Lompat ke isi

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (disingkat IJTI) merupakan asosiasi yang mewadahi para jurnalis televisi di Indonesia. IJTI didirikan pada era reformasi, yakni bulan Agustus 1998, menyusul pengunduran diri Presiden Soeharto.

Gagasan untuk mendirikan ITJI muncul pada 25 April 1998, ketika beberapa reporter Indosiar dan SCTV sedang melakukan peliputan di Pulau Panjang, Kepulauan Seribu. Kongres pertama terlaksana pada 8-9 Agustus 1998 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta. Isi kongres tersebut telah menghasilkan Deklarasi pembentukan ITJI, AD/ART, Program Kerja, dan Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia.[1]

Awal pendirian

[sunting | sunting sumber]

Bermula dari ide beberapa reporter Indosiar dan SCTV ketika melakukan liputan pada 25 April 1998 di Pulau Panjang Kepulauan Seribu, melahirkan kesepakatan untuk membentuk Organisasi Jurnalis Televisi. Gagasan ini telah mendapat dukungan penuh baik dari televisi swasta dan pemerintah. Organisasi ini adalah sarana pemberdayaan dan peningkatan profesi para jurnalis televisi. Tujuannya sebagai sarana berkumpul dan membicarakan berbagai masalah yang kerap terjadi oleh para reporter.

Berlanjut pada 30 Mei 1998, Organisasi Jurnalis Televisi akhirnya terbentuk melalui pertemuan informal di Pasar Festival, Kuningan, Jakarta Selatan. Pertemuan ini menghadirkan sejumlah reporter dan kameramen televisi dari ANTV, Indosiar, SCTV, dan RCTI. Isi pokok bahasan mengenai masalah yang kerap terjadi oleh para pengemban profesi ini baik yang disebabkan belum adanya kode etik, maupun berbagai tekanan yang membatasi tugas profesi.

Pada 06 Juni 1998, akhirnya para jurnalis sepakat mendeklarasikan pembentukan Forum Komunikasi Jurnalis Televisi. Forum ini bertujuan untuk menjadi wadah pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme para jurnalis televisi.

Namun karena organisasi tersebut masih dini dan perlu pembenahan, sehingga pada 30 Juni 1998 para pemimpin redaksi beserta anggota forum di ANTV memutuskan untuk memperkuat organisasi. Terkhusus atas lengsernya Presiden Soeharto pada 22 Mei 1998 sekaligus menjadi momentum berharga bagi para jurnalis untuk menegakkan etika jurnalistik, dan melindungi anggotanya, bukan sekadar forum komunikasi.

Pimpinan redaksi ANTV sekaligus selaku tuan rumah mempertegas keutuhan organisasi dengan membentuk panitia persiapan pembentukan organisasi, yang terdiri dari kelompok kerja, yakni:

  • Pokja AD / ART: Ruslan Abdul Ghani (Ketua)
  • Pokja Kode Etik: Sumita Tobing (Ketua)
  • Pokja Persiapan Kongres: Herling Tumbel (Ketua)

Berikutnya, redaksi ANTV terpilih sebagai sekretariat panitia. Berikut pembagian Panitia Persiapan Kongres, yakni:

Panitia Pengarah

Panitia Pelaksana

Selain mempersiapkan Kongres, panitia sekaligus menyelenggarakan seminar bertajuk "Peran Politik Jurnalisme Televisi" pada 7 Agustus 1998, di Hotel Menara Peninsula dan berlanjut Kongres I pada 8-9 Agustus 1998 di tempat yang sama.

Persiapan Kongres

[sunting | sunting sumber]

Kongres pertama, kepanitiaan terbentuk dengan melibatkan banyak pihak seperti pimpinan dan manajemen televisi. Lantaran para pimpinan dan manajemen televisi akan menjadi mitra organisasi Jurnalis Televisi.

Kongres I

[sunting | sunting sumber]

Kongres Pertama Jurnalis Televisi Indonesia sukses terselenggara di Hotel Menara Peninsulla pada 8-9 Agustus 1998. Peserta yang hadir tidak kurang dari 300 berasal dari jurnalis TVRI, RCTI, SCTV, TPI, Indosiar dan ANTV. Momentum gerakan reformasi mempermudah insan jurnalis televisi untuk berhimpun memperjuangkan kebebasan pers dengan menjunjung tinggi kejujuran, keadilan serta profesionalisme.

