Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah adalah Ibu dari ulama fiqh yakni Imam Syafi'i. Menurut Al-Baihaqi, nasab Fatimah adalah dari suku suku Al-Azd di Yaman.[1] Namun ada juga yang mengatakan ia termasuk garis keturunan Rasulullah(ahlu bait) dari Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.[2]
Kepribadian
[sunting | sunting sumber]Taat dan Kecerdasan Spiritual Tinggi
Fatimah terkenal sebagai perempuan yang taat beribadah(sholehah), ia merupakan penghafal alquran dan ahli fiqh.[3] Ia merupakan sosok wanita cerdas baik intelektual, emosional dan spiritual. Bukti kecerdasannya terdapat di sebuah kisah ketika Fatimah menjadi saksi disebuah pengadilan, lantas ia membawa temannya untuk ikut bersaksi. Hakim yang tidak setuju dengan tindakamnya itu bertanya, alasan ia melakukan hal tersebut, lantas Fatimah menjelaskan makna Q. S Al Baqarah ayat 282. Setelah itu, hakim pun menaruh hormat dan mengakui kecerdasan Fatimah.[3]
Perempuan yang Memperhatikan Pendidikan
Fatimah wanita yang cerdas. Maka tak heran, Fatimah begitu memperhatikan pendidikan Syafi'i, terlebih pendidikan agama.[3] Ia begitu gigih memperjuangkan pendidikan Syafi'i. Walaupun hidupnya serba kekurangan, tetapi Fatimah gigih memberikan pendidikan yang terbaik untuk Syafi'i. Tak jarang, Fatimah membujuk guru-guru Syafi'i agar mau mengajar syafi'i walaupun dengan bayaran tak seberapa atau bahkan tidak ada bayaran.[4]
Sabar dan Mandiri
Tidak hanya itu Fatimah merupakan perempuan yang tabah, sabar, kuat dan mandiri.[3][5][6] Terlihat ketika suaminya meninggal, Fatimah tidak berkeluh kesah, semangatnya mendidik Syafi'i tidak menurun walaupun harus membesarkan Syafi'i sendirian. Fatimah begitu mandiri, dan tidak ada niatan menikah kembali. Sebaliknya, ia bekerja sendiri untuk mencukupi kehidupan anaknya.
Visioner
Ia pun mempunyai kepribadian yang visioner.[5][7] Terlihat dari didikannya yang mengarahkan Syafi'i untuk mengejar akhirat. Fatimah begitu telaten dan sistematis memberikan didikan pada Syafi'i. Fatimah pun memberikan kebebasan Syafi'i mengeksplor potensi yang ada dalam diri Syafi'i, termasuk memanah[3]
Kehidupan Pribadi
[sunting | sunting sumber]Fatimah merupakan istri dari Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi'i.[8] Mereka menikah di Mekkah, setelah pernikahannya pada tahun 150 Hijriah, Fatimah dan suaminya memutuskan berhijrah ke Gaza-Palestina, (kampung halaman suaminya).[4][9] Di Gaza, mereka berencana menjalankan usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pada saat itu, Fatimah sedang mengandung anak pertama. Dan ia melahirkan di Gaza, anak tersebut diberi nama Muhammad Idris, yang sekarang dikenal sebagai Imam Syafi'i.[9]
Namun sayang, beberapa bulan setelah Imam Syafi'i lahir, suami Fatimah meninggal dunia karena sakit.[2] Suaminya meninggal tanpa meninggalkan harta warisan sedikitpun, akhirnya Fatimah membesarkan Syafi'i sendiri. Fatimah merangkap menjadi Ibu yang mendidik sekaligus ayah yang membesarkan. Kehidupannya pun serba kekurangan. Saat Imam Syafi'i menginjak usia dua tahun, Fatimah sempat berhijrah ke Hijaz. Namun tidak lama, Fatimah mengajak Imam Syafi'i ke Mekkah dengan maksud agar Imam Syafi'i bertemu dengan saudaranya dari kalangan Quraisy. Mereka tinggal di dekat Syi'bu Al-Khaif[7]
