Lompat ke isi

Muwahhidun

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Dinasti Muwahhidun)
Dinasti Almohad

الموَحدون
Al-Muwaḥḥidūn
ⵉⵎⵡⴻⵃⵃⴷⴻⵏ
Imweḥḥden
1121–1269
Bendera Almohads
Bendera
Kekaisaran Almohad pada puncak kejayaannya ,sek. 1180-1212.[1][2]
Kekaisaran Almohad pada puncak kejayaannya ,sek. 1180-1212.[1][2]
StatusDinasti penguasa Maroko dan Kekhalifahan Al-Andalus
Ibu kotaTinmel (1121–1147)
Marrakesh (1147–1269)[3]
Agama
Islam Sunni
PemerintahanMonarki
Khalifah 
• 1121–1130
Abd al-Mu'min
• 1266–1269
Abu al-Ula al-Wathiq Idris
Sejarah 
• Didirikan
1121
• Penggulingan dinasti Almoravid
1147
• Kekuasaan dinasti Marinid
1248
• Dibubarkan
1269
Luas
16.213.935 km2 (6.260.235 sq mi)
Mata uangDinar[4]
Didahului oleh
Digantikan oleh
dnsDinasti
Almoravid
dnsDinasti
Marinid
Emirat Granada
Abdalwadid
dnsDinasti
Hafsid
Taifa Orihuela
Taifa Niebla
Taifa Arjona
krjKerajaan
Kastilia
krjKerajaan
Aragon
krjKerajaan
Portugal
krjKerajaan
Leon
Sekarang bagian dari Algeria
 Gibraltar( UK)
 Libya
 Morocco
 Portugal
 Spain
 Tunisia
 Western Sahara
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Timur dekat tahun 1200 SM, menunjukan Kekaisaran Muwahidun dan tetangganya.

Almohad atau Muwahhidun adalah wangsa Dinasti Berber (1133-1269) yang mematahkan kekuasaan Almoravid, sehingga menguasai hampir seluruh Afrika Utara.[5][6] Dinasti ini menganut ajaran tauhid yang keras seperti yang diajarkan oleh Ibnu Tumart, kepercayaan pada Mahdi (yang mendapat petunjuk dari Tuhan).[5] Pengikut Ibnu Tumart yang menggantikannya adalah Abdul Mukmin, dari suku Zanata, yang mengembangkan ajaran gurunya ke seluruh Atlas dan Rif (Afrika Utara).[5] Pada tahun 1147, dia berhasil menguasai daerah Almoravid, Aljazair (1152), Tunisia dan Tripolitania (1160).[5] Selama masa kekuasaan putra Abdul Mukmin, Abu Ya’kub Yusuf (1163-1184), kekuasaan Almoha meluas sampai ke Andalus (Spanyol) di mana dia menetap di Seville.[5] Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Abu Yusuf Ya’kub al Mansur (1184-1199).[5] Dirinya mampu mengalahkan pasukan raja Alfonso VIII, raja Castile dalam pertempuran Alarkos (1195), bahkan dirinya berhasil maju sampai ke Madrid dan Guadalajara.[5] Kekuasaan Almohad masih bertahan di Andalus setelah pasukan gabungan Kristen yang terdiri dari raja-raja Aragon, Navarra, dan Castile (1212) menimbulkan kerugian besar pada pasukan Muhammad An-Nasir (1199-1213).[5] Setelah Muhammad An-Nasir wafat, mulai tampak kemunduran di dalam kerajaan karena pemberontakan suku-suku dan perebutan kekuasaan di kalangan istana.[5] Almohad berhasil mengembangkan kekuasaanya di Afrika Utara dan Andalus karena ajaran Ibnu Tumart yang mengatur kehidupan agama, bidang sosial, politik, dan militer.[5]

Sejarah kekuasaan

[sunting | sunting sumber]

Awal pendirian

[sunting | sunting sumber]