Hasil kongres I melahirkan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia atau disingkat IJTI. Selain itu, untuk memperkukuh IKJI, para jurnalis menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Program Kerja dan Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia. Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Haris Jauhari terpilih sebagai Ketua Umum sekaligus ketua Formatur. Adapun anggota Formatur, yakni Reva Deddy Utama, Zihni Rifai, Nugroho F. Yudho dan Iskandar Siahaan.

Rapat Formatur akhirnya menetapkan susunan Dewan Pengurus sebagai berikut:

  • Ketua Umum: Haris Jauhari (TPI)
  • Sekretaris Jenderal: Ahmad Zihni Rifai (RCTI)
  • Wakil Sekjend: Nugroho F.Yudho (Indosiar)
  • Bendahara: Kukuh Sanyoto ( RCTI)
  • Ketua Bidang Organisasi: Reva Deddy Utama (ANTV)
  • Ketua Bidang Diklat dan Litbang: Iskandar Siahaan (SCTV)
  • Ketua Bidang Kesejahteraan dan Advokasi: Despen Omposunggu (Indosiar)
  • Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri: Usy Karundeng (TVRI)

Pengurus juga memberikan mandat kepada Azkarmin Zaini (ANTV), Deddy Pristiwanto (Indosiar), Yasirwan Uyun (TVRI), Sumita Tobing (SCTV), sebagai anggota Dewan Kehormatan IJTI, yang bertugas mengawasi pelaksanaan Kode Etik IJTI.

Dalam perjalananya, karena Ahmad Zihni Rifai tidak aktif lagi sebagai jurnalis, maka kedudukanya tergantikan oleh Nugroho F.Yudho sebagai Sekjend dan Teguh Juwarno sebagai Wakil Sekjend. Sementara Ketua Bidang Advokasi dan Kesejahteraan juga diganti oleh Herling Tumbel.

Penataan organisasi

[sunting | sunting sumber]

Kongres memang berakhir, namun AD/ART yang tersusun ternyata masih banyak ketimpangan dan tidak sinkron. Sehingga Dewan Pengurus mengadakan pengkajian ulang secara mendalam dengan maksud menyempurnakanya. Pembahasan terlaksana di redaksi TPI, setelah Pengurus IJTI tersusun lengkap. Kesulitan pertama menjalankan organisasi ini adalah belum ada sekretariat. Untuk itu, sekretariat sementara berpusat di Jalan Danau Poso D-1 Nomor 18 Benhil Jakarta Pusat dengan status mengontrak.

Antusiasme jurnalis dari berbagai daerah meningkat dan terdapat desakan agar IJTI membentuk cabang di daerah. Namun karena terganjal perangkat organisasi (AD/ART) yang memang tidak mengamanatkan terbentuknya cabang IJTI, maka pengembangan organisasi itupun menjadi persoalan tersendiri. Namun berdasarkan rapat pengurus, telah menetapka pembentukan Kordinatoriat Daerah. Sejak itulah lahir pedoman Organisasi Korda yang berisi ketentuan organisasi IJTI di tingkat Daerah Provinsi, sebagai kepanjangan tangan IJTI pusat di Jakarta.

Pengembangan organisasi

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1999, secara resmi terbentuk 9 Korda. Kesembilan Korda tersebut adalah:

  1. Korda Jawa Barat di Bandung, dengan ketuanya Ilmi Hatta.
  2. Korda Jawa Tengah di Semarang, dengan ketuanya Bambang Hengky.
  3. Korda Jawa Timur di Surabaya, dengan ketuanya Dheny Reksa.
  4. Korda Sumatera Utara di Medan (meliputi Aceh dan Riau) dengan ketuanya Bagi Astra Sitompul.
  5. Korda Sumatera Selatan di Palembang, dengan ketuanya Epran Mendayun.
  6. Korda Kalimantan Selatan di Banjarmasin, dengan ketuanya Beben Mahdian Noor.
  7. Korda Sulawesi Selatan di makassar, dengan ketuanya Hussain Abdullah.
  8. Korda Sulawesi Utara di Manado, dengan ketuanya Fais Albar.
  9. Korda Bali dan NTB di Denpasar, dengan ketuanya Moh. Hafizni.