Ibu Ulama Besar
[sunting | sunting sumber]Di bawah didikan Fatimah, Imam Syafi'i berkembang menjadi pemuda yang paham ilmu agama. Usia tujuh tahun, syafi'i kecil berhasil mengkhatamkan alquran dengan mutqin dan fasih[2][8] Tak hanya itu, saat syafi'i kecil menempuh perjalanan dari Mekkah ke Madinah beliau mengkhatamkan alquran sebanyak 16 kali. Syafi'i pun berhasil menghafal Kitab al-muwatta karya Imam Malik ya berisi 1.720 hadist pilihan. Tak heran, di usia 15 tahun syafi'i kecil diangkat jadi mufti Mekkah dan diizinkan memberikan atau mengeluarkan fatwa.[9] Imam syafi'i hampir berguru ke semua ulama di Mekkah dan setiap madrasah, Imam Syafi'i pernah menuntut ilmu disana. Sehingga tak heran Imam Syafi'i meminta izin kepada Fatimah berhijrah untuk menuntut ilmu di Madinah dan ke Irak. Sampai akhirnya, Imam Syafi'i menjadi ulama besar yang dikenal sampai sekarang.
Metode Mendidik Anak
[sunting | sunting sumber]1. Memperhatikan Makanan Anak
Dalam mendidik anak, Fatimah memulainya dari sejak kandungan. Ketika mengandung, Fatimah sangat memperhatikan makanan yang ia makan, Fatimah tak mau ada unsur-unsur haram dan syuhbat ikut masuk ke anaknya.[10]
Begitu pun saat Imam Syafi'i lahir. Ada suatu kisah dimana suatu hari Fatimah pergi ke pasar dan meninggalkan Imam Syafi'i yang sedang tertidur. Saat syafi'i kecil terbangun, ia menangis sejadi-jadinya dengan keras. Tangisan itu pun terdengar oleh tetangga perempuan Fatimah, akhirnya tetangga tersebut menyusui Syafi'i kecil dengan maksud menenangkan. Namun, setelah Fatimah mengetahui kejadian tersebut, Fatimah begitu khawatir. Fatimah langsung memasukan jari ke kerongkongan Syafi'i, mengguncang-guncangkan perutn Syafi'i dan mengangkatnya ke atas. Hingga akhirnya susu dari perempuan tadi keluar lagi dari perut Syafi'i. Fatimah melakukan hal itu karena takut ada makanan yang haram dan syuhbat masuk lewat ASI tetangganya tadi.[10]
2. Memperhatikan dan Tegas Soal Pendidikan
Fatimah adalah perempuan yang cerdas, jadi wajar saja ia memperhatikan pendidikan anaknya. Walaupun hidupnya kekurangan, tetapi Fatimah berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk Syafi'i dari kecil.[11] Pada saat tinggal di Hijaz, Fatimah sengaja mengirim Syafi'i ke Kabilah Al-Azdi, sampai akhirnya syafi'i hafal alquran diusia tujuh tahun.[6] Ketika sudah berhijrah ke Mekkah, Fatimah mengirim Syafi'i ke suku Hudzail yang fasih berbahasa Arab, Syafi'i pun belajar Bahasa Arab murni disana sampai fasih.[10]
Fatimah tegas mendorong Syafi'i untuk mencintai adab dan ilmu, Fatimah tidak segan menutup pintu selama Syafi'i kembali membawa Ilmu dan ia pun sering sekali mengunci Imam Syafi'i di kamar agar fokus membaca kitab-kitab ulama.[10] Maka tak heran selama di Mekkah Imam syafi'i berguru ke banyak ulama diantaranya ulama fiqh seperti Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl. Sampai akhirnya Imam Syafi'i berguru ke mufti Mekkah dan diangkat menjadi mufti Mekkah oleh Muslim bin Khalid Az-Zanji.[12]
Ketegasan lain Fatimah dalam mendidik Imam Syafi'i terlihat ketika Fatimah berpesan kepada Imam Syafi'i yang akan merantau ke Madinah "Jangan kembali sampai mendapatkan ilmu, kita bertemu di akhirat saja".[13] Begitulah tegasnya Fatimah dalam mendidik anak yang patut dicontoh ibu-ibu di dunia
