Hukuman fisik di sekolah
Hukuman fisik di sekolah adalah hukuman yang mengakibatkan rasa sakit secara fisik yang diberlakukan bagi siswa yang melakukan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan di sekolah. Siswa yang diganjar hukuman ini sering kali mendapat pukulan di pantat[1] atau tangan,[2] dan ada pula yang memukul dengan menggunakan rotan atau tongkat.
Di negara-negara yang menuturkan bahasa Inggris, penggunaan hukuman fisik di sekolah telah dijustifikasi oleh doktrin hukum in loco parentis; dalam kata lain, guru dianggap sebagai tokoh yang memiliki hak yang sama dengan orang tua untuk menghukum anak-anak yang mereka urus.
Pendukung hukuman fisik di sekolah mengklaim bahwa hukuman ini akan langsung dikenakan kepada siswa yang melanggar peraturan dan setelah hukuman ini selesai siswa tersebut dapat kembali belajar di ruang sekolah. Mereka lebih memilih hukuman ini daripada menskors siswa dan membuatnya tertinggal pelajaran. Namun, penentang hukuman fisik di sekolah (khususnya organisasi hak asasi manusia dan kedokteran) menegaskan bahwa hukuman fisik tidak efektif dalam jangka panjang, mengganggu proses pembelajaran, memicu perilaku antisosial dan penderitaan kejiwaan, serta merupakan tindak kekerasan yang melanggar hak anak-anak.
Polandia merupakan negara pertama yang melarang hukuman fisik di sekolah pada tahun 1783. Hukuman fisik di sekolah tidak lagi dipraktikkan di negara Eropa manapun. Pada tahun 2015, sebagian besar negara maju telah melarang praktik ini kecuali beberapa wilayah di Amerika Serikat, beberapa negara bagian di Australia, serta Singapura. Hukuman ini masih sering digunakan di sejumlah negara di Afrika dan Asia.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Contohnya lihat Student/Parent Information Guide and Code of Conduct 2008-2009 Diarsipkan 2009-08-24 di Wayback Machine., Alexander City Schools, Alabama, USA, hlm.44.
- ^ "Toronto abolishes the strap". Globe and Mail (Toronto). 23 Juli 1971.