Bonang
Alat musik perkusi | |
---|---|
Klasifikasi | Idiofon |
Hornbostel–Sachs | 111.241.21 (Rangkaian gong) |
Bonang (bahasa Jawa: ꦧꦺꦴꦤꦁ) adalah alat musik gamelan yang termasuk dalam keluarga gong. Bonang merupakan alat musik berupa sepuluh hingga empat belas rangkaian gong kecil (pencon) yang disusun dua baris. Bonang diletakkan pada posisi telungkup pada dua utas tali (pluntur) yang direntangkan bersilang pada sebuah landasan yang disebut rancakan. Saat memainkan bonang, wiyaga duduk bersila di tengah-tengah rancakan bonang, menghadap rangkaian dengan oktaf lebih rendah. Bonang ditabuh menggunakan tabuh yang disebut bindi.[1]
Berbeda dengan gendèr atau saron yang logam-logamnya diurut mulai dari nada yang rendah dari kiri ke kanan, pencon-pencon bonang tidak selalu diurutkan mengikuti tangga nadanya, tetapi mengupayakan agar tangan dapat menjangkau pencon-pencon bonang tersebut. Karena pencon-pencon tersebut dapat dilepas dari pluntur-nya, wiyaga dapat mengatur sendiri di mana seharusnya pencon-pencon itu diletakkan.[2]
Jenis
[sunting | sunting sumber]Dalam satu set gamelan modern, terdapat dua jenis bonang, yaitu bonang barung dan bonang panerus.[2] Perangkat gamelan yang lebih tua, terutama yang berasal dari Keraton Ngayogyakarta dapat menggunakan satu bonang lagi yang disebut bonang panembung.[1]
Pada gamelan monggang, kodhok ngorek, carabalen, dan Sekaten, rancakan bonang yang digunakan bersifat khusus.
- Bonang kodhok ngorek atau bonang rijal hanya memiliki 2 nada pokok dengan ukuran sedang, sehingga menggunakan rancakan yang memungkinkan wiyaga hanya dapat memukul empat pencon bonang dengan nada 7 (barang) dan 6 (enem). Bonang tersebut berjumlah dua rancak yang masing-masing memiliki 8 pencon, sehingga memerlukan empat wiyaga untuk menabuhnya.[3]
- Bonang monggang hanya memiliki 3 nada pokok (patigan) dengan ukuran besar, sehingga menggunakan rancakan yang memungkinkan wiyaga hanya dapat memukul tiga pencon bonang. Bonang tersebut berjumlah empat rancak yang masing-masing memiliki 3 pencon, sehingga memerlukan empat wiyaga (dua bonang jaler, dua bonang setren) untuk menabuhnya.[4]
- Bonang carabalen memiliki enam pencon, tetapi yang digunakan 4 pencon. Masing-masing memiliki dua rancakan, rancakan pertama disebut gambyong, sedangkan rancakan kedua memiliki dua pencon klenang, dan dua pencon kenut. Gambyong, klenang, dan kenut masing-masing ditabuh satu orang wiyaga.[5]
- Bonang Sekaten memiliki bentuk yang sama dengan bonang barung, tetapi ditambah dengan bonang pengapit yang memakai rancakan seperti kenong dengan laras barang (7) dan pelog (4).[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Sumarsam 1995, hlm. 245.
- ^ a b Spiller 2008, hlm. 80.
- ^ Supardi 2013, hlm. 7.
- ^ Sabdacarakatama 2009, hlm. 115.
- ^ Supardi 2013, hlm. 10.
- ^ Kauman, Masjid Gedhe (2014-07-16). "GAMELAN SEKATEN - Masjid Gedhe Kauman". mesjidgedhe.or.id. Diakses tanggal 2024-05-12.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Sabdacarakatama (2009). Sejarah Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Narasi. ISBN 978-979-168-104-9.
- Spiller, Henry (2008). Focus: Gamelan Music of Indonesia. New York: Routledge. ISBN 9781135901899.
- Sumarsam (1995). Gamelan: cultural interaction and musical development in central Java. Chicago studies in ethnomusicology. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-78010-8.
- Supardi (2013). "Ricikan struktural: salah satu indikator pada pembentukan gending dalam Karawitan Jawa". Keteg. 13 (1): 2–28.