Hak konstitusional
Hak konstitusional adalah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara sesuai dengan konstitusi yang berlaku di negaranya. Keberadaan hak konstitusional merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin pemenuhan dan perlindungannya dalam konstitusi negara. Hak konstitusional berkaitan dengan konstitusi tertulis maupun konstitusi tidak tertulis. Penetapan hak konstitusional pada suatu negara ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Landasan pemikiran tentang hak konstitusional adalah keberadaan hak asasi manusia sebagai inti paling dasar dari pembentukan konstitusi.[1]
Kedaulatan rakyat atau demokrasi modern adalah demokrasi dengan sistem perwakilan, artinya rakyat memilih seseorang dari dirinya untuk mewakilinya. Oleh karena itu, suatu pemerintahan supaya berjalan demokratis harus memenuhi syarat salah staunya ialah perlindungan konstitusional, dalam artian bahwa selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.[2]
Hak individual
[sunting | sunting sumber]Hak individual merupakan salah satu bentuk hak konstitusional. Pemikiran ini pertama kali dicetuskan oleh cendekiawan Inggris bernama Albert Venn Dicey dalam bukunya yang berjudul Introduction to the Study of the Law of the Constitution. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1885. Dalam bukunya, Dicey mengemukakan tiga unsur utama negara hukum, salah satunya ialah konstitusi dasar dalam hak individual. Dicey menyatakan bahwa konstitusi bukan merupakan hak asasi manusia. Keberadaan hak asasi manusia di dalam konstitusi hanya merupakan penegasan mengenai perlunya perlindungan atas hak asasi manusia. Undang-undang khusus digunakan untuk melindungi hak asasi manusia, sedangkan konstitusi hanya undang-undang biasa yang bersifat umum.[3]
Anti agama
[sunting | sunting sumber]Konsep anti agama umumnya berada dalam negara dengan paham komunisme atau sosialisme. Negara komunis menganggap agama sebagai candu bagi masyarakat. Sedangkan negara sosialis menggunakan konsep legalitas sosial dalam berbagai hal. Konsep legalitas sosial merupakan salah satu konsep yang memberikan jaminan terhadap propaganda anti agama. Legalitas sosial berada dalam sosialisme yang berbeda dengan konsep dunia Barat. Dalam legalitas sosial, sosialisme dicapai melalui penerapan hukum. Prinsip sosialisme dapat menjadi alat penyalur hak perseorangan dengan adanya jaminan perlindungan di dalam konstitusi. Komunisme secara langsung memberikan sikap yang anti Tuhan.[4] Jaminan perlindungan propaganda anti agama umumnya diberikan oleh negara komunis khususnya bekas Uni Soviet. Propaganda anti agama dianggap sebagai salah satu bentuk kebebasan beragama.[5]
Hak kenegaraan
[sunting | sunting sumber]Hak atas pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Hak atas pemerintahan merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam skala negara maupun mancanegara. Salah satu bentuknya ialah pemilihan umum. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 21 menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk ikut serta dalam pemerintahan negaranya. Pernyataan yang mirip dinayatakan dalam Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP), dengan tambahan adanya perwakilan yang dipilih secara bebas. DUHAM Pasal 21 ayat 3d juga menyatakan bahwa kekuasaan pemerintah didasarkan kepada kehendak rakyat dan bukan kehendak golongan tertentu saja. DUHAM Pasal 29 dan KIHSP Pasal 21 juga menyatakan bahwa pembatasan hak hanya dilakukan pada kondisi tertentu di dalam masyarakat demokrasi.[6]
KIHSP Pasal 25 juga menegaskan bahwa setiap warga negara berhak ikut serta secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan urusan pemerintahan. Keikutsertaan ini berbentuk tindakan memilih dan dipilih pada pemilihan umum yang dilaksanakan pada periode waktu yang ditetapkan oleh negara. Hak dari tiap anggota masyarakat dalam pemilihan umum bersifat universal. Pemilihan umum dilakukan secara rahasia sebagai jaminan atas kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih.[7]
Penerima
[sunting | sunting sumber]Pemenuhan
[sunting | sunting sumber]Negara hukum adalah negara yyang menjadikan hukum sebagai jaminan atas keadilan kepada warga negaranya. Kehidupan warga negara diselenggarakan dengan asas keadilan dan rasa susila kepada setiap manusia. Hak kosntitusional warga negara dilindungi dengan pembentukan peraturan perudang-undangan. Perlindungan ditujukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Perlindungan juga dimaksudkan untuk memberikan pengakuan atas hak asasi manusia.[8]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Hasani, Ismail, ed. (2013). Dinamika Perlindungan Hak Konstitusional Warga; Mahkamah Konstitusi sebagai Mekanisme Nasional Baru Pemajuan dan Perlindungan HAM (PDF). Bendungan Hilir: Pustaka Masyarakat Setara. hlm. 4. ISBN 978-6021-8668-4-9. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-04-12. Diakses tanggal 2021-06-01.
- ^ Widayati 2016, hlm. 30.
- ^ Widayati 2016, hlm. 9-10.
- ^ Widayati 2016, hlm. 14-15.
- ^ Widayati 2016, hlm. 18.
- ^ Ristanto, dkk. 2019, hlm. 1.
- ^ Ristanto, dkk. 2019, hlm. 2.
- ^ Widayati 2016, hlm. 1.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Ristanto, dkk. (2019). Hardojo, Antonio Pradjasto, ed. Pemilu 2019: Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. ISBN 978-602-50342-9-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-18. Diakses tanggal 2021-07-18.
- Widayati (2016). Negara Hukum, Konstitusi, dan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PDF). Semarang: Unissula Press. ISBN 978-602-8420-96-9. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-07-18. Diakses tanggal 2021-07-18.