Elastisitas permintaan
Dalam ilmu ekonomi, elastisitas permintaan atau price elasticity of demand (PED) adalah ukuran perubahan jumlah permintaan barang (jumlah barang akan dibeli oleh pembeli) terhadap perubahan harga barang itu.[1] Pada umumnya, jika harga barang naik, kesediaan pembeli untuk membeli barang tersebut akan menurun. Namun, tingkat perubahan ini berbeda-beda: untuk barang tertentu, kenaikan harga yang kecil akan pengakibatkan permintaan turun dengan drastis, sedangkan untuk barang lain pembeli tetap bersedia membelinya sekalipun harganya naik dengan tajam. Dalam ilmu ekonomi, perbedaan ini diukur sebagai elastistias. Lebih gamblangnya, elastisitas permintaan menunjukkan persentase perubahan jumlah permintaan jika terjadi kenaikan harga 1% dan semua hal lain tetap sama.
Karena jumlah permintaan hampir selalu turun jika harga naik, elastisitas permintaan biasanya bernilai negatif, walaupun para praktisi kadang tidak menulis tanda negatif tersebut. Permintaan suatu barang dikatakan bersifat elastis jika elastisitasnya lebih besar dari 1, artinya kenaikan harga sebesar 1% menghasilkan penurunan permintaan yang lebih besar dari 1%. Sebaliknya, permintaan inelastis adalah permintaan dengan elastisitas lebih kecil dari 1. Selain itu, terdapat klasifikasi permintaan elastis sempurna memiliki elastisitas ∞ elastis uniter (elastitas 1), inelastis sempurna (0) dan elastis sempurna (∞). Segelintir barang memiliki elastisitas positif, sehingga merupakan anomali hukum permintaan, misalnya barang-barang yang merupakan simbol status ("Barang Veblen") atau Barang Giffen.
Dalam teori ekonomi, pendapatan penjual mencapai titik maksimal saat harga diatur sedemikian rupa sehingga elastisitas permintaannya menjadi uniter (1). Elastisitas permintaan juga dapat digunakan untuk memprediksi efek atau beban yang ditimbulkan oleh pajak terhadap barang tersebut.[2] Terdapat beberapa metide untuk mengukur elastisitas permintaan di dunia nyata, termasuk analisis data rekaman penjualan, model-model yang dihasilkan oleh survei konsumen, serta analisis gabungan dari peringkat acuan konsumen.
Faktor penentu
[sunting | sunting sumber]Faktor utama yang menentukan elastisitas permintaan adalah kemampuan dan kesediaan konsumen untuk menunda konsumsi atau mencari barang substitusi (pengganti) saat terjadi perubahan harga. Lebih lanjut lagi, kemampuan atau kesediaan ini dapat dianalisis menjadi beberapa faktor:[3]
- Ketersediaan barang pengganti
Semakin banyak barang substitusi yang tersedia, permintaan akan cenderung semakin elastis, karena pembeli dapat membeli barang lain bahkan jika harga berubah sedikit saja.[3][4][5] Ini disebut efek substitusi dan pengaruhnya sangat besar kepada elastisitas.[6] Jika tidak ada pengganti yang cocok, efek substitusi menjadi mengecil dan permintaan menjadi cenderung inelastis.[6]
- Persentase dari pendapatan pembeli
Semakin tinggi harga barang jika diukur sebagai persentase dari pendapatan pembeli, elastisitas cenderung lebih tinggi, karena pembeli akan lebih berhati-hati dalam membeli barang tersebut.[3][4] Efek ini disebut efek pendapatan dan pengaruhnya cukup besar.[7] Barang-barang yang merupakan pos pengeluaran kecil cendering memiliki permintaan inelastis.[7]
- Kebutuhan
Semakin penting kebutuhan akan suatu barang, permintaan cenderung menjadi inelastis karena pembeli akan membelinya tanpa memperdulikan harga. Contohnya adalah obat insulin bagi mereka yang membutuhkan.[8][4]
- Durasi
Umumnya, semakin lama perubahan harga barang bertahan, elastisitas akan semakin tinggi, karena konsumen memiliki waktu dan kesediaan untuk mengubah perilaku konsumsinya.[3][5] Sebagai contoh, jika harga bahan bakar minyak (BBM) naik, dalam jangka pendek konsumen akan tetap membutuhkannya dan membelinya dengan jumlah yang sama. Namun, jika harga yang tinggi bertahan lama, konsumen akan mencari cara untuk mengurangi kebutuhan BBM-nya, misalnya dengan menggunakan kendaraan umum, atau membeli kendaraan yang lebih hemat BBM.[4]
- Loyalitas merek
Loyalitas terhadap suatu merek dapat mengurangi sensitivitas terhadap perubahan harga, sehingga permintaan menjadi inelastis. Loyalitas ini dapat terjadi karena kebiasaan atau karena adanya penghalang untuk berganti merek.[9][10]
- Pembayar
Jika pembelian dibayar oleh pihak lain, permintaan menjadi cenderung inelastis, misalnya pengeluaran dinas yang ditanggung perusahaan atau negara.[10]
- Barang yang adiktif
Barang-barang yang bersifat adiktif atau dapat menyebabkan kecanduan cenderung memiliki permintaan inelastis, karena konsumen yang sudah kecanduan akan "terpaksa" untuk membelinya sekalipun harganya berubah drastis. Contohnya adalah rokok, minuman keras, atau heroin.