Persiapan Kongres II Kepengurusan IJTI periode 1998-2001 mestinya berakhir bulan Agustus 2001, tetapi karena banyak pengurus tidak aktif, lagi pula banyak kegiatan yang menyita perhatian publik khususnya di bidang politik di mana insan jurnalis harus menjalankan tugasnya (seperti Sidang Istimewa MPR), maka Kongres pun ditunda. Pengurus IJTI telah menunjuk Teguh Juwarno (Wakil Sekjen) sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres dan Syaeifurrahman Al-Banjary (Ketua Departeman Organisasi) dan Asroru Maula (Litbang) masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Panitia Pelaksana, baru menjalankan tugasnya bulan September 2001. Kepanitiaan pun dilengkapi sambil jalan, dengan menyiapkan berbagai rancangan Kongres yang hendak diputuskan.

Pelaksanaan Kongres II Pada tanggal 26-27 Oktober 2001, Kongres II dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta, didahului Seminar bertajuk "Mengkaji Ulang Posisi Pers dalam Konteks Kepentingan Nasional". Dalam kongres ini juga digelar debat publik "Menyoal Kebijakan Pemerintah dalam Menjamin Kebebasan Pers dan Penyiaran" bersama Menteri Negara Informasi dan Komunikasi Syamsul Muarif. Inilah Kongres yang untuk pertama kali diikuti peserta dari utusan Korda, selain anggota dari Jakarta.

Kongres II yang dilaksanakan di Hotel Santika Jakarta tersebut pada akhirnya yang terpilih sebagai Ketua Umum/Formatur adalah:

  1. Ray Wijaya: Ketua Umum/Formatur.
  2. Syaefurrahman Al-Banjary: Anggota Formatur
  3. Asroru Maula: Anggota Formatur
  4. Elprisdad: Anggota Formatur
  5. Tiur Maida Tampubolon: Anggota Formatur

Dan setelah melalui rapat formatur, ketua umum dan anggota formatur pada tanggal 2 November dan 19 November 2001 di Jakarta, pada akhirnya mengesahkan susunan Pengurus IJTI Periode 2001-2004 di bawah kepemimpinan saudara Ray Wijaya dan Saudara Syaifurrahman Al-Banjary, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dengan susunan pengurus sebagaimana berikut:

  1. Ketua Umum: Ray Wijaya (RCTI)
  2. Sekretaris Jenderal: Syaefurrahman Al-Banjary (ANTV)
  3. Wakil Sekretaris Jenderal: Ahmad Setiono (RCTI)
  4. Bendahara: Tiurmaida Tampubolon (TPI)
  5. Wakil Bendahara: Shanta Curanggana (TRANS TV)
  6. Ketua Bidang Organisasi: Eric Tamalagi (TPI)
  7. Ketua Bidang Advokasi & Kesejahteraan: Elprisdad (ANTV)
  8. Ketua Bidang Diklat dan Litbang: Asroru Maula
  9. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri: Rizal Yussac (TV 7)