Pendiri dari Dinasti Muwahhidun adalah Muhammad Ibnu Tumart.[7] Pendapat yang terkuat menyatakan bahwa ia dilahirkan pada tahun 485 H atau 1092 M. Ia berasal dari suku Haragha. Awalnya, ia mendirikan Muwahhidun sebagai sebuah gerakan keagamaan dengan pusat di permukiman suku Haragha. Ia berdakwah di sekeliling Maghrib mengenai tauhid dan pengembalian ajaran Islam yang murni.[8]

Kemudian pada tahun 515 H atau 1121 M, Ibnu Tumart dan pengikutnya bersembunyi di sebuah desa bernama Tianmal. Saat itu, Ibnu Tumart berusia 30 tahun. Desa Tianmal terletak di Pegunungan Atlas bagian selatan. Desa ini dipilihnya karena sulit untuk dijangkau. Desa Tianmal kemudian menjadi pusat dakwah Ibnu Tumart. Di desa tersebut, ia memperoleh dukungan dan perlindungan dari suku-suku Mashmudah. Selama berada di desa ini, Ibnu Tumart membentuk pasukan militer.[8]

Wilayah awal dari Dinasti Muwahhidun adalah Afrika bagian utara yang berdekatan dengan Spanyol.[7] Pendirian Dinasti Muwahhidun juga diawali oleh kampanye anti Dinasti Murabithun. Ibnu Tumart didukung oleh Abdul Mukmin kemudian menguasai Kordoba pada tahun 515 H. Mereka kemudian menjadikan Kordoba sebagai pusat Dinasti Muwahhidun di Andalusia.[9]

Perluasan wilayah kekuasaan

[sunting | sunting sumber]

Muhammad Ibnu Tumart wafat pada tahun 1128 M.[7] Ia dikuburkan di Tianmal.[8] Setelah wafatnya Muhammad Ibnu Tumart, Dinasti Muwahhidun dipimpin oleh Abdul Mukmin.[7] Ia kemudian memperluas wilayahnya ke Spanyol. Dinasti Murabhitin saat itu masih memiliki kekuasaan di Spanyol dan Afrika Utara.[7] Pada tahun 514 H, Abdul Mukmin berhasil menguasai wilayah Dinasti Murabithun di Marrakesh. Ia kemudian menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahannya yang kedua.[9] Dinasti Murabithun akhirnya runtuh pada tahun 1143 M.[7] Wilayah tersebut kemudian berganti pemegang kekuasaannya ke Dinasti Muwahhidun.[10]

Masa keemasan

[sunting | sunting sumber]

Dinasti Muwahhidun menjadi dinasti yang memiliki kekuasaan yang besar selama periode 1146–1235 M.[11] Wilayah Kordoba, Almeria dan Granada dikuasai oleh Dinasti Muwahhidun pada tahun 1154. Kota-kota tersebut merupakan kota berpenduduk muslim. Kekuatan pasukan umat Kristen di Spanyol dihadang hingga beberapa dekade berikutnya. Kondisi demikian menyebabkan wilayah Dinasti Muwahhidun mengalami kemajuan.[7]

Pada tahun 568 H atau 1173 H, kota Sevilla telah menjadi pusat bagi kaum sufi di kawasan Andalusia.[12] Selama masa keemasan Dinasti Muwahhidun, ada dua tokoh sufi mistik, yaitu Ibnu Arabi dan Abu Hasan Ash-Shadili.[13]

Struktur pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Struktur pemerintahan di Dinasti Muwahhidun terdiri dari khalifah, dewan menteri, senat, dewan perwakilan rakyat, dewan ulama senior, dewan ulama junior, dewan keluarga istana, pasukan kabilah inti dan prajurit. Pemilihan khalifah ditetapkan oleh dewan menteri. Dewan menteri merupakan kedudukan tertinggi dengan status dewan di Dinasti Muwahhidun.[14]

Dinasti Muwahhidun dapat mempertahankan kekuasaannya sekitar 122 tahun. Selama itu, sultan-sultan yang menjadi pemimpinnya yaitu:[15]

  • Abdul Mukmin
  • Abu Yaqub
  • Abu Yusuf Yaqub
  • Muhammad al-Nashir
  • Al-Mansur
  • Al-Makhlu
  • Al-'Adil
  • Al-Mu'tasim
  • Al-Makmun
  • Al-Rashi
  • Al-Said
  • Al-Murtadla
  • Al-Wasiq

|}

Abdul Mukmin

[sunting | sunting sumber]