- Luasnya definisi barang yang diukur
Nilai elastisitas suatu barang tergantung kepada definisi barang yang diukur. Misalnya, suatu menu makanan di sebuah rumah makan (definisi sempit) memiliki elastisitas tinggi karena banyaknya substitusi (yaitu jenis makanan lain atau rumah makan lain), sedangkan jika yang diukur makanan secara umum (definisi luas), elastisitasnya kecil karena tidak ada penggantinya.[9]
Contoh elastisitas permintaan
[sunting | sunting sumber]Elastisitas permintaan mengukur seberapa besar kepekaan perubahan jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga. Ketika harga sebuah barang turun, jumlah permintaan terhadap barang tersebut biasanya naik. Semakin rendah harganya, semakin banyak barang itu dibeli. Elastisitas permintaan ditunjukan dengan rasio persen perubahan jumlah permintaan dan persen perubahan harga.[1]
Ketika elastisitas permintaan suatu barang menunjukkan nilai lebih dari 1, maka permintaan terhadap barang tersebut dikatakan elastis di mana besarnya jumlah barang yang diminta sangat dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga. Sementara itu, barang dengan nilai elastisitas kurang dari 1 disebut barang inelastis, yang berarti pengaruh besar-kecilnya harga terhadap jumlah-permintaan tidak terlalu besar.[1]
Sebagai contoh, jika sepeda motor memiliki elastisitas permintaan sebesar 2, maka sepeda motor tersebut dikelompokan sebagai barang elastis karena nilai elastisitasnya lebih dari 1. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan atas sepeda motor sangat dipengaruhi oleh besarnya harga yang ditawarkan. Contoh elastisitas permintaan dapat dilihat di tabel berikut.[1][11]
Koefisien | Elastisitas | Keterangan | Contoh |
---|---|---|---|
n = 0 | Inelastis sempurna | Walaupun terjadi perubahan harga, perubahan barang yang diminta tetap sama (tidak berubah) | Tanah, air |
0 < n < 1 | Inelastis | Konsumen kurang peka terhadap perubahan harga sebesar 1%, sehingga terjadi perubahan barang yang diminta sebesar <1% | Kebutuhan primer/pokok |
n = 1 | Elastis uniter | Setiap perubahan harga sebesar 1%, terjadi perubahan barang yang diminta sebesar 1% | Kebutuhan sekunder |
1 < n < ∞ | Elastis | Konsumen peka terhadap perubahan harga sebesar 1%, sehingga terjadi perubahan barang yang diminta sebesar >1% | Barang-barang elektronik dan mewah |
n = ∞ | Elastis sempurna | Walaupun tidak terjadi perubahan harga, perubahan barang yang diminta selalu berubah-ubah | BBM, Sembako |
Untuk barang-barang normal, penurunan harga akan berakibat pada peningkatan jumlah permintaan. Permintaan terhadap sebuah barang dapat dikatakan inelastis bila jumlah barang yang diminta tidak dipengaruhi oleh perubahan harga. Barang dan jasa yang tidak memiliki substitusi biasanya tergolong inelastis. Permintaan terhadap antibiotik, misalnya, dikatakan sebagai permintaan inelastis karena tidak ada barang lain yang dapat menggantikannya. Daripada mati terinfeksi bakteri, pasien biasanya lebih memilih untuk membeli obat ini berapapun biayanya. Sementara itu, semakin banyak sebuah barang memiliki barang substitusi, semakin elastis barang tersebut.
