Lompat ke isi

Harita Group

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Harita Group
Swasta
IndustriSumber daya alam
Didirikan1915; 110 tahun lalu (1915)
Kantor pusat
Tokoh kunci
Lim Gunawan Hariyanto (CEO)
Gunardi Hariyanto Lim (Wakil CEO)
Karyawan
40.000

Harita Group adalah sebuah konglomerat asal Indonesia yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga Lim.[1] Bisnis utama dari grup ini adalah sumber daya alam, dengan wilayah operasi di seantero Indonesia. Saat ini, Harita Group memiliki bisnis di bidang pertambangan dan pengolahan nikel (Trimegah Bangun Persada), pertambangan bauksit (Cita Mineral Investindo), perkebunan kelapa sawit (Bumitama Agri), perkapalan (Lima Srikandi Jaya), dan pengembangan properti (Cipta Harmoni Lestari).[2][3] CEO dari Harita Group saat ini adalah Lim Gunawan Hariyanto.

Harita Group memulai sejarahnya pada tahun 1915 saat Lim Tju King, seorang imigran dari Tiongkok, membuka sebuah toko kecil di Long Iram, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Anaknya, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, kemudian mengambil alih toko tersebut dan beralih ke bisnis perkayuan, awalnya dengan memperdagangkan kayu, dan kemudian menanam kayu. Pada tahun 1983, Lim Hariyanto juga mendirikan Tirta Mahakam Resources untuk memproduksi plywood.

Pada akhir dekade 1980-an, Lim Hariyanto mengembangkan bisnisnya secara besar-besaran dengan membentuk sejumlah perusahaan patungan. Pada tahun 1988, Lim Hariyanto berekspansi ke bisnis pertambangan emas dengan mendirikan Kelian Equatorial Mining bersama Rio Tinto.[4] Pada tahun yang sama, Lim Hariyanto juga berekspansi ke bisnis pertambangan batu bara dengan mendirikan Lanna Harita bersama Lanna Resources asal Thailand.[5]

Pada tahun 1998, Harita Group berekspansi ke bisnis perkebunan kelapa sawit dengan mendirikan Bumitama Agri. Pada tahun 2003, Harita Group juga berekspansi ke bisnis pertambangan bauksit dengan mendirikan Harita Prima Abadi Mineral. Setahun kemudian, Harita Group berekspansi ke bisnis pertambangan nikel dengan mendirikan Trimegah Bangun Persada. Pada tahun 2005, Harita Group menjual 75% saham Harita Prima Abadi Mineral ke Cipta Panelutama. Pada tahun 2007, Harita Group mengakuisisi Cipta Panelutama dan mengubah nama perusahaan tersebut menjadi Cita Mineral Investindo.

Setelah pemerintah Indonesia melarang ekspor bahan mentah pada tahun 2014, Harita Group dan mitranya pun mulai membangun smelter feronikel senilai $400 juta dan kilang alumina senilai $900 juta. Smelter feronikel direncanakan dapat memproduksi 220.000 ton feronikel per tahun,[6][7] sementara kilang alumina direncanakan dapat memproduksi 1 juta ton alumina per tahun.[8][9][10] Pada tahun 2016, Harita Group mulai mengoperasikan smelter feronikel dan kilang alumina tersebut.

Pada tahun 2018, Harita Group juga bermitra dengan Perennial Real Estate Holdings asal Singapura untuk mengembangkan sebuah properti di Sentul City.[11] Pada bulan Desember 2019, Glencore resmi memegang 18% saham Cita Mineral Investindo.[12][13] Pada bulan Juni 2021, Harita Group mulai mengoperasikan pabrik HPAL pertama di Indonesia untuk memproduksi mixed hydroxide precipitate, yang merupakan bahan baku untuk membuat baterai kendaraan listrik. Total biaya pembangunan pabrik tersebut diperkirakan mencapai $1 miliar.[14]

Referensi

[sunting | sunting sumber]