Abdul Mukmin merupakan khalifah pertama dari Dinasti Muwahhidun. Ia adalah murid dari Ibnu Tumart. Pengangkatannya sebagai khalifah dilakukan setelah kematian gurunya yang dirahasiakan. Gurunya wafat pada tahun 524 H dan Abdul Mukmin diangkat sebagai khalifah pada tahun 529 H.[16]

Abu Yaqub Yusuf

[sunting | sunting sumber]

Abu Yaqub Yusuf adalah putra dari Abdul Mukmin. Ia memerintah menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 558 H.[9] Abu Yaqub Yusuf dikenal sebagai khalifah yang menggemari ilmu filsafat. Ia sering melakukan diskusi dengan Ibnu Rusyd dan Ibnu Thufail. Diskusinya dalam bentuk komentar atas pendapat-pendapat dari Aristoteles dan Plato. Selain itu, Abu Yaqub Yusuf meyukai diskusi mengenai pemikiran para teolog, terkhusus teologi Asy'ariyah.[17]

Wilayah Dinasti Muwahhidun meluas hingga ke Andalusia dimulai pada pasa Abu Yaqub Yusuf. Ia menaklukkan banyak wilayah selama masa kekuasaannya. Abu Yaqub Yusuf menguasai Almeria pada tahun 1156. Wilayah Granada hingga ke Lembah Jeni ditaklukkannya dalam waktu 4 tahun sejak 1156 hingga 1160 M. Pada tahun 565 H atau 1170 M, ia menguasai Toledo. Kemudian pada tahun 1180 M, Andalusia bagian barat berhasil dikuasainya. Wilayah terakhir yang ditaklukkannya adalah Syantarin di Andalusia.[18]

Abu Yaqub Yusuf memerintah hingga ia wafat pada tahun 580 H.[9] Ia wafat setelah menderita luka parah akibat perang di Lisabon melawan pasukan Kristen. Lisabon berhasil dikuasai dan ia wafat ketika pertempuran masih berlangsung.[19]

Pemerintahan Dinasti Muwahhidun berada dalam kekuasaan Abu Yaqub Yusuf sejak tahun 1163 M hingga 1184 M.[20] Selama memerintah, ia membuat kemajuan di bidang militer dan ilmu pengetahuan. Di bidang militer, ia bekerja sama dengan Salahuddin Al-Ayyubi untuk mengusir pasukan salib dari Mesir. Sedangkan di bidang ilmu pengetahuan, ia menghasilkan cendekiawan dan ulama di berbagai bidang. Di bidang filsafat ada Ibnu Rusyd dan Ibnu Thufail. Di bidang kesehatan ada Abi Bakar bin Zuhr. Di bidang fikih ada Abu Bakar al-Jadd dan di bidang ilmu nahwu ada Ibnu Malik.[18]

Abu Yusuf Yaqub Al-Mansur

[sunting | sunting sumber]

Abu Yusuf Yaqub Al-Mansur adalah putra dari Abu Yaqub Yusuf. Ia memerintah sejak tahun 580 H hingga tahun 595 H.[9] Pada masa pemerintahan Abu Yusuf Yaqub al-Mansur, Dinasti Muwahhidun mengalami banyak kemajuan. Kemajuan ini berlanjut selama beberapa dekade setelah masa pemerintahannya.[21] Ia dikenal sangat dekat dengan para fukaha dan masyarakat awam.[9]

Pemerintahannya dikenal karena banyaknya pemberontakan yang terjadi dan berhasil diatasinya. Pemberontakan ini dilakukan oleh muslim maupun pengikut ajaran Kristen. Selama masa pemerintahannya, Abu Yusuf Yaqub Al-Mansur menawan lebih dari 13 ribu orang Kristen.[19]

Muhammad bin Ya'qub al-Nashir

[sunting | sunting sumber]

