Lompat ke isi

Hutinta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hutinta adalah tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat Simalungun, berupa teka-teki atau pertanyaan yang memiliki jawaban tradisional. Tradisi ini disebarkan secara lisan, dari generasi ke generasi, dan sering kali digunakan dalam interaksi sehari-hari di rumah, pekarangan, atau ladang. Hutinta bukan hanya sekadar permainan kata, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal.[1]

Jenis Hutinta

Hutinta dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni hutinta biasa, hutinta berupa pantun, dan hutinta turi-turian. Setiap jenis memiliki karakteristik dan cara penyampaiannya yang unik.

  1. Hutinta Biasa Jenis hutinta ini berbentuk pertanyaan sederhana yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut salah satu contoh hutinta biasa:

Seperti namanya, Apa itu?

Jawabannya adalah tebu

Artinya: “Seperti namanya rasanya, Apakah itu?”

Jawaban: Tebu

  1. Hutinta Umpasa Umpasa adalah hutinta yang berbentuk puisi atau pantun. Pantun ini biasanya mengandung makna filosofis atau memberikan gambaran tentang kehidupan. Salah satu contoh hutinta umpasa adalah:

Saya menanam unta

di desa daling raya

Marsisik bukan ikan

Marmayung bukan raja

Apa itu?

Jawaban: anas

Artinya: “Ditanamlah jeruk di kampung Daling Raya, bersisik bukannya ikan, berpayung bukannya raja. Apakah itu?”

Jawaban: Nenas

  1. Hutinta Turi-Turian Jenis hutinta ini biasanya berupa cerita pendek yang diakhiri dengan sebuah pertanyaan. Cerita ini menggambarkan suatu situasi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yang kemudian diikuti dengan teka-teki. Salah satu contoh hutinta turi-turian adalah:

Ada seorang perempuan yang karena pekerjaannya, meninggalkan anaknya di desa. Setelah ibu meninggalkan rumah, saudara laki-laki anak tersebut pulang sekolah...

Artinya: “Ada seorang ibu yang sibuk dengan pekerjaannya, meninggalkan anak-anaknya di desa. Ketika ibunya pergi ke ladang, saudara laki-lakinya bertanya kepada adiknya tentang keberadaan ibu mereka...”

Jawabannya: Laho mambuat demban (Pergi ambil si).[2]

Rferensi

  1. ^ Tarigan, Henry Guntur (1980). Hutinta ni simalungun (teka-teki simalungun). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. 
  2. ^ Nasution, Askolani; Siregar, Tikwan Raya; Hutasuhut, Anharuddin; Hamdani, Nasrul; Sinulingga, Jekmen; Rehulina, Eka Dalanta; Sekali, Mehamat Karo; Herlina, Herlina; Padang, Melisa (2021). Sibrani, Robert, ed. Ensiklopedia kebudayaan Kawasan Danau Toba. Banda Aceh: Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Aceh. ISBN 978-623-6107-05-8.