Pencapaian program periode 2001-2004

[sunting | sunting sumber]
  1. Peran dalam Pembahasan RUU Penyiaran
    • Pengurus IJTI aktif memberikan masukan terhadap RUU Penyiaran.
    • Mengikuti diskusi sebagai peserta pasif saat DPR dan Pemerintah membahas RUU.
    • Melakukan lobi dengan anggota DPR untuk menyamakan pendapat.
    • IJTI menolak pasal-pasal pidana dalam RUU Penyiaran yang dianggap menghambat jurnalisme dan mengancam kebebasan pers.
  2. Judicial Review terhadap RUU Penyiaran
    • Bersama organisasi lain seperti ATVSI, PRSSNI, dan Komteve, IJTI mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
    • Sebagian gugatan dikabulkan, khususnya terkait kewenangan pemerintah dalam membuat peraturan pelaksana UU Penyiaran.
    • Upaya menghapus kriminalisasi kode etik gagal dan menjadi agenda perjuangan berikutnya.
  3. Kontribusi terhadap UU Kebebasan Memperoleh Informasi
    • IJTI memberikan masukan kepada DPR terkait UU Kebebasan Memperoleh Informasi.
    • Mengeluarkan pernyataan pers terkait kebijakan penyiaran dan kekerasan terhadap jurnalis televisi.
  4. Advokasi Kekerasan terhadap Wartawan
    • IJTI menginisiasi Koalisi Anti Kekerasan terhadap Wartawan bersama AJI, Kontras, dan organisasi lainnya.
    • Mendorong Komnas HAM membentuk komisi khusus menangani kekerasan terhadap wartawan.
    • Belajar dari kasus seperti penyanderaan Ersa Siregar dan Ferry Santoro.
  5. Peran dalam Pemilu Jurdil dan Bebas Kekerasan
    • Menggalang organisasi untuk membentuk forum bersama demi menyerukan pemilu yang jujur, adil, dan bebas kekerasan, termasuk kekerasan terhadap jurnalis.
  6. Publikasi VCD dan Buku Bom Bali
    • Meluncurkan VCD dan buku “Bom Bali: Dari Legian ke Marriott” sebagai bagian dari perang melawan kekerasan.
    • Buku ditulis oleh Syaefurrahman, Sodiqin Nursa, dan Wahyu Widayat, dengan 1.000 eksemplar dicetak.

Persiapan Kongres III

[sunting | sunting sumber]

Kepengurusan IJTI periode 2001-2004 seharusnya berakhir pada November 2004, tetapi tertunda karena banyak pengurus yang tidak aktif dan aktivitas intensif di stasiun televisi masing-masing, terutama akibat musibah besar gempa dan tsunami di Aceh dan Nias.

Melalui rapat pleno, Dewan Pengurus menunjuk Aris Budiono (ANTV) dan Atie Rochyati untuk mempersiapkan Kongres III. Sekretaris Jenderal Syaefurrahman Al-Banjary menyusun materi kongres (draf) dengan bantuan Farichin dan Budi Setiawan. Meski hanya sebagian panitia yang aktif, Kongres III tetap terlaksana di Hotel Twins Plaza, Jakarta, pada 21-22 Juli 2005

Pelaksanaan Kongres III

[sunting | sunting sumber]

Kongres ini lebih meriah dibandingkan Kongres II karena adanya sosialisasi ke stasiun televisi seperti Lativi (kini TVOne), Global TV, dan televisi lokal seperti TA-TV Solo dan Srijunjungan TV Jambi. Sebanyak 120 peserta hadir, termasuk dari daerah seperti Banjarmasin, Manado, Palembang, dan Medan. Namun, hanya 75 peserta yang mengikuti tahap pemilihan ketua umum.

Kongres dimulai dengan seminar bertajuk "Membangun Kebebasan Pers Tanpa Kekerasan dan Intervensi Kekuasaan", menghadirkan narasumber dari Komnas HAM, Kompas, IJTI, dan Menkominfo.

Keputusan Kongres

[sunting | sunting sumber]

Beberapa keputusan penting yang dihasilkan antara lain:

  1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
  2. Program kerja dan kode etik
  3. Rekomendasi eksternal dan internal
  4. Pembentukan pengurus periode 2005-2009
  5. Dewan Etik beranggotakan tujuh orang
  6. Perpanjangan masa kepengurusan dari tiga menjadi empat tahun
  7. Pembentukan badan hukum untuk pelatihan dan sertifikasi profesi jurnalis televisi

Pengurus Periode 2005-2009

[sunting | sunting sumber]
  • Ketua Umum: Imam Wahyudi (RCTI)
  • Sekretaris Jenderal: Elprisdat (ANTV)
  • Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan: Makrun Sanjaya (Metro TV)
  • Ketua Bidang Diklat dan Litbang: Rizal Mustari (Trans TV)
  • Ketua Bidang Hubungan Internasional: Pipit Irianto (TVRI)
  • Ketua Bidang Advokasi dan Kesejahteraan: Pasaoran Simanjuntak (TV-7)
  • Bendahara: Aris Budiono (ANTV)

Pengurus juga melibatkan wakil sekretaris jenderal, wakil bendahara, dan komisariat di setiap stasiun televisi untuk memperkuat koordinasi.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "SEKILAS SEJARAH IJTI". IJTI. 2021-11-22. Diakses tanggal 2024-12-07.