Muhammad bin Ya'qub al-Nashir merupakan khalifah yang lemah. Ia baru berusia 17 tahun ketika menjabat sebagai khalifah Dinasti Muwahhidun, Karena itu, tugas-tugasnya sebagai khalifah diserahkan kepada para menterinya. Pada masa pemerintahannya, para menteri memulai persaingan. Hal ini membuat timbulnya pemberontakan di wilayah-wilayah Spanyol yang telah ditaklukkan. Pasukan Kristen berhasil menguasai kembali beberapa kota di Spanyol.[22]

Dinasti Muwahhidun menetapkan misi untuk menegakkan ajaran Islam yang murni. Perhatian utamanya adalah transendensi ketuhanan dan tauhid. Dinasti Muwahhidun juga menetapkan supremasi hukum berdasarkan kepada Al-Qur'an dan hadis. Selain itu, Dinasti Muwahhidun juga mengadakan reformasi moral.[23]

Dinasti Muwahhidun memerintah dengan menolak Mazhab Maliki. Mereka hanya meyakini ajaran Islam yang murni. Kondisi ini membuat penganut Kristen dan Yahudi di Andalusia mengalami keterpurukan. Selain kondisi perang dengan Katolik yang memperburuk kehidupan penganut Kristen dan Yahudi di Andalusia, Dinasti Muwahhidun juga bersikap intoleran. Namun, Dinasti Muwahhidun sangat memberikan keleluasaan di bidang pemikiran filsafat.[24]

Pejabat penting

[sunting | sunting sumber]

Filsuf dan dokter istana

[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Abu Yaqub Yusuf di Dinasti Muwahhidun, terdapat dua dokter istana yang berprofesi juga sebagai filsuf. Keduanya bernama Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail. Abu Yaqub Yusuf dikenal sebagai khalifah yang menggemari filsafat dan sains. Karena kegemarannya, ia kemudian menjadi pendukung filsuf lainnya yaitu Ibnu Rusyd. Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail kemudian menjadi pengajar filsafat bagi Ibnu Rusyd. Abu Yaqub Yusuf mempekerjakan Ibnu Rusyd sejak pertemuan pertama mereka pada tahun 1169 M.[25]

Pendiri Dinasti Muwahhidun yaitu Ibnu Tumart memberikan jabatan qadi kepada Ibnu Rusyd. Jabatan ini diberikan ketika ia menguasai Kordoba. Selama menjabat, Ibnu Rusyd ditugaskan pula untuk menafsirkan kitab-kitab Yunani Kuno karangan Aristoteles.[26]

Jabatan sebagai qadi di Sevilla diberikan kepada Ibnu Rusyd selama masa pemerintahan Abu Yaqub Yusuf. Pemberian jabatan ini terjadi setelah pertemuan perdana mereka. Saat bertugas sebagai qadi, Ibnu Rusyd juga diminta untuk mengulas karya-karya dari Aristoteles. Pekerjaan ini dilaksanakan selama dua tahun. Setelah menyelesaikan tugasnya, Ibnu Rusyd ditunjuk sebagai ketua Mahkamah Agung di Kordoba.[17]

Jabatan yang diberikan oleh Abu Yaqub Yusuf kepada Ibnu Rusyd kemudian berakhir setelah 10 tahun wafatnya Abu Yaqub Yusuf. Ia wafat pada tahun 1184. Pemberhentian Ibnu Rusyd sebagai dokter istana dan filsuf Dinasti Muwahhidun terjadi pada masa pemerintahan anak Abu Yaqub Yusuf yaitu Yaqub bin Yusuf.[27]

Arsitektur

[sunting | sunting sumber]

Kemajuan arsitektur Dinasti Muwahhidun ditandai dengan bangunan-bangunan yang didirikan. Beberapa bangunan ini yaitu Monumen Giralda, Masjid Agung Seville, Bab Aquwnaou, Masjid Al-Kutubiyah, menara-menara di Marakiyah dan Menara Hasan di Rabbath.[28]

Pada masa pemerintahan Abu Yusuf Yakub al-Mansur juga dubangun Rumah Sakit Marrakesh. Pembangunannya di Marrakesh, Maroko. Rumah sakit ini dikelilingi dengan pohon buah yang berbau wangi. Rumah Sakit Marrakesh memiliki saluran air yang mengaliri seluruh bagian rumah sakit dan berkumpul ke empat kolam. Di pusat kolam terdapat marmer putih dan beragam furnitur dari bahan wol, katun, sutra dan kulit samak. Rumah Sakit Marrakesh dilengkapi dengan apotek yang digunakan untuk membuat ramuan, minuman, minyak dan alkohol.[29]