Meskipun permintaan inelastis sering diasosiasikan dengan barang "kebutuhan," banyak juga barang yang bersifat inelastis meskipun konsumen mungkin tidak "membutuhkannya." Permintaan terhadap garam, misalnya, menjadi permintaan inelastis bukan karena konsumen sangat membutuhkannya, melainkan karena harganya yang sangat murah.
Definisi matematis
[sunting | sunting sumber]Adalah rumus yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien elastisitas permintaan .[1]
atau menggunakan kalkulus turunan:
atau bisa juga:
dimana:
- = harga
- = jumlah
- = jumlah permintaan
- = harga permintaan
Contoh perhitungan
[sunting | sunting sumber]Suatu barang memiliki harga Rp10.000 berubah menjadi Rp5.000, sehingga jumlah barang yang diminta berubah dari 5 unit menjadi 8 unit, maka elastistasnya sebesar.[12]
; Dapat diambil kesimpulan bahwa barang tersebut memiliki elastisitas permintaan sebesar 1,2 dan termasuk ke kategori elastisitas elastis.
Faktor yang memengaruhi
[sunting | sunting sumber]Elastisitas permintaan tidak dapat berubah dengan sendirinya, setiap barang memiliki karakteristiknya sehingga dipengaruhi oleh jumlah yang diminta dan harga yang ditetapkannya agar terjadinya keseimbangan pasar. Faktor yang memengaruhi barang di elastisitas permintaan yakni:[11]
- Ketersediaan dan kemampuan barang subtitusi.
- Intensitas kebutuhan setiap barang berbeda-beda, sehingga kategori elasitistas juga berbeda, contohnya kebutuhan primer dengan kebutuhan tersier akan memiliki perbedaan elastisitas
- Pendapatan konsumen. Jika pendapatan konsumen relatif besar dibandingkan dengan harga barang, permintaan akan inelastis.
- Barang yang sudah menjadi kebiasaan untuk dipergunakan. Pembeli tetap akan membelinya meskipun barang tersebut harganya akan naik.
Pajak
[sunting | sunting sumber]Pajak dapat memengaruhi elastisitas permintaan melalui pajak langsung (direct taxes) dan pajak tidak langsung (indirect taxes). Penambahan pajak mengakibatkan perubahan keseimbangan pasar sehingga jumlah harga barang tersebut meningkat, tetapi jumlah barang yang diminta menurun.[13]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e Fair, Ray C., Karl E. Case. (1999). Principles of economics. Jakarta: Prehalindo.
- ^ Anindya Utami, Fajria (22 Desember 2020). "Apa Itu Elastisitas Permintaan?". wartaekonomi.co.id. Warta Ekonomi. Diakses tanggal 16 Oktober 2023.
- ^ a b c d Parkin; Powell; Matthews (2002). pp.77-9.
- ^ a b c d Walbert, Mark. "Tutorial 4a". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-04. Diakses tanggal 27 February 2010.
- ^ a b Goodwin, Nelson, Ackerman, & Weisskopf (2009).
- ^ a b Frank (2008) 118.
- ^ a b Frank (2008) 119.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaparkin75
- ^ a b Gillespie, Andrew (2007). p.48.
- ^ a b Png, Ivan (1999). p.62-3.
- ^ a b Kusumawardani, Dewi (2009). Ekonomi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 202. ISBN 978-979-068-199-6.
- ^ Nurcahyaningtyas (2009). Ekonomi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 322.
- ^ "ELASTISITAS". web-suplemen.ut.ac.id. Diakses tanggal 2020-10-09.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Arnold, Roger A. (17 December 2008). Economics. Cengage Learning. ISBN 978-0-324-59542-0. Diakses tanggal 28 February 2010.
- Ayers; Collinge (2003). Microeconomics. Pearson. ISBN 978-0-536-53313-5.
- Brownell, Kelly D.; Farley, Thomas; Willett, Walter C.; Popkin, Barry M.; Chaloupka, Frank J.; Thompson, Joseph W.; Ludwig, David S. (15 October 2009). "The Public Health and Economic Benefits of Taxing Sugar-Sweetened Beverages". New England Journal of Medicine. 361 (16): 1599–1605. doi:10.1056/NEJMhpr0905723. PMC 3140416 . PMID 19759377.
- Case, Karl; Fair, Ray (1999). Principles of Economics (edisi ke-5th). Prentice-Hall. ISBN 978-0-13-961905-2.
- Chaloupka, Frank J.; Grossman, Michael; Saffer, Henry (2002). "The effects of price on alcohol consumption and alcohol-related problems". Alcohol Research and Health. 26 (1): 22–34. PMC 6683806 . PMID 12154648.
