Gangguan mental organik
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Gangguan mental organik adalah gangguan jiwa yang berkaitan dengan faktor organik yang spesifik. Faktor ini berupa gangguan tubuh sistemik atau gangguan otak. Gejalanya dapat berbentuk gejala psikotik maupun non-psikotik. Penggolongan gangguan mental organik didasarkan kepada penyebab yang sama disertai dengan bukti terjadinya disfungsi otak pada tingkat primer maupun tingkat sekunder. Penanganan pasien gangguan mental organik harus dilakukan oleh tim interdisiplin yang terdiri dari dokter ahli saraf, psikiater dan dokter spesialis. Literatur yang membahas tentang gangguan mental organik adalah The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders: Clinical Descriptions and Diagnostic Guidelines (1992) dan ICD-10 (2010). Sementara itu, pada penerbitan DSM-IV pada tahun 1994, istilah gangguan mental organik tidak lagi digunakan di dalamnya.
Gejala
[sunting | sunting sumber]Gejala dari gangguan mental organik berkaitan dengan gangguan atau penyakit sistemik.[1] Gangguan mental organik memiliki gejala yang berkaitan dengan gangguan sensorsium, gangguan fungsi kognitif, gangguan perhatian, gangguan persepsi, gangguan isi pikiran dan gangguan perasaan. Gangguan sensorsiumnya dapat berupa penurunan kesadaran, fluktuasinya kesadaran, dan kesadaran berkabut. Gangguan fungsi kognitifnya dapat berupa gangguan daya ingat atau gangguan daya pikir. Gangguan perhatian terjadi pada fungsi pemusatan, pertahanan dan pengalihan perhatian. Gangguan persepsinya berupa halusinasi dan gangguan isi pikirannya berupa waham. Sedangkan gangguan perasaannya dapat berupa depresi, euforia, dan kecemasan.[2]
Penggolongan
[sunting | sunting sumber]Gangguan mental organik dikelompokkan berdasarkan penyebab yang sama yang membuktikan terjadinya disfungsi otak akibat adanya penyakit, cedera atau rudapaksa otak. Disfungsi otak ini dapat disfungsi primer maupun disfungsi sekunder. Disfungsi primer berbentuk gangguan pada otak. Sedangkan disfungsi sekunder yaitu gangguan dan penyakit sistem yang menyerang otak sebagai sebuah organ atau bagian dari sistem tubuh.[3]
Penanganan
[sunting | sunting sumber]Penanganan pasien dengan gangguan mental organik harus dilakukan oleh tim interdisiplin. Tim ini utamnya terdiri dari dokter spesialis saraf dan psikiater. Pada kasus tertentu, dokter spesialis pada jenis gangguan otak tertentu harus ikut serta dalam penanganan pasien dengan gangguan mental organik. Misalnya, pasien gangguan mental organik dengan penyebab yaitu diabetes melitus, maka dokter spesialis penyakit dalam harus ikut serta dalam penanganannya. Contoh lainnya adalah pada pasien gangguan mental organik dengan penyebab yaitu trauma kepala. Maka dalam tim penanganannya harus ada dokter bedah ortopedi.[4]
Literatur
[sunting | sunting sumber]Gangguan mental organik dibahas secara khusus dalam ICD-10 pada Bab V. Pembahasan gangguan mental organik dbahas dalam satu blok termasuk dengan simtomatik. Posisinya pada blok pertama dengan rentang kode F00-F09.[5] Gangguan mental organik juga ditempatkan pada blok yang sama di dalam The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders: Clinical Descriptions and Diagnostic Guidelines. Pedoman ini diterbitkan pada tahun 1992. Sedangkan ICD-10 diterbitkan pada tahun 2010.[6]
Di sisi lain, istilah gangguan mental organik tidak lagi digunakan di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 4th Edition (DSM-IV). Manual ini diterbitkan pada tahun 1994. Alasannya adalah timbulnya salah pengertian bahwa ada gangguan psikiatri yang non-organik.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Effendy, Elmeida (2021). Amin, M. M., dkk., ed. Gejala dan Tanda Gangguan Psikiatri (PDF). Medan: Yayasan Al-Hayat. hlm. 3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-10-04. Diakses tanggal 2022-03-23.
- ^ Wahyuni, A., dan Cahyaningsih FR. (2020). "Gangguan Mental Organik e.c. Epilepsi pada Laki-Laki Usia 17 Tahun : Laporan Kasus". Medula. 9 (4): 621. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-19. Diakses tanggal 2022-03-23.
- ^ Sutrisno, dkk. 2021, hlm. 54.
- ^ Sutrisno, dkk. 2021, hlm. 55.
- ^ Nuryati dan Kresnowati, L. (2018). Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit dan Masalah Terkait III: Anatomi, Fisiologi, Patologi, Terminologi Medis dan Tindakan pada Sistem Panca Indra, Saraf dan Mental (PDF). Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. hlm. 55. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-03-04. Diakses tanggal 2022-03-21.
- ^ Ayuningtyas, D., dkk. (2018). "Analisis Situasi Kesehatan Mental pada Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya". Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 9 (1): 4. ISSN 2086-6380. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-30. Diakses tanggal 2022-03-21.
- ^ Sutrisno, dkk. 2021, hlm. 58.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Sutrisno, dkk. (2021). COVID-19 dan Problematika Kesehatan Mental (PDF). Surabaya: Airlangga University Press. ISBN 978-602-473-739-9. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-04. Diakses tanggal 2022-03-21.