3. Memprioritaskan Pendidikan Agama
Fatimah bukanlah ibu yang keras, justru sebaliknya ia memberikan kebebasan Syafi'i mempelajari ilmu yang ia mau Mulai dari fiqh, ushul, hadist, memanah sampai bersyair, Imam Syafi'i menguasainya dengan baik tanpa ada kekangan dari Fatimah Ibunya. Namun, tentunya kebebasan ini dibatasi dengan skala prioritas yaitu ilmu agama. Fatimah memberikan kebebasan kepada Syafi'i tetap mengarahkan anaknya fokus mempelajari ilmu agama.[4] Tidak hanya itu Fatimah pun memberikan kebebasan Syafi'i untuk menimba ilmu ditempat yang jauh mulai dari Madinah sampai Iraq. Sebagai seorang ibu, ditinggalkan oleh anak satu-satunya tentu berat, tetapi ia ikhlas karena ilmu agama nomber satu.[1]
4. Senantiasa mendoakan kebaikan anak
Segala usaha yang dilakukan, tidak akan lengkap tanpa doa. Itu lah prinsip yang dipegang oleh Fatimah, Fatimah senantiasa mendoakan kebaikan anaknya, terutama saat Imam Syafi'i berkelana jauh untuk mencari ilmu.[14] Berikut doa yang diucapkan Fatimah sehari sebelum Imam syafi'i pergi :
“Ya Allah, Rabb yang menguasai seluruh alam. Anakkku ini akan meninggalkanku untuk perjalanan jauh demi mencari ridhaMu. Aku rela melepasnya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Maka hamba memohon kepadaMu ya Allah… mudahkanlah urusannya. Lindungilah ia, panjangkanlah umurnya agar aku bisa melihatnya nanti ketika ia pulang dengan dada yang penuh dengan ilmu-Mu.”[15]
5. Tidak Memaksa Anak Menjadi Ahli dunia
Berbeda dengan kebanyakan ibu yang lainnya yang menginginkan anaknya sukses, kaya dan banyak harta. Fatimah justru tidak membanggakan hal itu, ia lebih menyukai anaknya yang memiliki pemahaman ilmu agama yang dalam.[11] Dikisahkan diberbagai sumber, ketika Imam Syafi'i telah mendapatkan izin untuk pulang dari Ibunya. Imam Syafi'i pun pulang dengan membawa banyak unta dan barang bawaan lainnya.[16] Namun, setelah Fatimah mengetahui hal itu, Fatimah justru menolak kehadiran Imam syafi'i dan mengatakan:
"Aku tidak melepaskan Syafi'i untuk mencari dunia"
Mendengar respon ibunya. Imam syafi'i langusng membagi-bagikan unta dan hartanya sampai habis, hanya kitab-kitab yang tersisa. Imam syafi'i pun memerintahkan muridnya mengatakan bahwa:
"Imam Syafi'i datang dengan Adab dan Ilmu"[17][18]
Setelah mengetahui itu, Fatimah pun menyambut gembira anaknya yang sudah lama tak pulang ke rumah untuk menuntut ilmu.
Hikmah
[sunting | sunting sumber]Dari biografi Fatimah binti Ubaidillah, dapat diambil beberapa hikmah. Pertama, "dibalik lelaki yang hebat ada wanita yang lebih hebat" Seperti cerita kesuksesan Imam Syafi'i yang tidak lepas dari peranan wanita bernama ibu.
Kedua, pentingnya perempuan memiliki pemikiran cerdas dan mengerti akan pentingnya pendidikan. Sudah seharusnya stigma perempuan tak perlu sekolah luhur, karena akhir karirnya ada di dapur, harus segera dihapuskan. Karena dari biografi Fatimah belajar, pendidikan sangat mempengaruhi metode dan cara berpikir Ibu dalam mendidik anak. Hikmah ketiga, wanita bukanlah makhluk yang lemah, tapi sebaliknua wanita adalah sosok tangguh yang bisa menjadi apa saja dan mengorbankan apa saja demi sesuatu yang berharga dan penting untuk diperjuangkan. Oleh karena itu perempuan haruslah dihargai dan di hormati.