Dinasti Muwahhidun berhasil menjalin hubungan perdagangan melalui Perjanjian Pisa dengan Italia. Perjanjian ini ditetapkan pada tahun 1154 M. Pada Perjanjian Pisa terdapat tiga wilayah yang bekerja sama dengan Dinasti Muwahhidun, yaitu Marseie, Vonce dan Pisa. Kemudian pada tahun 1157 M terbentuk lagi perjanjian dagang antara Dinasti Muwahhidun dengan penguasa wilayah Sisilia. Perjanjian ini disebut sebagai Perjanjian Sisilia. Isinya berkaitan dengan ketentuan perdagangan, izin mendirikan bangunan seperti gudang, kantor dan loji, serta cara melakukan pemungutan pajak.[28]

Keruntuhan

[sunting | sunting sumber]

Keruntuhan Muwahhidun sebagai sebuah kekuasaan berawal dari penerapan akidah Ibnu Tumart yang lemah. Akidah tersebut kemudian semakin melemah pada masa khalifah-khalifah berikutnya, yaitu Abdul Mukmin bin Ali, Yusuf bin Abdul Mukmin, dan Yakub Al-Manshur. Keruntuhan ini berbanding terbalik dengan masa keemasan yang dicapai oleh Muwahhidun dengan puncaknya pada masa pemerintahan Yakub Al-Manshur.[30]

Kekuasaan Muwahhidun mulai berakhir setelah kekalahan pasukannya dalam Perang Al-Iqab. Perang ini beralngsung di Andalusia antara pasukan Dinasti Muwahhidun dengan Pasukan Salib. Pasukan Salib terdiri dari pasukan gabungan yang berasal dari wilayah Prancis, Inggris, Jerman dan Italia. Pasukan Dinasti Muwahhidun dipimpin oleh al-Nashir ibnu al-Manshur Billah. Jumlah pasukannya sekitar 500 ribu orang.[31]

Pada tahun 1212 M, pasukan dari Dinasti Muwahhidun mengalami kekalahan di Spanyol. Kekalahan ini berakibat pada pelepasan beberapa wilayah Dinasti Muwahhidun di Spanyol pada tahun 1235. Dinasti Muwahhidun kemudian memfokuskan kembali pemerintahannya di wilayah Afrika Utara pada tahun yang sama.[7]

Wilayah kekuasaan Dinasti Muwahhidun di Spanyol kemudian dikuasai kembali oleh penguasa lokal muslim. Kondisi ini membuat kekuatan pasukan Kristen mengalami peningkatan dalam melawan pasukan muslim di Spanyol. Pada tahun 1238, Kordoba dikuasai oleh penguasa Kristen di Spanyol. Kemudian, dilanjutkan dengan direbutnya Sevilla pada tahun 1248. Kekuasaan Islam yang tersisa di Spanyol pada masa itu hanya Granada.[32]

