Lompat ke isi

Kampanye cemar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kampanye cemar adalah penyebaran informasi yang dilakukan dalam rangka untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara memperlihatkan kelemahan lawan atau menunjukkan dosa-dosa lawan politik di masa lalu yang memang merupakan fakta dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat,[1] penyalahgunaan fasilitas negara dan strategi politik uang juga dapat dikategorikan sebagai kampanye cemar.[2]

Penyalahgunaan fasilitas negara dilakukan dalam masa kampanye terutama oleh calon pemimpin eksekutif atau legislatif yang sedang dalam masa jabatan dan berencana untuk memperpanjang masa jabatannya. Selain itu, strategi politik uang untuk menarik perhatian masyarakat juga dilarang semisal bantuan dana tunai, mengadakan semacam door prize saat berkampanye, bantuan sosial. Sekalipun dana tersebut berasal dari uang pribadi calon pemimpin, hal tersebut dilarang, apalagi dengan mengambil dari anggaran negara.[2]

Perbedaan kampanye cemar dan kampanye hitam

[sunting | sunting sumber]

Kampanye cemar berbeda dengan kampanye hitam yang mana pihak lawan dituduh dengan bukti-bukti dan data-data yang tidak cukup kuat, bisa juga dengan mengkritik pihak lawan atas sesuatu yang tidak relevan dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin semisal menuduh seorang kandidat politik tidak layak menjadi pemimpin hanya karena masalah suku.[1]

Kampanye cemar diperbolehkan, berbeda dengan kampanye hitam yang pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan pada Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521. Kampanye cemar sah-sah saja secara hukum, bahkan cara seperti ini dapat mengasah pola pikir kritis para pemilih agar lebih berimbang dalam menilai calon pemimpin yang akan dipilih, bukan hanya melihat sisi positif seseorang saja. Oleh karena kampanye cemar tidak dilarang, maka pelakunya tidak bisa dijerat oleh pasal-pasal hukum, cara melawannya adalah dengan menunjukkan kelemahan pihak lawan sepanjang hal tersebut bukan merupakan fitnah dengan didukung kuat oleh fakta. Jika kampanye cemar sudah berubah menjadi kampanye hitam, maka suatu pihak yang memiliki bukti yang kuat, dapat melapor ke Badan Pengawas Pemilu.[1]

Pendengung di media sosial

[sunting | sunting sumber]

Kampanye cemar dilakukan secara masif oleh para pendengung dengan nada-nada yang provokatif dan menggiring opini publik yang pada akhirnya terjadi polarisasi dalam masyarakat.[3]

Para pendengung dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendengung yang melakukan penjenamaan terhadap kandidat calon pemimpin politik dengan cara menyebarkan informasi tentang keunggulan calon pemimpin politik tersebut secara berlebihan dengan tujuan untuk meningkatkan citra politik calon pemimpin di mata masyarakat, dan yang kedua adalah pendengung yang menjelekan calon pemimpin politik yang beroposisi dengannya dengan tujuan mendiskreditkan pasangan calon tertentu agar tidak disukai oleh masyarakat. Karena bertujuan untuk menjatuhkan pihak lawan, berita yang kemudian beredar dapat dikatakan sebagai hoaks dan jauh dari faktanya, singkat kata yaitu fitnah.[3] Tujuan lain yaitu untuk membunuh karakter lawan politiknya.[4]

Para pendengung pun tidak selamanya bekerja berdasarkan pesanan atau mengharapkan imbalan, ada pula para pendengung yang dengan ikhlas menyatakan dukungannya pada pasangan calon tertentu tanpa pamrih.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c FHUI, ByHumas. "Perihal Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam, Apa Bedanya? – Fakultas Hukum Universitas Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-11. 
  2. ^ a b FHUI, ByHumas. "Permasalahan Black Campaign dalam Pemilihan Umum: Wawancara dengan Wirdyaningsih, S.H., M.H. – Fakultas Hukum Universitas Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-12. 
  3. ^ a b c S.Hum, Harry Farinuddin; S.Hum, Ach Ridlo Ilwafa; S.Pd, Ahda Abid Al Ghiffari; S.Hum, Amanda Lathifah Laksmana Putri; dkk, Arfan Habibi, S. Sos (2024-10-04). MENINJAU KEMBALI DEMOKRASI DI INDONESIA. Uwais Inspirasi Indonesia. ISBN 978-623-133-479-4. 
  4. ^ Susan, Novri (2019-03-15). Sosiologi Konflik: Teori-teori dan Analisis. Kencana. ISBN 978-623-218-058-1.