Terakhir, yang paling penting adalah perlunya pemberdayaan perempuan. Bukan hanya pemberdayaan skill perempuan untuk karier. Tetapi pemberdayaan dan pelatihan parenting. Hal ini perlu, karena perempuan yang hebat akan menciptakan generasi yang unggul, begitu pun sebalikya. Singkatnya, perempuan adalah pilar peradaban yang menentukan manu-mundurnya suatu bangsa.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Januari 2023. |
- ^ a b Nahrawi, Dr.Ahmad (2008). Ensiklopedia Imam Syafi'i. Hikmah. ISBN 9789791142199.
- ^ a b c "Mujahidah: Fatimah binti Ubaidillah, Ibunda Imam Syafi'i (1)". Republika Online. 2012-07-30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-06. Diakses tanggal 2020-07-06.
- ^ a b c d e Marzuqi Al-Gharani, Ibnu (2015). The Great Mothers. Yogjakarta: LAKSANA. ISBN 9786024072940.
- ^ a b c Syam, Naqiyyah (2014). La Taias for Ummahat: Kekuatan Itu Bernama Ibu. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 9786020307398.
- ^ a b Ma'ruf, Amir (2019). 5 Rahasia Dibalik Kehebatan Imam Asy Syafi'i. Goldenyouth Publishing.
- ^ a b Watiniyah, Ibnu. Ibu Sekuat Seribu Lelaki. Puspa Swara. ISBN 9789791479929.
- ^ a b Lili, Muhammad (2020). Sentuhan Cinta Ibu: Sosok Istimewa di Balik Tokoh Hebat Islam. Gema Insani. ISBN 9786022507543.
- ^ a b "Ibunda Para Ulama – Cerita kisah cinta penggugah jiwa" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-29. Diakses tanggal 2020-07-06.
- ^ a b c Syafrina, Nelfi (2018). Biografi Ulama-Ulama Besar. Tiga Serangkai. ISBN 978-602-366-914-1.
- ^ a b c d kmamesir. "Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir: Belajar dari Sosok Ibunda Imam Syafi'i dalam Mendidik Anak". Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-27. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ a b "Cerita Imam Syafi'i Dengan Ibu nya "Kaki Langit Peradaban"". Pondok Pesantren Darunnajah (dalam bahasa Inggris). 2019-02-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-18. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ Redaksi (2020-04-29). "Imam Syafi'i Ditinggal Sang Ayah Saat Usia 2 Tahun, Lalu Dibawa Ibunya ke Makkah (3)". Nusa Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-11. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ Admin 1 (2019-10-08). "Ibunda Imam Al-Syafi'i: Nak, Kita Ketemu di Akhirat Saja". BangkitMedia (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-13. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ BK, Muchlisin (2015-08-10). "Doa dan Pesan Mengharukan Ketika Ibunda Melepas Kepergian Imam Syafi'i". BersamaDakwah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-04. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ "Doa dan Pesan Mengharukan Ketika Ibunda Melepas Kepergian Imam Syafi'i". umma (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-10. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ "Kisah Imam Syafi'i Menuntut Ilmu dan Larangan Pulang Karena Onta". www.dutaislam.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-10. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ Alrozi, Isyfi Anny Azmi. "Kisah Imam Syafi'i dan Ratusan Unta yang Ditolak Sang Ibunda". muslimahdaily.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-12. Diakses tanggal 2020-07-10.
- ^ KAPOL.CO.ID (2017-06-27). "IBUNDA IMAM SYAFI'I, SEORANG IBU YANG TIDAK BANGGA ATAS KEKAYAAN ANAKNYA". kabarpriangan.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-03. Diakses tanggal 2020-07-10.