Faktor lain yang mempengaruhi keruntuhan Dinasti Muwahhidun adalah terjadinya perebutan tahta di kalangan keluarga kerajaan. Berkurangnya pengawasan dan pengendalian atas penguasa lokal juga menjadi faktor keruntuhannya. Selain itu, keruntuhan Dinasti Muwahhidun dipengaruhi oleh hilangnya tradisi disiplin. Ideologi Ibnu Tumart juga mulai dilupakan dan namanya tidak lagi disebutkan dalam dokumen kenegaraan. Namanya juga tidak lagi dicantumkan dalam mata uang.[22]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-11. Diakses tanggal 2013-09-14. 
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-11. Diakses tanggal 2013-09-14. 
  3. ^ Le Moyen Âge, XIe- XVe siècle, par Michel Kaplan & Patrick Boucheron. p.213, Ed. Breal 1994 (ISBN 2-85394-732-7)[1]
  4. ^ (Prancis) P. Buresi, La frontière entre chrétienté et islam dans la péninsule Ibérique, pp.101-102. Ed. Publibook 2004 (ISBN 9782748306446)
  5. ^ a b c d e f g h i j Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 164
  6. ^ "AlMohads". Encyclopedia Britannica. Diakses tanggal 27 juni 2014. 
  7. ^ a b c d e f g h Qoyum, dkk. 2021, hlm. 292.
  8. ^ a b c Usmani, Ahmad Rofi' (2015). Jejak-Jejak Islam. Sleman: Penerbit Bunyan. hlm. 358. ISBN 978-602-7888-79-1. 
  9. ^ a b c d e f Said, Imam Ghazali (2017). Kitab-Kitab Karya Ulama Pembaharu: Biografi, Pemikiran dan Gerakan (PDF). Surabaya: PT. Duta Aksara Mulia. hlm. 47. ISBN 978-602-96415-3-0. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-11-23. Diakses tanggal 2022-08-01. 
  10. ^ Nasution 2013, hlm. 171.
  11. ^ Qoyum, dkk. 2021, hlm. 291.
  12. ^ Rahman, Fadli (2008). Nawawi, Ahmad, ed. Tentang Tuhan: Ontologi Ilahi dalam Wacana Sufi (PDF). Malang: Institute for Strengthening Transition Society Studies. hlm. 31. ISBN 978-979-3580-22-7. 
  13. ^ Alkhateeb, Firas (2016). Merebut Kembali Kejayaan Peradaban Islam. hlm. 186. 
  14. ^ Aizid 2017, hlm. 326.
  15. ^ al-Azizi, Abdul Syukur (2017). Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah. hlm. 335. ISBN 978-602-61834-6-0. 
  16. ^ al-Akiti, Ayman (6 Juli 2021). "Ketokohan al-Imam Ibn Tumart" (PDF). Utusan Malaysia. hlm. 22. Diakses tanggal 1 Agustus 2022. 
  17. ^ a b Mustofa 2019, hlm. 49.
  18. ^ a b Aizid 2021, hlm. 402.
  19. ^ a b Aizid 2017, hlm. 325.
  20. ^ Soleh, Khudori (2016). FIlsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (PDF). Sleman: Ar-Ruzz Media. hlm. 156. ISBN 978-602-313-056-6. 
  21. ^ Syauqi, A., dkk. (2016). Badrian, ed. Sejarah Peradaban Islam (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 73. 
  22. ^ a b Aizid 2021, hlm. 403.
  23. ^ Almirzanah, Syafa'atun (2009). When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani - Muslim. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 11. ISBN 978-979-22-4272-0. 
  24. ^ Kuru, Ahmed T. (2020). Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan. Diterjemahkan oleh Prasetyo, Febri Ady. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 233–234. ISBN 978-602-481-517-2. 
  25. ^ Mustofa 2019, hlm. 48.
  26. ^ Ryadi, Agustinus (2013). Kesadaran Akan Immortalitas Jiwa Sebagai Dasar Etika: Pengantar Filsafat di dalam Islam (PDF). Sidoarjo: Zifatama Publishing. hlm. 51. ISBN 978-602-17546-8-9. 
  27. ^ Mustofa 2019, hlm. 50-52.
  28. ^ a b Aizid 2017, hlm. 327.
  29. ^ Al-Qaradhawi, Yusuf (2005). Akaha, Abduh Zulfidar, ed. Distorsi Sejarah Islam. Diterjemahkan oleh Riswanto, Arif Munandar. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 173. ISBN 979-592-314-5. 
  30. ^ Zaghrut, Fathi. Artawijaya, ed. Tragedi-Tragedi Besar dalam Sejarah Islam: Runtuhnya Baghdad, Andalusia, Turki Utsmani dan Baitul Maqdis. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 605. ISBN 978-979-592-979-6. 
  31. ^ Ibrahim, Q. A., dan Saleh, M. A. (2014). Buku Pintar Sejarah Islam. Jakarta: Zaman. hlm. 540. ISBN 978-602-17919-5-0. 
  32. ^ Nasution 2013, hlm. 171-172.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]