Gulun, Maospati, Magetan
Gulun | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Magetan | ||||
Kecamatan | Maospati | ||||
Kode pos | 63392 | ||||
Kode Kemendagri | 35.20.11.2003 | ||||
Luas | 1,87 Km2 | ||||
Jumlah penduduk | 3.612 jiwa | ||||
Kepadatan | 1.932 Jiwa/Km2 | ||||
|
Gulun adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Batas Wilayah
[sunting | sunting sumber]Sebelah Utara: Desa Mantren, Karangrejo
Sebelah Timur: Desa Malang
Sebelah Selatan: Desa Sugihwaras
Sebelah Barat: Desa Tanjungsepreh
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Konon pada jaman perang Diponegoro melawan penjajah Belanda pada tahun 1825 – 1830, ada seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dari Jawa Tengah bernama SINGOWIDJOJO yaitu prajurit kesatuan Sokowati Pangeran Diponegoro dengan adiknya bernama TADJEM. Kedua orang tersebut terus babad hutan serta menetap di suatu tempat yang disebut WINONG sebab pada waktu itu beliau bermukim di bawah pohon winong dan daerah tersebut akhirnya diberi nama WINONG. Selanjutnya MBAH SINGOWIDJOJO mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan beliau akan diberi hadiah adiknya perempuan yang bernama TADJEM serta sebagian tanahnya untuk ditempati sebagai kawan dan saudaranya yang berdekatan. Akhirnya ada seorang laki-laki bernama MBAH BROJO yang turun dari Gunung Lawu untuk mengikuti sayembara tersebut dan berhasil mengalahkan MBAH SINGOWIDJOJO. Untuk memenuhi janjinya maka adiknya TADJEM diserahkan dan tanah desa WINONG dipecah menjadi 2 bagian yaitu:
Tanah WINONG yang terletak di sebelah barat diserahkan kepada MBAH BROJO dan diberi nama TANJUNG karena pada waktu itu ada pohon tanjung yang sangat besar dan sekarang disebut desa Tanjungsepreh. Tanah WINONG yang terletak disebelah timur ditempati sendiri oleh MBAH SINGOWIDJOJO dan disebut desa GULUN karena disitu ada pohon gulun yang sangat besar.
Selanjutnya setelah Belanda dapat menguasai pemerintah di Magetan termasuk di GULUN dan TANJUNG maka oleh Belanda dibentuklah pemerintah desa yang dikepalai oleh Kepala Desa dan yang perama kali menjadi Kepala Desa di Gulun adalah MBAH PONTJOKARIJO. Kepala Desa yang kedua adalah MBAH MUSO kemudian digantikan oleh yang ketiga yaitu MBAH EPER. Untuk memperoleh Kepala Desa yang benar-benar dikehendaki oleh rakyat maka sebagai Kepala Desa yang keempat ini telah dilaksanakan dengan cara pemilihan dan pemelihan pada waktu itu menggunakan cara tek = tek = glatek (bahasa jawa) dan yang terpilih adalah MBAH WONGSORADJIJO menjabat Kepala Desa sampai dengan tahun 1946. Kemudian dilanjutkan oleh MBAH IMAM REDJO SARDJIMIN yang menjadi Kepala Desa kelima dari tahun 1946 sampai dengan tahun 1958. Kepala Desa Gulun yang keenam adalah BAPAK H. IMAM SUPANGAT pada tahun 1958 sampai dengan tahun 1988. Dilanjut Kepala Desa yang ketujuh yaitu BAPAK TRIMULYANTO, Kepala Desa yang kedelapan adalah BAPAK SUDIYANTO, Kepala Desa yang kesembilan adalah Bapak MUNASIR, dan Kepala Desa yang kesepuluh adalah BAPAK SUDIYANTO yang kembali menjabat untuk periode 2019-2024.(sumber: website resmi Pemdes Gulun).
Potensi
[sunting | sunting sumber]Desa Gulun dikenal dengan Sentra industri kerajinan genteng. Mayoritas penduduk desa Gulun bermata pencaharian sebagai pengrajin genteng. Kerajinan ini bernama Genteng Winong (mencakup 2 desa yaitu Desa Gulun dan Desa Tanjungsepreh). Kelompok terbesar kedua bermata pencaharian sebagai petani, sebagian kecil lainnya sebagai PNS, TNI/Polri, Guru dan wiraswasta.
Mengenai industri kerajinan genteng ini, Desa Gulun bisa di bilang sebagai leader untuk sektor industri ini. Karena sejak tahu 1920-an, industri ini mulai dikenal dimasyarakat desa ini. Tetapi mulai dikerjakan secara profesional sebagai bentuk usaha baku sekitar tahun 1970-an.
Di era 1990-an, industri genteng di dessa Gulun ini mulai menjadi primadona sebagai sektor usaha yang menjanjikan, bahkan pada era itu banya desa-desa di sekitar yang ikut menggeluti bidang usaha ini. Tidak hanya itu, tingkat pengangguran nyaris tidak ada karena adanya industri genteng ini.
Kepala Desa
[sunting | sunting sumber]Penulis mengenal dia sejak dia masih muda dan kuliah di Surabaya. Latar belakang kehidupannya memeang cukup keras dalam berjuang menyelesaikan pendidikannya. Sehingga membentuk karakter yang ulet dan keras. Aktif dalam kegiatan kepemudaan memang hoby dia waktu masih muda, bersama-sama rekan-rekannya di RW III, dia membentuk "Ikatan Remaja Gilang Tiga " pada Tahun 1994 dan dari sinilah awal mula cerita dia sebagai tokoh pemuda di RW III. Bersama-sama rekan pemuda (Pak Dhe Didos (sekarang aktif di TNI), Gandung, Dasuki, Bowo, Sigit Purnomo (sekarang di Bogor), Eko Lugiono, Sujarni yang sekarang PNS SKB Maospati yang masih aktif di Badan Permusyawaratan Desa), dia mulai membentuk kegiatan karang taruna yang positif dalam berbagai kegiatan.
Sampai suatu saat di awal reformasi dia menjabat Kepala Desa menggantikan bapak Dampri (Tri Mulyanto) yang sudah Purna Tugas dan sekarang terpilh kembali menjadi kepala Desa Gulun yang kedua.
Daftar Kepala Desa
[sunting | sunting sumber]- Mbah Pontjokarijo
- Mbah Muso
- Mbah Eper
- Mbah Wongsosardjijo (-1942)
- Bapak Imam Rejo Sarjimin (17 Desember 1942 - 16 Desember 1958)
- Bapak Imam Supangat (17 Desember 1958 - 16 Desember 1988)
- Bapak Tri Mulyanto (17 Desember 1988 - 16 Desember 1997)
- Bapak Munasir, S.Sos. (17 Desember 2013 - 16 Desember 2019)
- Bapak Sudiyanto, S.Pd. (17 Desember 1999 - 16 Desember 2013)
- Bapak Sudiyanto, S.Pd. (17 Desember 2013 - 17 Desember 2024)
Keagamaan
[sunting | sunting sumber]Desa Gulun memiliki beberapa tempat ibadah seperti mushola dan masjid, 3 Masjid:
- Masjid Al-Ubudiyah
- Masjid Baitul Makmur
- Masjid Al-Amanah
Dari tiga masjid tersebut masjid yang tertua adalah Masjid Al-Ubudiyah.