- de Rassenfosse, Gaetan; van Pottelsberghe, Bruno (2007). "Per un pugno di dollari: a first look at the price elasticity of patents". Oxford Review of Economic Policy. 23 (4): 588–604. doi:10.1093/oxrep/grm032. Working paper on RePEc
- de Rassenfosse, Gaetan; van Pottelsberghe, Bruno (2012). "On the price elasticity of demand for patents". Oxford Bulletin of Economics and Statistics. 74 (1): 58–77. doi:10.1111/j.1468-0084.2011.00638.x. Working paper on RePEc
- Duetsch, Larry L. (1993). Industry Studies. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. ISBN 978-0-585-01979-6.
- Feldstein, Paul J. (1999). Health Care Economics (edisi ke-5th). Albany, NY: Delmar Publishers. ISBN 978-0-7668-0699-3.
- Ferguson, Charles E. (1972). Microeconomic Theory (edisi ke-3rd). Homewood, Illinois: Richard D. Irwin. ISBN 978-0-256-02157-8.
- Frank, Robert (2008). Microeconomics and Behavior (edisi ke-7th). McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-126349-8.
- Gillespie, Andrew (1 March 2007). Foundations of Economics. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-929637-8. Diakses tanggal 28 February 2010.
- Goodwin; Nelson; Ackerman; Weisskopf (2009). Microeconomics in Context (edisi ke-2nd). Sharpe. ISBN 978-0-618-34599-1.
- Gwartney, James D.; Stroup, Richard L.; Sobel, Russell S.; David MacPherson (14 January 2008). Economics: Private and Public Choice. Cengage Learning. ISBN 978-0-324-58018-1. Diakses tanggal 28 February 2010.
- Krugman; Wells (2009). Microeconomics (edisi ke-2nd). Worth. ISBN 978-0-7167-7159-3.
- Landers (February 2008). Estimates of the Price Elasticity of Demand for Casino Gaming and the Potential Effects of Casino Tax Hikes.
- Marshall, Alfred (1920). Principles of Economics. Library of Economics and Liberty. ISBN 978-0-256-01547-8. Diakses tanggal 5 March 2010.
- Mas-Colell, Andreu; Winston, Michael D.; Green, Jerry R. (1995). Microeconomic Theory. New York: Oxford University Press. ISBN 978-1-4288-7151-9.
- McConnell, Campbell R.; Brue, Stanley L. (1990). Economics: Principles, Problems, and Policies (edisi ke-11th). New York: McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-044967-1.
- Negbennebor (2001). "The Freedom to Choose". Microeconomics. ISBN 978-1-56226-485-7.
- Parkin, Michael; Powell, Melanie; Matthews, Kent (2002). Economics. Harlow: Addison-Wesley. ISBN 978-0-273-65813-9.
- Perloff, J. (2008). Microeconomic Theory & Applications with Calculus. Pearson. ISBN 978-0-321-27794-7.
- Pindyck; Rubinfeld (2001). Microeconomics (edisi ke-5th). Prentice-Hall. ISBN 978-1-4058-9340-4.
- Png, Ivan (1999). Managerial Economics. Blackwell. ISBN 978-0-631-22516-4. Diakses tanggal 28 February 2010.
- Ruffin, Roy J.; Gregory, Paul R. (1988). Principles of Economics (edisi ke-3rd). Glenview, Illinois: Scott, Foresman. ISBN 978-0-673-18871-7.
- Samuelson; Nordhaus (2001). Microeconomics (edisi ke-17th). McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-057953-8.
- Schumpeter, Joseph Alois; Schumpeter, Elizabeth Boody (1994). History of economic analysis (edisi ke-12th). Routledge. ISBN 978-0-415-10888-1. Diakses tanggal 5 March 2010.
- Sloman, John (2006). Economics. Financial Times Prentice Hall. ISBN 978-0-273-70512-3. Diakses tanggal 5 March 2010.
- Taylor, John B. (1 February 2006). Economics. Cengage Learning. ISBN 978-0-618-64085-0. Diakses tanggal 5 March 2010.
- Vogel, Harold (2001). Entertainment Industry Economics (edisi ke-5th). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-79264-6.
- Wall, Stuart; Griffiths, Alan (2008). Economics for Business and Management. Financial Times Prentice Hall. ISBN 978-0-273-71367-8. Diakses tanggal 6 March 2010.
- Wessels, Walter J. (1 September 2000). Economics. Barron's Educational Series. ISBN 978-0-7641-1274-4. Diakses tanggal 28 February 2010.