Namun lepas masa kepemimpinan Ali Sundi sebagai kepala kampung ke-V pada tahun 1978 kemudian Bebatu dipimpin oleh Jumadil selama 2 periode lebih sampai pada tahun 1990 sebagai kepala kampung ke-VI.

Pembangunan Bebatu

[sunting | sunting sumber]

Sepanjang tahun 70an hingga tahun 90an jumlah penduduk Bebatu mengalami peningkatan yang pesat. Bangunan fisik rumah panggung milik masyarakat setempat sudah tampak berdiri kokoh saling berhadapan didepan jalan, infrastruktur jalan sudah memadai. pada masa itu Bebatu sudah memiliki 4 Rukun Tetangga. Namun pada masa sekitar tahun 1978 wilayah Rukun tetangga 4 yang biasa disebut dengan nama Batu Kebun atau Bebatu Kebun oleh warga setempat ditempatkan sebagai pusat pemerintahan desa bandan bikis untuk sementara waktu. Status Rukun Tetangga 4 itu hanya dipinjamkan untuk menjalankan roda pemerintah Bandan Bikis.

Setelah kepemimpinan jumadil kemudian dilanjut oleh Ashari Ibrahim sebagai kepala kampung ke-VII terhitung mulai tahun 1990 hingga pada akhir tahun 1997 dan pada akhir tahun tersebut pula terpilih Udin S sebagai kepala desa (Kades) yang ke-VIII melalui pemilihan langsung yang dilakukan pertama kali oleh masyarakat Bebatu melalui pemilihan kepala desa (pilkades) dan dilantik bersama seluruh kepala desa terpilih kecamatan sesayap dan sekatak di Bebatu oleh bupati bulungan RA Bessing pada 1 Januari 1999.

Era Krisis Ekonomi Moneter

[sunting | sunting sumber]

Bersama pada tahun itu, kurang lebih pada pertengan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi moneter, nilai tukar rupiah melemah yang berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat secara menyeluruh tidak terkecuali pada masyarakat Bebatu yang sebagian besar menggantungkan hidup mereka sebagai nelayan dan petani tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Namun hal tersebut tidak sampai membuat masyarakat terpuruk hingga bertahun-tahun lamanya, seiring dengan kondisi politik di Indonesia yang mulai stabil pada masa reformasi, kurang lebih pada tahun 1998 sehingga masa surampun dapat terlewati.

Cakrawala perubahan Bebatu

[sunting | sunting sumber]

Pada masa pertengan tahun 2005 sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan beroprasi di daerah ini untuk mengeksploitasi hasil bumi berupa batu bara. Dengan adanya perusahaan tersebut telah membuka cakrawala perubahan yang sangat besar terhadap masyarakat setempat. Lapangan kerjapun terbuka lebar untuk mereka dan masyarakatpun berlomba-lomba menjadi bagian dari pekerja disana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka, tetapi keberadaan perusahaan tersebut tidak sepenuhnya menjamin kesejahteraan masyarakat desa setempat.

Seiring dengan perkembangan kebijakan pemerintah maka dengan adanya pemekaran kabupaten yakni Tana Tidung dari kabupaten Bulungan pada pertengahan tahun 2007 lalu telah membawa perubahan besar pada perkembangan wilayah dan penduduk termasuk Bebatu. Berabagai kegiatan pembangunan baik bersumber dari bantuan pemerintahan pusat, provinsi maupun pemerintah daerah dapat merealisasikan di Bebatu ini.

Mengenai kondisi Bebatu dalam hal ini dapat dilihat secara geografis bahwa Bebatu terletak dipesisir pantai sungai Sesayap tepatnya berada di kecamatan Sesayap Hilir kabupaten Tana Tidung provinsi Kalimantan Utara yang merupakan salah satu dari tujuh desa di kecamatan Sesayap Hilir dan merupakan gerbang utama bagian timur menuju kabupaten Tana Tidung dengan luas wilayah Bebatu 210.000 ha. Yang terdiri dari luas perairan dan daratan yang terbagi atas 4 rukun tetangga.

Bebatu yang terletak antara 116°42’50” sampai dengan 117°42’50” Bujur Timur dan 3°12’02” sampai dengan 3 °C 46’41” Lintang Utara, berbatasan langsung dengan Buong Baru pada bagian baratya dan sebelah timur berbatasan dengan kota Tarakan sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Sengkong serta sebelah selatan berbatasan sengan Bandan Bikis.

Sejauh ini Bebatu masih tergolong dalam wilayah terpencil mengingat jarak tempuh yang begitu jauh dari pusat pemerintahan kecamatan ± 20 km dan dari kabupaten ± 40 km yang hanya dapat ditempuh dengan menggunakan transfortasi sungai longbout atau speedboud selama ± 30 menit hingga tiba di kecamatan dan selama ± 60 menit hingga tiba di kabupaten. Sementara untuk menggunakan jalan darat Bebatu belum memiliki akses penghubung atau masih dalam tahap pembangunan jalan poros kabupaten.

Topografi

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan pengamatan topografi wilayah Bebatu merupakan daera dataran rendah dan rawa dengan ketinggian dari permukaan air laut yaitu 70 m yang merupakan daerah aliran sungai DAS Sesayap dan juga merupakan daerah yang rawan terhadap abrasi pantai karena banyak dijumpai pengikisan pada tepi-tepi pantai setiap tahunnya.

Bebatu juga termasuk wilayah yang memiliki karakteristis iklim yang mengalami musim hujan sepanjang tahun dengan curah hujan 3.146,7 mm/tahun atau rata-rata 256 hari hujan dengan lamanya penyinaran matahari rata-rata 46% dengan suhu udara rata-rata 27 °C dan dengan perbedaan suhu siang dan malam antara 50-70 °C. Suhu udara maksimum berkisar antara 34,000-35,900 °C dengan suhu minimum antara 21,800-23,10 °C. Kelembapan didaerah ini termasuk cukup tinggi dengan rata-rata kelembapan antara 84-85%

Suku Tidung merupakan salah satu suku yang tersebar luas di wilayah Kalimantan Utara tidak terkecuali di Bebatu. Suku tidung di Bebatu telah hidup dan berkembang sejak puluhan tahun lalu sebagai suku asli diwilayah ini.

Layaknya pada suku-suku lain, suku Tidung juga mempunyai agama dan kepercayaan. Agama yang mereka anut adalah agama islam.

Mata pencaharian

[sunting | sunting sumber]

Pada suku ini sistem mata pencaharian hidup yang mereka jalani adalah sebagai nelayan dan petani baik berkebun maupun bersawah.

Kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia. Suku Tidung juga memiliki kekayaan Kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun sejak zaman dahulu dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan keseharian.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Buku Profil Desa Bebatu By Taufik Akbar