Hordearii
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Januari 2023. |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Hordearii adalah istilah yang merujuk pada julukan untuk kebiasaan pola makan sehat berbasis nabati para gladiator romawi zaman dahulu. Hordearii sendiri memiliki makna "manusia pemakan kacang dan jelai (sejenis padi-padian)"[1].Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir semua pemain gladiator adalah seorang atlet vegetarian.[2]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Bermula dari penemuan yang pertama kali dilakukan oleh ahli paleopatologi, Profesor Karl Grossschmidt dan pakar patologi forensik, Dr. Fabian Kanz dari Departmen Kedokteran Universitas Wina, Austria, bersama para arkeolog lainnya terhadap tulang-tulang yang ditemukan di kuburan gladiator dari Efesus. Kuburan gladiator di Efesus (sekarang menjadi wilayah Negara Turki bagian barat) adalah satu-satunya kuburan gladiator tersembunyi yang terkenal di dunia. Lahan seluas 200 kaki persegi (60,96 meter persegi) disepanjang jalan dari pusat Kota Turki menuju Kuil Artemis tersebut menyimpan tulang belulang dari sejumlah orang romawi kuno yang terkubur disana. Para arkeolog menemukan sisa-sisa 68 gladiator dan terdapat lebih dari 5.000 tulang[3] yang akan dilakukan analisis dan penelitian lebih lanjut. diperkirakan tulang-tulang ini berusia lebih dari 1.800 tahun.[4]
Hasil identifikasi tulang memperlihatkan kepadatan mineral yang sangat tinggi, yang mana menunjukkan pelatihan intensif dan pola makan berkualitas tinggi untuk membangun otot dan tulang yang kuat. penelitian tersebut dilakukan melalui analisis isotop, yaitu suatu teknik yang mengukur jejak unsur-unsur kimia pada tulang seperti kalsium, stronsium, dan seng pada potongan penampang tulang. Penelitian terbaru terhadap tulang-tulang gladiator bukan pada bagaimana cara mereka mati, namun berfokus pada bagaimana gladiator mampu bertahan hidup lebih lama di dalam arena pertarungan meski dengan luka-luka yang berat.[4]
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Sumber makanan yang berbeda memberikan jumlah stronsium yang berbeda dalam tulang. Tingkat stronsium yang tinggi terkandung dalam makanan berbasis vegetarian, sementara tingkat stronsium yang rendah terdapat pada makanan berbasis daging/ karnivora. Jika terdapat stronsium rendah dalam sampel, nyala api akan menghasilkan warna biru, namun jika terdapat tingkat stronsium tinggi, maka akan mengubah warna biru api menjadi merah. Hasilnya adalah tes pada sampel tulang tersebut menghasilkan nyala api berwarna merah, yang mengindikasikan dominan gladiator adalah vegetarian.[3][5]
Makanan gladiator berasal dari sumber bahan pangan berupa gandum, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian yang tinggi karbohidrat dan yang rendah protein hewani. Pola makan hordearii seperti ini berdasarkan anjuran dari para ahli medis romawi seperti yang ditemukan pada teks-teks peninggalan romawi kuno. Khasiat dari kacang-kacangan tersebut dapat membantu gladiator bertahan hidup di arena. Lapisan lemak subkutan yang terbentuk di bawah kulit setidaknya akan menahan luka akibat sayatan pedang lebih lama dan melindungi saraf serta pembuluh darah dalam pertarungan.[4]
Selain asupan makanan berat yang kaya karbohidrat dan nabati, gladiator juga diberi minuman keras dari tanaman kayu yang telah hangus (bubuk arang aktif) atau abu tulang untuk kebutuhan kalsium mereka.[6] Berkat protein dari nabati juga, lemak ekstra pada kulit gladiator tersebut akan menciptakan sebuah lapisan pelindung tubuh, ujung-ujung syaraf akan sedikit terbuka, dan cedera pendarahan menjadi tidak terlalu berbahaya. Gladiator bisa saja menahan luka ataupun memuntahkan darah, namun karena luka tersebut tidak dalam, mereka dapat terus bertahan dan bertarung. Bahkan penggambaran pertarungan gladiator seperti itulah yang menjadi pemantik kemeriahan bagi para penonton, pejabat, maupun petinggi kolosium.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Longo, Umile Giuseppe; Spiezia, Filippo; Maffulli, Nicola; Denaro, Vincenzo (2008-12-01). "The Best Athletes in Ancient Rome were Vegetarian!". Journal of Sports Science & Medicine. 7 (4): 565. ISSN 1303-2968. PMC 3761927 . PMID 24137094.
- ^ "Gladiators Were Vegetarians | History Today". www.historytoday.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-17. Diakses tanggal 2020-06-17.
- ^ a b "BBC - Press Office - Lost secrets of gladiators revealed by Timewatch". www.bbc.co.uk. Diakses tanggal 2020-06-17.
- ^ a b c "The Gladiator Diet - Archaeology Magazine Archive". archive.archaeology.org. Diakses tanggal 2020-06-17.
- ^ "Anthropology unlocks clues about Roman gladiators' eating habits". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-17.
- ^ Coughlan, Sean (2014-10-22). "Gladiators were 'mostly vegetarian'". BBC News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-17.
- ^ "Gladiator Diets Were Carb-Heavy, Fattening, and Mostly Vegetarian | Atlas Obscura". www.atlasobscura.com. Diakses tanggal 2020-06-17.