Lompat ke isi

Ekranisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ekranisasi adalah proses perubahan, pengadaptasian, atau transformasi bentuk karya sastra novel ke dalam bentuk film.[1][2][3] Istilah ekranisasi berasal dari kata dalam bahasa Prancis, yaitu ecran yang berarti layar, maka ekranisasi juga disebut dengan pelayarputihan atau pengangkatan novel menjadi film layar lebar.[4] Ekranisasi merupakan sebuah upaya untuk memvisualisasikan kata-kata yang tersusun di dalam karya sastra yang dibaca menjadi sebuah film yang dapat disaksikan.[1] Semua unsur pembangun novel, seperti tokoh, penokohan, alur, latar, dan gaya bahasa, disampaikan dengan bahasa tulis atau susunan kata-kata. Sementara itu, film disusun melalui proses penggabungan beragam seni, seperti seni peran, musik, hingga fotografi sehingga diperoleh bentuk audiovisual.[5] Ekranisasi sebagai proses kreatif dapat memperkaya khazanah sastra Indonesia.[1]

Ekranisasi melibatkan dua buah bentuk karya seni, yaitu novel dan film. Kedua karya tersebut memiliki kesamaan yang terletak pada unsur intrinsik (dalam), yaitu tema, alur, tokoh atau pemeran, penokohan, watak, latar (tempat, waktu, suasana, dan sosial), dan sudut pandang.[6] Sementara itu, perbedaan dari novel dan film terletak pada unsur ekstrinsik (luar). Novel disusun oleh satu orang penulis, sedangkan film dibuat oleh sekelompok orang, seperti sutradara, produser, penulis naskah, aktor, aktris, kamerawan, penata rias, penata busana, penata cahaya, dan sebagainya.[6] Selain itu, novel secara keseluruhan disampaikan dengan bahasa tulis dalam menggambarkan tokoh, watak, hingga latar secara deskriptif, sedangkan film tidak bergantung pada bahasa, misalnya diperlihatkan gambar lokasi tertentu untuk latar tempat hingga perilaku tokoh yang ditampilkan pemeran untuk menggambarkan karakter tokohnya.[6] Dengan kata lain, film disampaikan melalui gerak, sedangkan novel disampaikan melalui teks.[2] Oleh karena itu, terdapat beberapa perubahan yang terjadi dalam ekranisasi.

Bentuk perubahan

[sunting | sunting sumber]

Transformasi bentuk novel menjadi sebuah film akan menimbulkan berbagai perubahan, maka ekranisasi disebut juga proses perubahan.[3][6] Namun, perubahan tersebut tidak mengaburkan inti cerita. Perubahan yang terjadi merupakan bentuk penyesuaian dengan mempertimbangkan panjangnya novel dan film berdurasi terbatas serta perbedaan posisi antara pembaca (novel) dan penonton (film).[7] Bentuk perubahan tersebut di antaranya sebagai berikut.

Penambahan

[sunting | sunting sumber]

Penambahan berkaitan dengan hasil penafsiran penulis naskah dan sutradara terhadap novel. Hal-hal yang ditambahkan dapat berupa penambahan tokoh atau peristiwa yang dianggap penting, relevan, dan dapat menguatkan isi cerita.[5][7]

Penciutan

[sunting | sunting sumber]

Penciutan berarti menghilangkan atau memotong beberapa bagian yang dimuat pada novel dengan tidak memunculkannya pada film karena dinilai kurang penting. Penulis skenario atau sutradara telah memilah dan memilih beberapa bagian atau informasi yang penting untuk ditampilkan dalam film. Selain itu, pertimbangan waktu atau durasi pemutaran film yang terbatas menyebabkan terjadinya penciutan sehingga tidak semua bagian pada novel dapat dipindahkan ke dalam film.[5][7]

Pemunculan Variasi

[sunting | sunting sumber]

Adanya variasi berhubungan dengan kreativitas para sineas dalam menyajikan jalannya cerita pada sebuah film.[7] Variasi ini muncul karena perbedaan penggunaan alat dan media ataupun cara penyajian cerita, misalnya cerita di novel diawali dari masa kecil, tetapi di film diawali dengan tokoh pada masa tua yang mengenang masa kecilnya.[5][7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Praharwati, Dyan Wahyuning; Romadhon, Sahrul (2017-07-30). "EKRANISASI SASTRA: APRESIASI PENIKMAT SASTRA ALIH WAHANA". Buletin Al-Turas. 23 (2): 267–285. doi:10.15408/bat.v23i2.5756. ISSN 2579-5848. 
  2. ^ a b Saputra, Nanda (2020). EKRANISASI KARYA SASTRA DAN PEMBELAJARANNYA. Surabaya: Jakad Media Publishing. hlm. 4. ISBN 978-623-6551-96-7. 
  3. ^ a b Ridwan, Ahmad Dimyati. Teori Sastra Klasik & Kontemporer. GUEPEDIA. hlm. 210. 
  4. ^ M.Si, Suradi (2023-02-01). Perspektif Komunikasi, Media Digital, Dan Dinamika Budaya. Prenada Media. hlm. 131. ISBN 978-623-384-319-5. 
  5. ^ a b c d Karma, Rudi; Saadillah, Andi (2021-10-30). "Ekranisasi dan Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah". Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra (dalam bahasa Inggris). 7 (2): 696–704. doi:10.30605/onoma.v7i2.1380. ISSN 2715-4564. 
  6. ^ a b c d R, Herman (2017). "Ekranisasi, Sebuah Model Pengembangan Sastra Indonesia". SUSASTRA: Jurnal Ilmu Susastra dan Budaya (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 16–27. doi:10.51817/susastra.v6i1.42. ISSN 2580-636X. 
  7. ^ a b c d e Anwar, Saeful (2024). Ruang-Ruang Kemungkinan dalam Kritik Sastra Akademik - Jejak Pustaka. Jejak Pustaka. hlm. 69. ISBN 978-623-183-817-9.