Empat Pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Empat Pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) adalah empat landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang terdiri dari landasan ideologi, konstitusi, persatuan dan kesatuan, dan semangat keberagaman sebagai modal sosial membangun kekuatan bangsa Indonesia.[1]
Empat Pilar MPR RI disosialisasikan kepada seluruh Rakyat Indonesia berdasarkan amanat pasal 5 huruf a dan huruf b, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014[2] tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ditugasi untuk memasyarakatkan Ketetapan MPR, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada masyarakat di seluruh wilayah tanah air.[1]
Pemasyarakatan empat pilar MPR RI juga selaras dengan upaya MPR RI untuk mewujudkan visi MPR yaitu "Rumah kebangsaan, pengawal ideologi pancasila dan kedaulatan rakyat.[3] Dengan visi tersebut, MPR memiliki mandat konstitusional untuk menjembatani berbagai arus perubahan, pemikiran, serta aspirasi masyarakat dan daerah. sebagai lembaga negara pembentuk konstitusi, MPR akan mengawal ideologi Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NKRI Tahun 1945.[4]
Empat pilar MPR RI terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dasar Hukum
[sunting | sunting sumber]- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014[2] tentang MPR, DPR, DPD, DAN DPRD Pasal 5 huruf a dan b, Pasal 11 huruf c.
- Peraturan MPR RI NOMOR 1 TAHUN 2014 Tentang Tata Tertib MPR RI Pasal 6 huruf a dan b, Pasal 13 huruf c.
- INPRES NO.6 TAHUN 2005 Tentang Dukungan Kelancaran pelaksanaan Sosialisasi UUD NRI Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR.
Empat Pilar MPR RI
[sunting | sunting sumber]Pancasila
[sunting | sunting sumber]Lihat juga: Pancasila
Pancasila berkedudukan sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia, pandangan hidup (way of life), filosofische grondslag yaitu sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang mendalam, dan pemersatu bangsa.[5]
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia berarti Pancasila menjadi dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara dan seluruh warga negara Indonesia. Di samping itu, Pancasila perlu memayungi proses reformasi untuk diarahkan pada 'reinventing and rebuilding' Indonesia dengan berpegangan pada perundang-udangan yang juga berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara.[6]
Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011[7] tentang pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[4] dan sekaligus sebagai dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[sunting | sunting sumber]Lihat juga: Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan tertinggi serta merupakan puncak dari seluruh peraturan perundang-undangan. Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat
Negara Kesatuan Republik Indonesia
[sunting | sunting sumber]Lihat juga: NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk dari negara Indonesia, dimana negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya adalah republik, kenapa NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia.
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 disebutkan negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk republik. Dalam pembangunan karakter bangsa dibutuhkan komitmen terhadap NKRI. Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia dalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI. Bukan karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Maka rasa cinta terhadap tanah air perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa melalui pengembangan sikap demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pembangunan karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, bukan memecah belah NKRI.
Bhinneka Tunggal Ika
[sunting | sunting sumber]Lihat juga: Bhinneka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika memiliki arti walau berbeda-beda namun namun tetap satu jua. Semboyan ini merupakan semboyan negara Indonesia yang pertama kali dicetuskan oleh Mpu Tantular.
Semboyan ini kemudian dituangkan Mpu Tantular dalam karyanya dengan bunyi ‘Bhinna Ika Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa’. Mpu Tantular sendiri merupakan seorang pujangga di Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk (1350-1389).
Bhinneka Tunggal Ika bertujuan menghargai perbedaan atau keragaman namun tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, Indonesia terdiri dari beragamnya suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Keberagaman ini harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosio-kultural, bersifat kodrati dan alamiah. Keberagaman bukan untuk dipertentangkan apalagi diadu antara satu dengan yang lain sehingga berakibat pada terpecah belah. Oleh sebab itu, Bhinneka Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Kritik
[sunting | sunting sumber]Gagasan dan sosialisasi 4 pilar Kebangsaan yang digagas oleh Taufik Kiemas tersebut mendapat perhatian dari banyak kalangan, termasuk beberapa ahli. Sejumlah kalangan mengatakan bahwa Program empat pilar kebangsaan MPR ini hanya menghambur-hamburkan uang negara,[8] ada yang menilai bahwa 4 pilar kebangsaan telah mengacaukan Pemahaman Hakikat dan Makna Pancasila tersebut[9]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Periode 2015-2019, Pimpinan MPR dan Badan Sosialisasi MPR RI (2017). MATERI SOSIALISASI EMPAT PILAR MPR RI. Jakarta: Sekertariat Jendral MPR RI. hlm. xxiv + 216. ISBN 978-602-9053-26-5.
- ^ a b "DPR" (PDF). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-01. Diakses tanggal 06 November 2019.
- ^ "HALAMAN VISI MISI DAN TUJUAN MPR RI". VISI MISI DAN TUJUAN MPR RI. Diakses tanggal 06 November 2019.
- ^ a b "DPR". Undang Undang Dasar 1945. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-05. Diakses tanggal 08 November 2019.
- ^ Asshiddiqie, Jimly. "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA" (PDF). IDEOLOGI, PANCASILA, DAN KONSTITUSI. Diakses tanggal 08 November 2019. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Hanapiah, Pipin (26 November 2006). "Aktualisasi_Pancasila_untuk_Persatuan_Bangsa" (PDF). Aktualisasi Pancasila untuk Persatuan Bangsa. Diakses tanggal 08 November 2019.
- ^ "Kelembagaan Risetdikti" (PDF). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-02-14. Diakses tanggal 06 November 2019.
- ^ detiknews (21 februari 2012). "FITRA: Anggaran Rp 318 M untuk MPR 2012 Tak Efektif". detiknews.com. Diakses tanggal 7 februari 2020.
- ^ Gusti, Grehenson (24 januari 2019). "Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Dinilai Mengacaukan Pemahaman Hakikat dan Makna Pancasila". ugm.ac.id. Diakses tanggal 7 februari 2020.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Situs web resmi