Lompat ke isi

Homoseksualitas dalam Kekristenan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Homoseksualitas dalam kekristenan awalnya dianggap sebagai perbuatan dosa. Setelah hak asasi manusia memberikan penghormatan dan pengakuan terhadap homoseksualitas, sebagian pemuka gereja dan cendekiawan kekristenan di dunia Barat mulai mendukung homoseksualitas. Selain itu, muncul pula fenomena pemimpin-pemimpin gereja kekristenan yang menjadi pelaku homoseksual. Sejak awal abad ke-21 Masehi, media massa juga mulai melaporkan kasus-kasus pelecehan seksual akibat pedofilia oleh pastor gereja selama abad ke-20 dan abad ke-21 Masehi.

Penolakan

[sunting | sunting sumber]

Homoseksualitas dalam kekristenan dikaitkan dengan Kitab Kejadian 19:4–11 di dalam Alkitab. Ayat-ayat ini mengisahkan tentang hukuman dari Tuhan kepada kaum Sodom dan Gomora akibat perbuatan homoseksual. Kedua kaum ini mengalami kehancuran. Istilah "sodomi" kemudian dipopulerkan sebagai istilah untuk praktik dosa dalam hubungan manusia antarsesama jenis. Beberapa tokoh gereja pada masa awal kekristenan mengutuk perilaku homoseksual, yaitu Klemens dari Aleksandria, Yohanes Krisostomus, dan Agustinus dari Hippo.[1]

Penolakan juga dinyatakan oleh Vatikan pada tahun 1975 dengan menerbitkan dokumen berisi doktrin berjudul The Vatican Declaration on Social Ethics. Doktrin ini berisi pernyataan pengakuan terhadap praktik heteroseksual dan menolak pengesahan homoseksual.[1]

Penerimaan

[sunting | sunting sumber]

Homoseksualitas dalam kekristenan awalnya dianggap sebagai perbuatan dosa. Namun, setelah homoseksualitas diakui sebagai sebuah praktik yang manusiawi dan memperoleh penghormatan dalam hak asasi manusia, sebagian pemuka gereja dalam kekristenan mulai mendukung homoseksualitas. Dukungan ini umumnya diberikan di dunia Barat diikuti dengan fenomena pemimpin-pemimpin gereja kekristenan yang menjadi pelaku homoseksual.[1]

Tafsiran baru terhadap Alkitab mulai dilakukan untuk mendukung homoseksualitas. Kegiatan ini dilakukan oleh para teologi Kristen yang mendukung perbuatan homoseksual.[1] Salah satunya oleh John J. McNeill. Ia menerbitkan sebuah buku berjudul The Curch and Homosexual. Buku ini memberikan justifikasi moral terhadap praktik homoseksual. McNeill mengemukakan di dalam bukunya bahwa sebab dihukumnya kaum Sodom dan Gomora bukan karena praktik homoseksual yang mereka lakukan, melainkan karena tidak menghormati tamu yang mengunjungi Lot.[2] Teolog lain yang memberi dukungan terhadap homoseksualitas adalah George Baum. Ia menyatakan bahwa homoseksualitas tidak bertentangan dengan naluri manusia selama mampu menghasilkan cinta.[3]

Di sisi lain, kaum Katolik mendirikan sebuah kelompok gay yang diberi nama DignityUSA. Kelompok ini mengajarkan bahwa perbuatan homoseksual tidak bertentangan dengan ajaran Kristus.[3] Pada tahun 1975, organisasi ini telah memiliki cabang di 22 negara bagian Amerika Serikat dan 1 cabang di Kanada.[4] Majalah Dignity kemudian diterbitkan oleh DignityUSA untuk memperjuangkan pengakuan mereka dari gereja Katolik.[4]

Organisasi serupa juga didirikan di negara-negara dunia Barat. Di Australia berdiri organisasi bernama Acceptance. Di Inggris didirikan organisasi bernama Quest, dan di Swedia dirikan organisasi bernama Veritas.[4] Kemudian pada tahun 1976, dideklarasikan bahwa kaum gay adalah anak-anak Tuhan. Deklarasi ini dilakukan oleh para tokoh gereja yang ada di Minneapolis, Amerika Serikat.[3]

Pemberitaan

[sunting | sunting sumber]

Pedofilia pastor gereja

[sunting | sunting sumber]

Media massa telah memulai pengungkapan kasus pedofilia yang dilakukan oleh para pastor gereja. Pesan yang disampaikan bahwa perbuatan keji berupa pelecehan seksual terhadap anak-anak dapat dilakukan oleh para pastor yang tidak menikah dan yang memberikan pengampunan dosa.[3] Pada tanggal 27 Februari 2004, Associated Press menerbitkan sebuah tulisan berjudul Two Studies Cite Cild Sex Abuse by 4 Percent of Priest. Tulisan ini dibuat oleh Laurie Goodstein. Goodstein menyebutkan di dalam tulisannya bahwa 4% dari total pastor gereja Katolik telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak.[5]

Sementara itu, pada tahun 2002, The American Catholic Bishop mengadakan sebuah studi mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pastor gereja. Studi ini dilakukan sebagai bentuk tanggapan atas adanya tuduhan penyembunyian kasus-kasus tersebut. Tuduhan diberikan kepada 1 dari 10 pastor dalam kasus pelecehan seksual sejak tahun 1970. Dari rentang tahun 1950 hingga 2002, terdapat laporan sebanyak 10.667 anak-anak sebagai korban pelecehan seksual oleh 4.392 pastor.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Husaini 2005, hlm. 4.
  2. ^ Husaini 2005, hlm. 4-5.
  3. ^ a b c d Husaini 2005, hlm. 5.
  4. ^ a b c Husaini 2005, hlm. 9.
  5. ^ a b Husaini 2005, hlm. 5-6.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-517-4.